02 - Tamara

36 4 0
                                    

(n). Chapter khusus Tamara side.

Happy reading~~

Smile or Pain


Bel pulang sudah berbunyi dari 30 menit yang lalu. Tamara masih betah berlama-lama di sekolah. Melakukan sesuatu yang tidak berguna dan menghabiskan waktu dengan alat-alat musik, membaca di perpustakaan, hingga berdiam diri di kantin.

Tamara melihat jam di handphonenya yang menunjukkan pukul 17:11.

Tamara berdecak kesal saat melihatnya, "ck udah jam lima aja heran," Tamara mengedarkan pandangannya melihat isi kantin yang sudah sepi tersebut, "okelah gue juga gatau mau ngapain lagi"

Tamara kembali ke kelas untuk mengambil tasnya lalu pulang. Saat perjalanan menuju kelas, Tamara melihat gerombolan anak IPA yang baru keluar dari kelas. Jam 5 baru pulang? Bukan anak IPA banget.

Tamara hanya mengangkat bahunya acuh dan langsung menyambar tasnya.

Tamara memilih berjalan kaki agar memperlambat sampai di rumah.

Tamara hanya menutup matanya sesaat dan menatap langit di sore itu. Indah. Tamara segera mengambil handphonenya untuk memotret pemandangan tersebut. Pemandangan yang diambil di atas jembatan dengan sungai yang mengalir tenang dibawahnya menambah kesan indah. Selesai memotret beberapa foto yang indah, Tamara kembali menaruh handphonenya di saku roknya dan kembali melanjutkan perjalanan.

Ia juga mampir ke beberapa toko untuk membeli makanan ringan, juga minuman kesukaannya.

Tamara pun melanjutkan perjalanan menuju rumahnya sembari mengalunkan lagu yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya. Secret love song, katanya lagunya bagus cocok sama keadaan gue. Keadaannya? Entahlah siapa atau apa yang Tamara maksud.

Sedikit lagi Tamara sampai dirumahnya, ia langsung memikirkan hal apa lagi yang akan terjadi. Ia juga langsung memikirkan bagaimana Mamanya tahu bahwa nilai matematikanya dibawah 95. Ya tadi di kelas ada ulangan matematika mendadak.

Tamara menghela nafasnya pasrah jika dirinya akan menjadi korban amarah Mamanya.

"Assalamualaikum" Tamara masuk dan melepas sepatunya.

"Waalaikumsalam," Mamanya menatap sinis terhadap Tamara yang baru sampai di rumah.

Saat Tamara melewatinya, Mamanya bertanya, "nilai kamu mana?"

Tamara hanya diam mematung, menatap kosong objek apapun yang ada di depannya, menelan ludahnya susah payah, serta tangannya yang bergetar.

Tamara hanya pasrah memberikan kertas ulangannya yang tadi sembari menundukkan kepalanya. Tamara melirik sebentar kearah Mamanya yang seketika raut wajahnya berubah.

Terlihat, Mamanya mengambil rotan yang akan dilayangkan kepada Tamara.

Ctak!

Ctak!

"Bodoh banget sih, soal gampang begitu banyak banget salahnya. Mau jadi apa sih?! Bikin orang tua seneng gitu, nilai kok jelek begitu, apa yang mau dibanggakan dari kamu. Masuk kamar!" Dirasa puas memukul Tamara dengan rotan dan tangannya, Mamanya membebaskan Tamara dengan luka di sekujur tubuhnya. Sakit. Tamara ingin menangis sekarang, tapi ia tak ingin terlihat lemah dan rapuh. Ia juga sering mendapat perlakuan ini. Jadi ia harus terbiasa.

Tamara mulai membersihkan dirinya yang sudah lengket dikarenakan keringat dan beraktifitas seharian.

Setelah selesai, Tamara mengistirahatkan tubuhnya dengan duduk di kursi depan komputer dikamar nya.

Tuk tuk tuk

Pintu kamar Tamara yang diketuk, mengalihkan perhatian Tamara terhadap komputer di depannya.

Tamara terulur untuk membuka pintu tersebut dan mendapati Mamanya sedang berdiri di depan pintu kamar.

"Turun, bersihin rumah terus masak" Mama Tamara pergi begitu saja setelah mengatakan hal itu. Membuat Tamara menghela nafas kesal dan mengacak-acak rambutnya.

"Oke, kita mulai penderitaan ini kawan" Bisik Tamara pada dirinya sendiri. Tamara mematikan komputernya dan berjalan keluar kamar. Ia menuruni tangga dengan melompati 2 anak tangga sekaligus.

Tamara mulai membersihkan setiap sudut ruangan, mulai dari menyapu hingga mengepel lantai.

Setelah selesai, Tamara langsung memasak makan malam untuk orang rumah. Tamara terpikirkan satu menu yang enak tapi simpel.

Tamara mulai memasak nasi goreng agar lebih cepat. Ia sangat lihai dalam memasukkan bumbu hingga mengaduk agar tidak gosong.

Selesai memasak, Tamara langsung menyiapkan meja makan dan menuangkan nasi goreng kedalam 3 piring. Saat ingin memanggil orangtuanya, ternyata mereka sedang berjalan kearah meja makan. Tamara langsung menghidangkan makanan kepada orangtuanya.

"Makan dikamar, belajar soal yang tadi" Ucap Mama Tamara dengan sinis.

"Iya" Tamara hanya mengangguk pelan dan membawa piringnya kedalam kamar.

Tamara menaiki tangga dan masuk kedalam kamarnya.

Tuk tuk...

Saat ingin membuka buku, jendela kamarnya tiba-tiba saja diketuk oleh seseorang. Siapa orang yang mengetuk jendelanya malam-malam begini?

Tamara menyibakkan tirai nya perlahan dan membuka jendelanya. Ia segera keluar dan berdiri di balkon.

Tamara mendapati orang yang ia rindukan sedang berdiri di balkon.

Orang itu mengacak rambut Tamara dengan gemas. Tamara yang mendapat perlakuan tersebut lantas memeluknya erat. Orang itu menerimanya dengan baik dan membalas pelukan Tamara.

"Manjat lagi?" Tanya Tamara.

"Iya, hehe. Gimana hari ini?" Pertanyaan yang selalu Tamara tunggu setiap jam 20.02 malam. Dia kembali memeluk Tamara.

"Capek, tadi pagi juga gaada yang ngabarin kalo jamkos," Tamara semakin mengeratkan pelukannya, "terus tadi perutnya sakit, abis itu pas pulang di pukul"
Dia mengecup kening Tamara dan mengusap rambutnya pelan.

"Sini, diobatin dulu" Dia langsung mengobati memar yang terlihat jelas di tubuh Tamara.

Selesai mengobatinya, Dia izin untuk pulang. Dia memanjat pagar kembali untuk keluar dari lingkungan rumah Tamara.

Tbc

Agak iri si pas akhir🙏🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Agak iri si pas akhir🙏🏻

See you on next chapter👋🏻

Chapter depan kayanya tulisannya beda deh, maklumin author yang malas revisi ini🙏🏻

Janlup vote 🙏🏻

Smile Or Pain [✔️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang