Extra Chapter

Mulai dari awal
                                    

Berbeda dengan Zae, Gallan menarik tangan Ragas, minta ke dapur bareng sang ayah. Lana terkekeh melihat putra kecilnya sangat aktif dan selalu mengganggu Ragas. Gallan tak akan membiarkan Ragas bersantai.

"Kita mau makan apa nih, Jagoan?" Ragas bertanya seraya mereka jalan ke dapur.

"Makanan!" Gallan berseru.

"Hooh atuh makan makanan, masa Gallan mau makan angin? Emangnya mau angin?" ceplos Ragas.

"Mau, Daddy! Ayo, kita makan angin." Gallan tersenyum lebar.

Ragas terbahak dan memilih mengangkat anak itu ke dekapannya. Ia gendong Gallan sambil terus menanggapi celotehannya yang tak berujung. Makin tambah umur, dia makin mewarisi sifat Ragas. Gallan memang cerewet, dia yang paling berisik dari tiga anak kecil lain.

Di dapur, sudah ada Amberley bersama Bintang yang menuangkan sedikit nasi, lauknya lebih banyak. Amberley mengucapkan terima kasih ke ayahnya dan pergi ke ruang makan di samping dapur.

Rumah Langit dan Alaia memang yang paling cocok untuk berkumpul. Di sini ada lengkap keluarga besar Langit, hanya Atlanna yang tidak hadir. Wanita cantik itu tak bisa berlama-lama berdiam di bawah terpaan udara dari musim panas. Meskipun jati dirinya seorang Dewi Matahari, namun kekuatan Atlanna sebagai Dewi Musim Dingin lebih mendominasi.

Langit mendatangi anak-anak yang duduk rapi di kursi masing-masing. Mereka makan dengan fokus tanpa banyak bicara. Titania duduk di samping Gallan, dan di hadapan mereka ada Amberley bersebelahan dengan Zae.

"Makan apa, nih?" Langit menatap hangat anak-anak lucu ini.

"Aku makan nasi dan sayur, Geepa!" Amberley yang pertama menjawab.

"Zae makan sayur aja, Geepa," sambar Zae.

"Gallan makan angin." Gallan tersenyum lebar sambil memamerkan sendok kecil miliknya yang dinodai nasi campur sayur.

Langit terkekeh mendengar jawaban Gallan. Tidak heran bila anak itu berkata demikian, karena Ragas adalah ayahnya. Apapun yang berhubungan sama Ragas pasti tipe-tipenya begini.

"Tita makan apa?" Langit beralih ke cucu keduanya.

Titania menatap piring mungilnya dan merasa malu untuk menjawab. "Ikan keci, Geepa ...."

Apa yang Titania makan ialah salmon yang dipotong tipis-tipis dan dibalur keju leleh. Hampir tiap hari selalu ada menu ini untuk memenuhi nutrisinya. Ale menyebut ini adalah makanan favorit Titania.

Selesai makan, mereka menaruh alat makan ke tempat pencucian. Karena Titania terlalu kecil dan belum tinggi, ia dibantu Zae menaruh piring ke wastafel. Zae juga sebetulnya terbantu oleh tangga pendek yang memang ditaruh di dekat wastafel untuk memudahkan aktivitas anak-anak kecil seperti mereka.

Sekitar setengah jam berlalu, Bintang dan Amberley pamit pulang duluan. Alaia sebetulnya masih rindu, tetapi ia tak bisa bersikap egois karena kulit Amberley tidak boleh terlalu lama berpisah dari udara super dingin seperti salju. Air conditioner tak cukup baik untuk kesehatan kulitnya yang sensitif.

"Dadah! Aley mau pulang." Amberley melambai tangan ke semua orang di rumah ini.

Bintang menuntun Amberley keluar rumah bersama Langit dan Alaia yang ikut mengantar sampai depan. Alaia mengambil kesempatan untuk memeluk cucu pertamanya lebih lama dan menghirup aroma khas tubuhnya. Begitu juga yang Langit lakukan terhadap Amberley.

"Hati-hati, Bi." Langit berpesan.

"Aku dan Langit pasti ke sana," tutur Alaia. Ia merindukan Atlanna dan ingin segera bertemu lagi.

ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang