18. Feo Cuma Cemburu

Start from the beginning
                                    

"Morfeo apain kamu?" tanya Casvian masih dengan pembawaan yang tenang.

"Bang Feo bentak Riel, dia juga marah-marah enggak jelas tadi. Padahal Riel cuma ajak Bang Feo ngorbol soalnya cuma dia yang enggak ada kerjaan hari ini."

Azriel pun mulai menceritakan perlakuan Morfeo padanya dari awal hingga ia memutuskan untuk keluar dari kamar. Kening Casvian mengerut sepanjang mendengar cerita Azriel, ia sendiri merasa heran dengan perubahan sikap adiknya itu.

"Udah, jangan nangis lagi. Mungkin Morfeo cuma lagi ada masalah di sekolahnya atau di basket, makanya dia kebawa emosi sampe ke rumah. Jangan diganggu dulu sekarang," nasihat Casvian saat tangis Azriel mulai mereda.

Kepala Azriel mengangguk kecil seraya meringkuk di atas sofa.

"Sana ambil es krim atau camilan kesukaan kamu di dapur. Habis itu kamu main game atau nonton yang tenang, Abang mau kerja tugas dulu. Sisa sedikit ini," titah Casvian.

----

Riona mengetuk pintu kamar Morfeo beberapa kali. Ia sudah mendengar kejadian siang ini antara Azriel dan Morfeo dari Casvian dan menurut Riona, ia harus untuk ikut turun tangan. Ia tak ingin ada perpecahan atau keretakan dalam hubungan keempat saudara itu.

"Mama boleh masuk enggak, Nak?" tanya Riona sedikit berteriak.

Ia tak ingin langsung menyelonong masuk, walaupun Morfeo sendiri adalah putranya. Namun, ia menghargai privasi keempat anaknya dan bagi Riona, kamar juga bagian dari privasi mereka.

"Masuk aja, Ma," balas Morfeo dari dalam kamar.

Riona pun memutar kenop pintu dan membuka pintu kayu itu, udara sejuk dari pendingin ruangan langsung menyapa kulit Riona kala memasuki kamar.

Sebelum benar-benar masuk, Riona tak lupa menutup kembali pintu kamar Morfeo. Ia lalu berjalan menghampiri putra keduanya dan duduk di pinggir ranjang Morfeo dengan senyum hangat.

"Kamu lagi sibuk, ya?" tanya Riona lembut.

Ia mengelus surai rambut Morfeo yang berantakan, membuat Morfeo merasa kenyamanan dari kasih sayang sang ibu.

"Mama dengar tadi siang kamu berantem sama Riel, kenapa? Riel gangguin kamu, ya?" tanya Riona seraya terkekeh kecil.

Riona menggiring Morfeo untuk merebahkan tubuh di atas ranjang, ia menjadikan pahanya sebagai bantalan bagi kepala Morfeo dengan tangan yang tak berhenti mengelus kepala Morfeo.

"Coba cerita sama Mama, kamu kenapa? Ada sesuatu yang bikin kamu enggak nyaman? Kalau memang ada coba bagi ke Mama, biar Mama maupun yang lain bisa introspeksi diri," ucap Riona lagi.

Morfeo menatap wajah sang ibu yang tak kunjung menua termakan usia itu, wajah dewasa Riona dengan pembawaan tenang dan lembut.

"Feo enggak marah sama Riel, Feo juga enggak ada masalah sama Mama ataupun yang lainnya," ucap Morfeo akhirnya angkat bicara.

"Terus kenapa tadi bentak adiknya?" pancing Riona tanpa emosi sedikit pun.

Belajar dari kesalahan masa lalu, Riona kini banyak belajar dari buku-buku parenting dan video psikolog anak. Ia seolah memulai semuanya dari nol agar bisa memahami anak-anaknya dan membuat mereka merasa nyaman setiap dekat dengannya.

"Feo... cuma cemburu," cicit Morfeo malu-malu. "Feo cemburu karena Mama selalu dekat sama Riel dan Kiel doang, Mama selalu manjain Riel sama Kiel doang. Semua perhatian Mama seolah-olah diambil sama Riel dan Feo enggak pernah punya kesempatan buat manja-manja juga sama Mama."

Morfeo mengembuskan napas kecil.

"Bang Vian disayang karena anak pertama, Kiel sama Riel dimanja karena anak bungsu. Aku? Aku anak tengah, apa enggak pantas disayang dan dimanja juga?" ucap Morfeo polos.

Riona tersenyum. Tak bisa dihindari, setiap keluarga yang memiliki banyak anak pasti akan mengalami fase ini. Di mana salah satu atau beberapa anaknya merasa cemburu satu sama lain.

"Nak, Mama sama Papa itu sayang banget sama kalian semua. Kami sayang kalian sama rata, enggak ada yang lebih banyak ataupun lebih sedikit. Mau kamu anak sulung, tengah atau bungsu pun Mama sama Papa bakal tetap sayang kamu," jelas Riona. "Namun, sebesar apapun usaha kami untuk bisa adil, kami tetap manusia biasa."

Morfeo dengan setia mendengarkan ucapan sekaligus penjelasan dari Riona.

"Manusia biasa pun bisa berbuat salah tanpa mereka sadari, jadi Mama dan Papa mohon maaf karena membuat kamu merasa dibedakan dari Azriel dan Zadkiel. Ke depannya Mama bakal lebih perhatiin kamu dan yang lain, oke?"

Kepala Morfeo mengangguk dengan sendirinya, tak lupa kedua sudut bibirnya yang tertarik dengan sendiri membentuk lengkungan indah.

"Kalau Mama sama Papa buat salah atau sesuatu yang bikin kamu merasa enggak nyaman, kamu bilang, ya? Jangan malah melampiaskan amarah kamu ke adik. Tadi Riel sampai nangis loh, dia sedih karena abangnya ini marah sama dia," ucap Riona seraya mencubit pelan hidung mancung Morfeo.

Mata Morfeo membulat terkejut. "Riel nangis?" tanyanya memastikan.

"Iya. Sana gih minta maaf sama adiknya. Kalian ini saudara, kalau suatu hari Mama dan Papa meninggal, kalian hanya memiliki satu sama lain. Jadi, kalian pun harus saling menjaga satu sama lain dan jangan sampai merusak hubungan kalian, ya?" ucap Riona asal.

"Mama ngomong apa sih, ngawur. Udah ah, Feo mau turun samperin Riel."

Riona hanya tersenyum sembari menggelengkan kepala melihat tingkah putra-putranya.

----

To be continued...

HAI BESTIE! KALIAN APA KABAR?

Kalian Tim Sulung, Tengah atau Bungsu nih? Atau malah Tunggal?

YUK SPAM NEXT DI SINI!!

Be a Good Mother [Terbit]Where stories live. Discover now