42. ODETTA

3.8K 999 39
                                    

"Ayah pulang!"

Antusiasme yang Seda bawa meluntur saat melihat ruang makan di rumahnya terlihat cukup penuh. Semua orang menunggu reaksi seperti apa yang akan Seda tunjukkan. Ini pasti sangat mengejutkan bagi Seda yang sudah merindukan putrinya gembul untuk pulang. Mungkin, antara kebahagiaan dan terkejut melebur menjadi satu hingga Seda tidak bisa berkata apa-apa begitu Odet memutar duduknya hingga mereka saling berpandangan. 

Dastari yang lebih dulu berinisiatif menyambut ayahnta dengan pelukan supaya sang kakak mengikuti gerakannya. 

"Ayah bawa oleh-oleh buat aku, nggak?" tanya Dastari membuat pria itu menunduk menatap putri keduanya yang memang lebih dewasa ketimbang putri pertamanya. Entah bagaimana kadar kedewasaan Odet dan Dastari berbeda. Mungkin karena dulu Seda begitu memanjakan dan menyayangi Odet. Anak kesayangan pertama yang membuat Seda kalang kabut jika terjadi sesuatu pada Odet sekecil apa pun.

"Ayah ... ya, ayah bawa." Kemampuan bicara pria itu seolah pergi entah kemana. Dia tidak bisa bicara dengan benar. 

"Oke, nanti aku buka oleh-olehnya. Aku mau keliling sepedaan dulu, ya." Dastari mencium pipi ayahnya dan tahu lebih baik dia keliling dengan sepedanya ketimbang menjadi pihak yang menyaksikan drama antara Seda dan Odet. 

Bima mendorong kursinya dan menjauh dari ruang makan itu. Tak mau mengganggu waktu yang dibutuhkan ayah dan anak itu. Tanpa banyak berkata, Odessa berdiri dan mencium kepala putrinya dan menepuk bahu suaminya sebelum membiarkan keduanya menyelesaikan masalah.

"Ayah ..." Odet tidak bisa mengeluarkan suara tenang, suaranya serak karena sudah ada dorongan menangis saat melihat ayahnya di sini. "Ayah ... maafin Odet." 

Tak menunggu lama, Seda mendekati putrinya, tidak melepaskan tatapannya sedikitpun dari Odet dan akhirnya berdiri di dekat anak perempuannya itu. Tidak ada satu kata yang keluar dari bibir Seda dan itu membuat Odet semakin takut dengan balasan dari sang ayah. 

"Odet udah bikin ayah kecewa, maafin anak ayah yang nggak tahu diri ini. Anak ini yang bikin ayah nyiksa diri ayah sendiri. Maafin Odet, Yah."

Tangisan itu luruh dengan sengguk yang menyiksa diri Seda. Pandangan pria itu sengaja dilarikan ke langit-langit rumah sebelum memberikan aba-aba pada Odet. "Berdiri." 

Odet tak tahu apa yang akan ayahnya lakukan. Mungkin kali ini Odet akan kembali diusir oleh ayahnya itu. Dengan pasrah, Odet berdiri dari tempatnya. Tak berani menatap ayahnya yang mungkin saja memasang wajah penuh kekecewaan. Odet malu untuk mendapati raut itu dari sang ayah. Menjadi alasan mengapa sang ayah pergi menyibukkan diri di luar kota tanpa mau menghabiskan waktu lama di rumah hanya karena Odet yang tak ada di sana. Rasa bersalah semakin membumbung tinggi tak kala alimat Seda masuk ke dalam gendang telinganya. 

"Harusnya kamu nggak pulang ..." ODet tahu kesempatannya untuk membuat kebahagiaan pada ayahnya kembali sangat mustahil, "jangan pulang lebih dulu. Harusnya ayah yang datang ke kamu dan mengajak kamu pulang karena putri ayah. Harusnya ayah yang datang dan menuntun kamu."

Odet mengeluarkan suaranya ketika tangisannya semakin besar, itu berarti ada kelegaan yang Odet rasakan. Pelukan kuat langsung Odet rasakan dan dada sang ayah berguna sekali untuk meredam tangisannya yang masih seperti dirinya di masa kecil. "Ayahhhh."

Erat Odet membalas pelukan Seda, mengeluarkan semua emosinya dan tak bisa melepaskan tubuh ayahnya jika belum tenang. 

"Maafin Odet, Yah. Maafin Odet."

"Iya. Ayah nggak bisa maafin diri ayah sendiri kalo ayah masih marah sama kamu."

Inilah sosok Seda Dactari, pria yang tidak memiliki dendam dengan siapa pun meski memiliki masalah. Semoga saja ayahnya tidak akan membenci pihak mana pun setelah semua ini.

*

 Odetta tidak lagi membuat terkejut ketika akhirnya tertidur ketika suara tangisannya mereda. Seda, Odessa, dan Bima sudah menghafal kebiasaan peempuan itu. Ketika Odet kelelahan karena mengeluarkan banyak emosi dengan tangisannya, disitulah dia akan tertidur tanpa mengerti situasi dan kondisinya. Kebiasaan itu seperti sebuah sistem di bawah alam sadar Odet untuk menenangkan dirinya sendiri. Sama seperti mekanisme pertahanan diri, kurang lebih begitulah cara kerjanya. 

"Anak ini ketiduran, Bim." 

Bima langsung bergerak cepat untuk membantu Seda. "Biar saya yang bawa aja, Om." Seda menyetujui saran Bima dan menyerahkan putrinya pada Bima. 

Bukan karena tubuh Odet yang sangat berat atau besar, tapi tenaga Seda yang memang sudah berkurang banyak. Dirinya tak sekuat saat masih muda, apalagi memiliki Odetta juga bukan diusia dua puluhan akhir, melainkan hampir usia empat puluh. 

Odet dibaringkan di sofa bed karena tak mungkin Bima membawa Odet naik ke kamarnya. Sekuat-kuatnya Bima, pasti nantinya malah menimbulkan masalah jika menggendong Odet yang tidur untuk ke kamarnya yang ada di lantai dua. 

"Saya kira Om bakalan pulang lebih lama." Bima mengajak bicara Seda yang diambilkan minum oleh istrinya. 

"Pengen pulang aja. Kayak ada yang ngarepin pulang soalnya, beneran aja kalian ada di sini."

Odessa mencibir dengan jelas. "Bilang aja kalo kangen rumah!"

Bima tersenyum melihat interaksi keduanya. Seda itu sudah seperti sosok ayahnya, Bima sangat menghormati pria itu karena Bima sudah kehilangan sosok ayah kandungnya. 

"Om, karena masalah antara Om dan Odet sepertinya sudah teratasi. Saya bakalan bawa mama untuk melamar secara resmi dalam waktu dekat. Gimana tanggapan, Om?" tanya Bima langsung pada poin utama.

Seda menganggukan kepala. "Sudah kamu bicarakan dengan Odet?"

"Sudah, Om. Odet mau menikah dengan saya, dia sudah putus dari Anggada Prabu."

"Kalau begitu nggak ada masalah lagi. Om yakin kalian juga udah kebelet nikah. Daripada makin melakukan hal yang aneh-aneh, lebih baik menikah, kan? Saya setuju, Bimaskara."

Akhirnya. Bima tidak akan menunda lagi, dia akan segera melamar Odet dan menikahi perempuan itu. 

[Bab 48 dan 49 udah ada di KK, ya. Happy reading 💜]

ODETTA [TAMAT]Onde histórias criam vida. Descubra agora