Chapter 12; Kisah dalam sebuah rumah (Last)

15 4 2
                                    

Peter hanya punya Alice dalam hidupnya. Sejak sebuah kecelakaan yang merenggut nyawa Ayah dan Ibunya, Peter dan Alice hanya memiliki satu sama lain. Peter yang berdiri di samping Alice sangat gadis itu mendapatkan penghargaan siswa terbaik. Peter juga yang membelikannya obat pereda nyeri saat Alice mendapatkan menstruasi pertamanya. Bagi Peter, Alice dan Emma adalah pusat dunianya dan Peter akan melakukan segalanya untuk kedua wanita itu.

"Kakiku bisa berubah menjadi kayu jika kau tak juga masuk ke dalam," cibir Eleanor. Sudah hampir dua jam keduanya berdiri di belakang sebuah pohon besar. Peter mengintip ke dalam rumahnya berkali-kali untuk memastika seseorang yang ada di dalamnya.

Lelaki itu masih saja dilanda bimbang setelah teriakan keras yang ia suarakan di Sungai pagi tadi. "Bagaimana jika Emma dan Alice terkejut mendengar apa yang akan aku katakan?" Eleanor memijat dahinya sebentar lalu melayangkan sebuah pukulan keras di bahu Peter sambil menjerit tertahan.

"Memangnya apa yang kau harapkan bodoh? Emma akan tertawa lepas setelah mendengar bahwa ia menikahi Emenos?" Eleanor melipat tangannya bersama hembusan napas kesal dari sela bibirnya. Gadis itu ikut dibuat gila karena rasa bimbang Peter.

"Baiklah! Kau ini selalu saja bicara seenaknya. Seperti kekasih yang cemburu melihat prianya menemui wanita lain saja," jelas Peter. Lelaki itu merapikan bajunya sebentar sebelum sebuah pukulan yang lebih keras mendarat ke pinggangnya.

Peter menoleh ke arah si penyerang. Matanya menyipit bingung dan menuntut sebuah alasan. Eleanor menghela napas lagi lalu berkata, "Apa terkubur di antara daun kering membuat otakmu rusak?" Peter ikut mengernyit heran, tangannya tanpa sadar meraba rumbutnya selagi menunggu lanjutan pernyataan Eleanor. "Bisa-bisanya mengatakan hal tak masuk akal itu saat kau mati-matian kemari untuk menemui kekasihmu."

"Ya, karena aku tahu itu tidak masuk akal. Makanya, aku mengatakan itu padamu," sambung Peter cepat. Lelaki itu mengangkat kedua bahunya serentak lalu tersenyum remeh.

"Kau pikir wanita seperti apa aku ini ...." Eleanor menggeram. Tangannya mengepal dengan erat. Matanya menatap nyalang pada Peter yang kini kembali mengintip ke dalam rumah. Kemudian, sebelum Eleanor sempat memberikan pelajaran pada Peter lelaki itu berkata lagi, "Lagi pula, kau tidak akan jatuh hati denganku hanya karena itu 'kan?"

"Sialan kau Peter!"

"Kakak?" Seorang gadis cantik mengintrupsi kegiatan keduanya. Gadis itu terlihat mengenakan baju santai dengan rambut hitam yang dibiarkan terurai. Namanya, Alice Hamilton. Seorang gadis yang akan menyelesaikan pendidikannya tahun depan. Gadis itu perlahan mendekat ke arah Peter dan Eleanor.

Matanya mendelik, menatap lekat pada Eleanor yang memasang wajah datar. Sedangkan Peter, Alice tidak menatap lelaki itu sedikitpun. "Kenapa kau pulang bekerja cepat sekali? Dan siapa gadis tengik ini?" tanya Alice.

"Alice, kita perlu bicara." Peter menarik tangan adiknya untuk menjauh sambil satu tangannya yang lain menarik Eleanor untuk ikut bersama mereka.

Alice bergerak lebih cepat darinya. Gadis bersurai hitam itu menghempaskan tangan Eleanor dari genggaman kakaknya. Alice mengangkat kepalanya pongah dan tersenyum remeh pada Eleanor yang mulai terbakar emosi. "Bicara di rumah kita saja, Kak. Rumah, kan, diciptakan untuk keluarga."

"Sebentar lagi istrimu pulang. Jadi, sebaiknya hanya keluarga yang ikut ke rumah." Alice kembali mendelik ke arah Eleanor yang wajahnya kian memerah. Kedua gadis itu saling menyimpan geram dalam kepalan tangannya yang semakin kuat.

Eleanor menarik sudut bibirnya. Ia miringkan kepalanya yang mengeluarkan bunyi lalu melakukan hal yang sama ke sisi yang berlawanan. Sabarnya sudah usai. Bahkan genggaman tangan Peter tidak dapat menahannya untuk meraih rambut panjang Alice. "Sialan Kau!"

Peter segera melerai pertikaian itu sebelum bertambah ricuh. Tubuhnya berdiri di antara Alice dan Eleanor sambil berteriak, "Alice! Saat ini kau tinggal dengan Emenos!"

"Emenos? Kau ini bicara apa, Pete? Aku tinggal bersamamu dan Emma." Gadis itu terkekeh pelan. Namun, ketika tak mendapati raut yang sama di wajah sang kakak, Alice kembali memucat. Bibirnya bergetar saat ingin menuntut sebuah penjelasan.

"Laki-laki itu bukan aku. Dia adalah Emenos."

Alice melemas seketika. Tangannya luruh dari genggaman Peter yang mengencang. Mata gadis itu berkaca-kaca hingga tak sadar beberapa bulir membasahi pipinya. "Permainan apa yang sedang kau mainkan, Pete? Apa yang kau maksud dengan Emenos?"

"Dengar aku, Alice. Dia, pria yang menikahi Emma adalah sosok lain dari diriku yang bangkit tanpa kusadari. Kau mungkin menganggapku gila, tapi ini semua benar. Dia hidup dengan sendirinya saat aku merasa frustasi dengan keadaanku di medan perang. Dia hidup atas ambisiku."

Alice menghempaskan tangan Peter yang berusaha merangkul pundaknya. Gadis itu menatap nyalang Peter dan Eleanor. Napas gadis itu terengah-engah, air liurnya ia telan dengan susah payah setelah melihat Peter yang tak bereaksi. "Apa gadis ini mempengaruhimu?"

"Gila!"

Eleanor mendorong bahu Alice hingga gadis itu terjatuh ke tanah. "Kakakmu itu berusaha tetap hidup di antara tumpukan daun kering! Dan kau meragukannya seperti itu?" Peter memeluk tubuh kecil Eleanor yang memekik. Kemudian, setelah gadis itu tenang, Peter berjongkok di samping adiknya.

"Dengar Alice. Kau tahu, bahwa kau adalah pusat duniaku. Aku tak pernah berbohong soal apapun kepadamu 'kan? Lelaki itu bukan Peter Hamilton yang asli. Dia hanya makhluk entah berantah yang berlagak sepertiku."

Alice kembali menggeleng tak percaya. "Alice! Lihat mataku!" Peter menahan wajah adiknya yang menggeleng sejak tadi. Gadis itu terdiam dan mengikuti perintah dari kakaknya. "Kau bisa lihat rasa sayangku padamu 'kan? Kau bisa lihat seluruh kenangan kita bersama 'kan?" Gadis kecil yang rambutnya sudah berantakan itu mengangguk kecil. Matanya membulat sembari mengeluarkan butir air mata.

"Aku pulang!" Sebuah teriakan dari arah rumah membuat kegitanya tersentak. Alice langsung menoleh dan mendapati kakaknya yang duduk di teras rumah. Lelaki itu, kakaknya baru saja pulang mencari kayu ke hutan. "Sialan," desis Peter.

Lelaki itu ikut bangkit saat Eleanor menarik tangannya. Sebelum langkahnya lebih jauh Peter sempat berkata pada adiknya, "Lihatlah ke mata lelaki itu! Kau tidak akan mendapatkan hal yang sama dengan yang kau dapati di mataku!"


Author Note.

Hallo teman-teman sekalian, Chabysunflow di sini. Terima kasih sudah membaca kisah Emma dan Peter hingga chapter ini. Baik aku maupun Nadeean berterima kasih kepada para pembaca yang telah memberikan feedback pada work ini. 

Kabar baiknya, Peter dan Emma kini sudah bisa dipeluk dalam bentuk novel. Peter berhasil meraih juara satu dalam Event Ramenuku Novelet yang diadakan penerbit LovRinZ. Untuk pembelian diluar masa PO kami putuskan untuk menggunakan harga yang sama seperti yang tertera di flyer berikut ini.

 Untuk pembelian diluar masa PO kami putuskan untuk menggunakan harga yang sama seperti yang tertera di flyer berikut ini

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kapan pun kalian ingin memesan buku ini silahkan ketuk dm aku, atau hubungi ke nomor yang tertera.

Last.

Have a nice day <3

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 19, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EMENOSWhere stories live. Discover now