Chapter 9; find out

18 8 12
                                    

Peter berjalan mengikuti Eleanor yang berada di depannya. Tidak ada kata yang keluar selama perjalanan mereka ke rumah Tuan Arthur karena Eleanor terlihat tidak ingin diganggu dan Peter tidak ingin mengacaukan mood anak itu yang sudah kacau. saat matahari menaiki tahtanya untuk menyinari bumi dan kicauan burung camar di udara, Peter sudah bergegas untuk pergi dan memaksa Eleanor untuk mengantarkannya ke tempat Tuan Arthur. Eleanor tidak mau awalnnya mengantar Peter, perempuan itu merasa sudah terlalu banyak membantu Peter yang notabenenya orang asing. Namun ibunya ikut membujuknya, Eleanor tidak bisa untuk tidak menuruti perintah ibunya.

Sekarang mereka di sini, di depan sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu dan memancarkan aura hangat di dalamnya. Eleanor maju menuju ke depan pintu rumah itu dan Peter mengikutinya, berdiri di sebelah perempuan itu. Eleanor sejurus kemudian mengetuk pintu di depan mereka sembari memanggil

"tuan Arthur"

Tak lama pintu terbuka, terlihat seorang wanita paruh baya yang merupakan istri dari Tuan Arthur.

" Eleanor," panggil wanita itu

"selamat pagi dan maaf jika saya meganggumu nyonya." Eleanor benar benar sungkan saat ini. Mengetuk pintu rumah sebuah keluarga di pagi hari? Gila sekali rasanya. Jika bukan karena titah ibunya, malas sekali dia.

" ohh tidak apa apa nak, ada perlu apa?. Sepertinya terlihat darurat hingga kalian datang sepagi ini," Ucap Nyonya Arthur dengan suara lembut yang diakhiri tawa kecil. Wanita ini begitu ramah

"kami ingin bertemu Tuan Arthur Nyonya, apakah beliau ada?," jawab Eleanor

Wanita itu tersenyum sebelum menjawab

"ada, biar aku panggilkan. Kalian masuklah dan duduk." Nyonya Arthur pun masuk lebih dalam ke rumahnya untuk memanggil suaminya. Eleanor dan Peter pun masuk ke rumah itu dan menuju ke arah kursi yang ada di sana lalu mendudukinya.

Mata Peter mengobservasi rumah tersebut. Perapian tepat berada di sebelahnya, memancarkan kehangatan di tengah udara musing gugur.

"mereka satu-satunya keluarga baik di desa ini," ucap Eleanor memecahkan keheningan.

"Tuan Arthur itu teman ibuku, sedari kecil. Maka dari itu aku bisa beramah-tamah dengan mereka karena kami cukup dekat," lanjutnya lagi. Peter hanya terdiam menyimak.

Tak lama pria dewasa dengan tubuh tinggi dan besar muncul di hadapan mereka, janggut pirang yang lumayan panjang itu membuatnya semakin terlihat "menyeramkan".

"apa kabar mu dan ibumu Eleanor?," sapa pria itu, Tuan Arthur sembari mengambil duduk di kursi yang berada di depan Eleanor.

"Saya baik Tuan begitu pula dengan ibu. Anda bagaimana?,"

"aku baik. Namun yah kau tau, sebagai orang yang sudah tua aku sedikit merasakan sakit di bagian sini." Tuan Arthur berkata sambil memegang bagian pinggangnya dan terkekeh oleh perkataannya sendiri.

"omong-omong Tuan, Perkenalkan orang di sebelah saya ini. Namanya Peter Hamilton dan dia berasal dari desa Selatan." Peter tersenyum kepada Tuan Arthur saat dirinya di perkenalkan oleh Eleanor.

Wajah Tuan Arthur cukup terkejut mendengar tempat asal Peter

"desa Selatan?. Pantas saja aku merasa asing saat melihat wajahmu, nak. Apa yang membuatmu hingga bisa sampai di tempat ini?." Suara Tuan Arthur terdengar penasaran. Nyonya Arthur datang dengan tiga gelas the melati, mempersilahkan mereka untuk minum. Eleanor dan Peter berbisik terima kasih .

"saya diminta oleh seorang Jendral untuk menangkap para pemberontak Tuan. Saya mengikuti seorang pemberontak hingga masuk kedalam hutan Tenggara. Namun saat saya masih di dalam hutan, Saya diserang oleh tiga orang pemberontak. Saya pingsan, saya dibawa oleh mereka. Saya sempat terbangun dan cukup sadar untuk mengetahui bahwa saya disekap. Saya ditimbun oleh tumpukan daun gugur Tuan. Semalaman saya dalam kondisi terikat dan ditimbun Hingga esoknya Eleanor datang dan menolong saya," jelas Peter. Tuan Arthur mengangguk paham

"aku turut senang kau selamat dan sekarang kau mengetahui soal desa terpencil ini kan? hahaha. Namun, apa yang membuat kalian menemui ku nak?"

"begini Tuan. saya mencoba menangkap dan mengejar pemberontak karena syarat dari Jendral yang mana ayah dari kekasih saya. Beliau berjanji jika saya berhasil menangkap pemberontak saya akan dinikahkan dengan anaknya. Namun..." Peter merasa seperti ada batu yang mengganjal tenggorokannya, dia merasa tak sanggup menceritakan hal yang membuat hati serta logikanya sakit

"namun saat kami sampai disana kekasih Peter sedang menjalankan prosesi pernikahan dengan orang lain. Dan hal yang paling tidak masuk akal adalah orang yang menikahi kekasih Peter memiliki wujud fisik yang sama persis dengan Peter sedangkan Peter tidak memiliki kembaran. Kami kembali kesini dan memberi tau ibu soal hal ini dan beliau menyuruh kami untuk menemui anda Tuan." Eleanor mengambil alih menjelaskan tragedi, Tuan Arthur kembali terlihat kaget. Namun sejurus kemudian ekspresi kaget tersebut berubah menjadi ekspresi paham, dia sedikit mengangguk anggukkan kepalanya.

"Emenos," ucap Tuan Arthur, Peter dan Eleanor hanya mengernyit bingung mendengar nama asing yang keluar dari bibir Tuan Arthur

"makhluk itu, yang menikahi kekasih Peter bernama Emenos. Aku pernah berada di posisi Peter saat berusaha membuat ayahku bangga dengan menjadi pemburu handal saat aku remaja namun aku berakhir hampir mati oleh panah orang lain. Emenos, makhluk yang tercipta dari keinginan kuat seseorang dalam mencapai sesuatu tapi seseorang itu tidak bisa mewujudkan keinginannya saat tengah berjuang. Entah dalam keadaan sekarat maupun mati, maka Emenos lah yang mengambil peran untuk menggantikan" Suara Tuan Arthur begitu serius saat menjelaskan

Seketika Peter ingat malam itu. malam yang amat dingin yang membuatnya hampir hipotermia. Musim gugur di kaki gunung, pakaian yang tak cukup tebal, terikat dan terbaring lemas dibawah tumpukan daun. Peter pikir ia akan mati secepat sapuan angin malam. Namun bibirnya tak henti hentinya menyebut nama kekasihnya Emma dan Alice adiknya. Peter berbisik dengan lemah mengatakan bahwa dia tak boleh mati, dia harus menikahi Emma dan menjaga Alice. Peter memaksa untuk tetap sadar hingga dia jatuh tertidur karena kelelahan tapi keinginannya untuk tetap hidup dan menikahi Emma masih sama membara hingga merasukinya ke dunia mimpi.

"mereka memiliki perasaan seperti manusia namun mereka sama sekali bukan manusia. Mereka hanya wujud kuat dari keinginan. Mereka memiliki semua yang dimiliki oleh orang yang asli, dari segi fisik hingga ingatan. Bahkan mereka tidak sadar bahwa mereka bukanlah manusia, bukanlah diri mereka yang sebenarnya," sambung Tuan Arthur kembali

"sial," umpat Peter berbisik

"namun tetap ada yang membedakan antara manusia yang asli dan Emenosnya. Dan hal ini cukup sulit diketahui. Hanya orang yang benar-benar kenal dekat dan tau segalanya tentangmu yang bisa membedakannya. Emenos, mereka memiliki tatapan mata lebih tajam dari si orang asli, penuh dengan keinginan yang membara. Penuh desire, dan juga mereka lebih keras dalam hal menginginkan sesuatu, bisa dibilang keinginan mereka tak dapat dibantah. Mereka akan melakukan hal apa saja agar keinginannya terwujud"

"bagaimana cara memusnahkan mereka Tuan? Aku harus kembali dan melajnutkan hidup dan takdirku yang sebenarnya," ucap Peter dengan nada penuh tekad yang kental. Tekadnya untuk merebut kebali posisinya.

"kau memang harus kembali, nak. Kau tidak boleh membiarkannya menggantikan dirimu. Aku bisa memberitahumu bagaimana untuk memusnahkan makhluk itu. Namun sayangnya aku tidak bisa memberitahunya sekarang, nak. Maaf sekali karena aku harus pergi memancing ikan sekarang. Kalian bisa datang lagi esok pagi." Peter dan Eleanor mengangguk patuh dan mengikuti Tuan Arthur yang bangkit dari duduknya kemudian menuju pintu yang terbuka untuk keluar.

"terima kasih Tuan," ucap Peter dan Eleanor

"yaa sama-sama," balas Tuan Arthur dengan ramah 


Nadeean

02122021

EMENOSWhere stories live. Discover now