Chapter 5; Chronology

11 8 1
                                    

Di bawah atap kayu yang hangat, di atas ranjang yang keras Peter duduk. Emma dan Alice duduk di masing-masing sisi ranjang, saling bersebrangan dan menghadap Peter. Peter dengan luka-lukanya yang sudah di perban sedang makan sup ikan buatan Alice dengan disuapi Emma. Setelah selesai makan mereka bertiga mulai berbincang ditemani dengan segelas air jahe hangat di tangan masing-masing untuk menghangatkan tubuh dari udara musim gugur yang cukup dingin. Peter ditanyai oleh adik dan kekasihnya mengenai luka-luka mana saja yang masih sakit. Belum ada dari Emma atau Alice yang bertanya bagaimana Peter bisa kembali. Emma rasa sekarang adalah waktu yang tepat untuk bertanya mengenai hal itu, karena bagaimanapun orang yang sekarang sedang menyesap air jahenya pernah dikabarkan hilang.

"Umm ... Pete." Emma memangil Peter dengan sedikit bergumam. Peter menoleh kearah Emma dan menatap kekasihnya itu tepat di mata. Emma yang melihat mata Peter menatap matanya intens menjadi berdebar, tiba-tiba merasa gugup. Namun, setelahnya Emma melanjutkan perkataannya.

"Boleh aku bertanya?"

"Tanya apa Em?" balas Peter

"ummm ... bagaimana cara kau bisa kembali lagi? Kau tahu? Dad sempat bilang padaku kau tidak kembali ke perkemahan dan saat dicari kau tidak ditemukan." Emma berbicara dengan nada pelan, takut jika kata-katanya menyinggung Peter. Peter terdiam sejenak, menunduk sebentar lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum. Isyarat bahwa ia bisa menceritakan semuanya.

"Aku sampai ke hutan bagian Tenggara." Ucapan Peter membuat Emma dan Alice tersentak. Hutan bagian Tenggara merupakan hutan yang paling lebat dan yang paling dekat ke gunung. Jarang sekali orang pergi kesana karena selain lebat, tidak ada oaring yang tahu makhluk apa aja yang ada di sana. Disana bisa saja ada binatang buas dan besar karena di hutan bagian selatan pun yang merupakan rute umum menuju danau dan menjadi hutan yang biasa dilewati masih terdapat jejak-jejak serigala disana. Entah bagaimana Peter bisa kembali ke desa, itulah yang ingin Emma dan Alice ketahui.

"Perkemahan prajurit berada hampir di ujung hutan selatan. Dekat dengan perbatasan dan hampir dekat juga dengan kaki gunung. Saat itu sore dimana kami baru sampai di perkemahan, seorang prajurit menangkap seorang pemberontak di dekat perkemahan. Dia membawa pistol. Disuruh oleh seseorang untuk menembak salah satu dari kami. Mungkin sebagai upaya pengalihan agar mereka bisa dengan aman menyeberangi danau menuju hutan selatan sebrang, hutan desa kita. Karena pemberontak itu gagal sebab salah tiga dari kami yang patrol menangkapnya. Kami diperintahkan untuk mencari pemberontak yang lain yang akan segera menjalankan aksinya" Emma dan Alice Menyimak dengan seksama. Peter menatap ke depan seperti mengingat-ingat tiap detail kejadian yang dia alami.

"Kami berpencar. Aku pergi ke arah kaki gunung karena sempat melihat sekelebat bayangan orang berlari, aku mengejarnya. Aku melewati hutan dengan celah jalan yang sempit. Pohon-pohon disana benar-benar rapat. Aku terus berjalan bahkan menyebrangi kubangan air yang cukup dalam sampai ke pinggang. Ambisiku saat itu begitu kuat untuk menangkap satu pemberontak itu. Aku bahkan sempat terjatuh tersandung akar." Peter mengangkat kaki kirinya sedikit guna mengalihkan pandangan Emma dan alice ke arah bagian mata kaki yang diperban itu.

"Kenapa kau begitu yakin pemberontak itu melewati jalan yang kau lewati? Seingatku dulu father pernah bilang untuk tidak pergi ke hutan sembarangan," sambar Alice dengan nada kesal dan alis yang menukik sedetik setelah ia melihat kaki kakaknya. Peter sedikit tertawa gemas melihat ekspresi adiknya.

"Aku melihat jejak kaki yang jelas, Alice. Kakakmu ini tidak mungkin sebodoh itu untuk mengambil keputusan di luar kepala," terang Peter pada adiknya

"Tapi kau menerima persyaratan Tuan Charlotte. Jika bukan bodoh apa itu namanya?" sambar Alice kembali dengan nada yang lebih kesal. Emma meringis dan Peter mengabaikan ucapan adiknya kemudian melanjutkan ceritanya

"Setelah mungkin satu jam lamanya aku berjalan, aku sampai di tempat yang cukup lapang. Pohon-pohon disana tidak sedekat pohon-pohon di jalan yang aku lewati sebelumnya. Lebih seperti hutan selatan namun dengan pohon-pohon yang lebih tinggi dan tua. Disana juga aku melihat sungai yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku berdiri. Aku mengamati keadaan sekitar sejenak dan aku menyadari bahwa jejak-jejak kaki itu hilang disana, tanah dan daun-daun gugur seperti berantakan karena diacak. Detik dimana aku menyadari jejak kaki yang hilang aku merasa ada benda keras yang menikam kepala bagian belakangku. Saat aku berbalik, aku melihat seorang pria dengan sebatang kayu sebesar lengan di tangannya. Sakit sekali sampai rasanya aku hampir tumbang." Emma dan Alice mengeluarkan ekspresi khawatir saat mendengar bagian Peter dipukul oleh seseorang. Namun peter memberikan mereka senyuman sebagai bukti bahwa dia sekarang sudah baik-baik saja.

"Dengan sigap aku menjauh karena sekilas pria itu mau memukulku lagi. Secepat mungkin aku ambil belatiku yang aku simpan di kantong celana dan menodong kan belati itu kehadapan pria itu. saat itu aku sedikit masih tidak fokus karena rasa pening di kepalaku. Tiba-tiba pria itu memegang tanganku dan menjegal kakiku hingga aku terjatuh. Aku masih megenggam erat belatiku dan pria itu berusaha merebutnya. Pria itu memukul perutku, sakit sekali dan itu membuat peganganku pada belati melemah. Ia mengambilnya dan ingin menusuk perutku namun dengan sigap aku tepis tangannya dan yeahh luka goresan besar di perutku pun tercipta. Aku bangkit dan serius itu sakit sekali Em, Alice, aku sempoyongan sekali dan setiap serangan yang pria itu beri aku cuma bisa menepis. Sebisa mungkin menghindari belati itu menusuk bagian tubuhku alhasil aku tergores-gores begini. Entah kenapa saat itu aku langsung teringat kalian, dan aku mengingat janjiku untuk pulang. Setelah beberapa kali menghindar aku nekat melawan, beruntung ada batu cukup besar di didekatku, aku mengambilnya dan menghantamkan batu itu ke tangan pria itu saat ia melayangkan belati kearahku. Belati itu pun terlempar ketanah, dengan cepat kuabil dan kugenggam erat. Aku berusaha untuk menikamnya namun dia cukup kuat. Kami sama-sama tergores. Pria itu sama sekali tak menghindar dan malah memilih menyerang dengan tangan kosong. Sampai aku dengan nekat menghantamkan tubuhku padanya dan menikamnya tepat dirusuknya, dia melemas. Dia dan aku terjatuh ketanah, cengjramannya di bahuku pun melemah. Aku sempat syok karena aku pikir aku baru saja membunuh seseorang. Namun melihat ia masih bernafas aku menusuknya sekali lagi di perutnya dan dia jatuh tidak sadar. Aku tidak tahu dia mati atau tidak aku langsung pergi. Aku berjalan terus menuju sungai dan mengikuti arus sungai itu. Aku berhenti saat luka-lukaku terasa sakit dan aku mulai merasa lapar. Aku membasuh luka-lukaku dengan air sungai dan mengikat luka yang diperut dengan kain baju yang kusobek. Setelah itu aku memakan bekalku yang kubawa di tas walau rasanya tidak enak lagi. Tidak lama aku memilih tidur untuk menambah tenaga. Dingin sekali rasanya tubuhku seperti beku. Mungkin sekitar empat jam aku tertidur aku memilih beranjak untuk mencoba pulang, aku berjalan berlawanan arah arus sungai menuju tempat saat aku bertarung. Sampai disana aku tidak melihat pria yang melawanku tadi. Mungkin diambil kawanannya atau para prajurit. Akupun kembali hanya dengan berbekal senter dan belati sebagai alat bantu dan perlindungan. Aku kembali dengan cara melihat bekas-bekas jejak kaki yang tertinggal. Memutuskan untuk langsung ke desa. Dan yah paginya aku sudah sampai disini"

"I'm sorry. Atas apa yang kau lalui," bisik Emma dengan bergetar. Ia ingin menangis lagi mendengengar fakta bahwa dia hampir saja benar-benar kehilangan Peter selamanya. Alice beranjak keluar tanpa kata. Mungkin ke kamarnya untuk menenangkan diri sendiri atas apa yang baru ia dengar. Peter melihat napas Emma yang memberat pun merengkuh wanita itu ke pelukannya, mengabaikan rasa sakit di lengannya yang tergores dan bergesekan dengan bahu Emma. Membisikkan kata-kata penenang ke wanitanya.

"Shh, Emma. Aku disini, kau tidak perlu bersedih lagi"


Nadeea

24112021

EMENOSWhere stories live. Discover now