Asa terdiam sejenak. Merenung—melihat tubuhnya yang terasa panas—nyeri. Walaupun cambukan itu sudah tidak kembali mendarat tapi semua itu meninggalkan bekas.

“Gue punya salah apa sampai lo jadi keji gini?” cicit Asa yang kemudian mendongak—menatap tajam Bara.

“Anak bodoh. Masih tanya kamu soal kesalahanmu?”

Asa terkekeh samar dengan alis dinaikkan satu. “Tentu. Bukankah seorang anak akan bertanya letak kesalahannya kepada ayahnya?”

"Tapi kenapa, sebuah pertanyaan harus dijawab dengan pemberian luka?"

“Lantas, di mana letak kesalahan gue? Sampai lo enggak kasih waktu buat gue bernapas selama sepuluh menit berlalu, BAR!”

“JAWAB!!” teriak kembali Asa.

Plak!

“Anak bodoh! Masih bicara dengan nada tinggi!”

“LO JUGA SERING PAKEK NADA TINGGI SAAT LO BICARA SAMA GUE ATAU MAMAH!!”

"Cuma Jysa yang lo lembutin!"

“Mamah mungkin sering ngebandingin gue sama Jysa. Oke fine! Bahkan mamah pernah nampar gue! Tapi mamah,” Asa menggeleng—menjeda sejenak untuk menarik napas berat yang terasa sesak dan nyeri saat akan dihembuskan. “Mamah, enggak pernah ngebunuh gue hidup-hidup kek, lo.”

“Gue paham! Gue paham kesalahan hari ini! Tanpa gue tanya gue paham apa kesalahan gue!”

“Tapi gue emang pura-pura bodoh buat bertanya. Gue masih punya harapan buat lo ngejelasin kesalahan gue, te-terus ngedekap tubuh gue yang udah dipenuhi luka dalam atau luar ini, pah …,” jelas Asa yang menerjunkan deras butiran air matanya dan mengabaikan rasa sakit pada tiap luka ditubuhnya.

“Elo sama mamah boleh ngemanjain satu anak! Tapi biarin anak mu yang lain bernafas. Sisakan oksigen di dunia untuk anakmu ini.”

“Gu-gue emang salah, bicara kasar ke mamah, gu-gue salah. Tapi kesalahan gue cuma pengen nyadarin mamah. Kalau marah gue bukan karena benci tapi karena cinta. Asa juga pengen kek kakak, pah.”

"Di manja, dicium, dipeluk. Bukan ganggang sapu ataupun sabuk papah yang ngecium tiap tubuh gue!"

Sesak dan nyeri telah beradu satu.

“Barangkali orang rumah, ngelaporin ini kepihak kepolisian, gue paling depan yang bakalan menentang dan ngelindungi papah sama mamah. Karena gue enggak mau orang tua gue direnggut terkecuali Tuhan yang ngerenggut.”

Bara meneteskan air matanya. Bagaimana putri bungsunya diluar pikirannya. Betapa dewasanya dia ketika merangkai kata manis itu.

“Bahkan jika kakak yang diskors karena ngebully gue? Gue bakalan orang pertama yang ngebakar sekolah itu. Bagaimana bisa, mereka ngerenggut masa depan kakak gue. Itu enggak adil, enggak. Enggak adil,” beo Asa samar menggeleng sembari menepis tiap air mata.

Asa menelisik setiap ruangan. Bahkan netranya bergantian melihat dari sang ibu yang menangis, saudarinya yang membuang wajah—tak ingin menatapnya, dan Bara yang terdiam seribu bahasa. “Tapi kenapa, apa yang gue lakukan selalu salah di mata kalian?”

“Gu-gue enggak tau, esok, lusa, atau pun hari-hari selanjutnya jika gue ngelakuin satu kesalahan sepele. Luka ringan apa yang gue dapet?”

“Lari kemana setelah gue ngedapet luka ini?”

“Mengadu ke siapa gue ketika orang yang gue sayangi enggak ada belas kasihan dengan tubuh gue yang kurus penuh luka ini?” termasuk Brian dan Jysa.

Selfharm?” Asa menggeleng. “Asa belum sanggup ninggalin dunia dengan penuh dosa.”

Suara gemuruh di tengah malam dengan derasan hujan mengingatkan bagaimana punggung Asa tidak bisa dikata indah. “Hujan dan petir menjadi saksi ketidakwajaran yang terjadi pada tubuh gue. Langit bahkan menangisi ini, tapi gue memohon kepada langit buat enggak mengutuk kekasih anak perempuannya. Iyah. Itu papah,” kata Asa tersenyum samar menatap Bara.

“Sehari aja biarin gue bernapas dengan tentram sambil mencicipi tiap luka ini. Gue mohon,” Asa menyatukan kedua tangannya dihadapan Bara. Melihat ke arah Kunti dan juga Jysa untuk menerima permohonannya.

“Sa,” panggil Bara dengan suara husykynya yang serak basah.

“Tidurlah dan obati lukamu.”

Asa tersenyum samar. “ Sekarang, tidur mana yang papah minta buat, Aca? Tidur mengurangi luka atau tidur selamanya?”

ฅ^•ﻌ•^ฅ
TBC.
Makasih udah mau baca sampai sini

Dan makasih buat aku sendiri❤️

ASAVELLA [TERBIT] ✓Where stories live. Discover now