11. Portal Dimensi Lain

102 4 0
                                    

Ayra masih tidak paham dengan Nisa yang terus menyeretnya entah kemana. Gadis itu hanya bisa mengatakan hal-hal aneh yang Ayra tidak paham. Ayra memberontak dan melepaskan tangan Nisa yang sedari tadi terus menariknya.

"Sebenarnya kamu mau bawa aku kemana? aku harus pulang, orang tua sama teman aku sudah nunggu aku."

"Iya kak, justru sekarang kita akan pulang."

"Kamu tuh kenapa? dari tadi ngomong sesuatu yang gak jelas."

"K-kita, kita sekarang ada dimensi lain kak." akhirnya Nisa mengatakan kebenaran itu karena Ayra yang terus keras kepala."

"Dimensi lain? maksud kamu tuh apa?"

"Jiwa kakak tuh masih hidup, masih di dunia. Kak Ayra harus kembali. Kak Ayra sekarang sedang terjebak di desa ini."

"Terjebak?"

"Ceritanya panjang, kak Ayra akan mengetahuinya nanti, yang jelas kita harus pergi dari sini sekarang!"

Ayra berpaling dan meninggalkan Nisa yang terus mengoceh padanya. Ayra berlari menuju terminal yang sudah dekat, sesampainya di sana, Ayra tidak melihat ibunya maupun Fera di tempat mereka janjian. Padahal sebelumnya, Fera mengatakan dirinya sudah tiba di terminal dan tengah menunggunya.

"Mereka tidak ada disana, mereka di tempat lain." ujar Nisa terus memberitahu

"Berhenti mengoceh di depanku!"

"Kak, kita harus pergi dari sini sebelum gerbangnya tertutup."

"Ayo kak." tarik nisa terus menerus pada tangan Ayra.

Langit mendadakan gelap, pertanda gerbang dunia nyata akan segera tertutup. Tumpahan hujan yang deras serta gemuruh langit yang terlihat marah. Ayra memandang ke langit penuh keheranan, sementara Nisa sudah sangat panik karena keduanya tidak punya banyak waktu lagi sekarang.

"Tolong, percaya padaku kak Ayra." Nisa menatap Ayra penuh harapan.

Nisa berlari ke arah belawanan tidak peduli lagi Ayra mau mengikutinya atau tidak, yang penting dia sudah menjelaskannya. Mau tidak mau Ayra pun menurut dengan sendirinya. Keduanya terus berlari ke arah terminal lain yang mirip dengan terminal sebelumnya. Seketika kepala Ayra menjadi sakit, terlintas kilas balik kecelakan bus yang menimpa dirinya dan penumpang lainnya. Kilas balik yang berlalu dengan cepat menjelaskan cerita bagaimana Ayra bisa sampai ke desa Muji.

Ayra menangis dalam ingatan-ingatan itu, kemudian ia melihat sosok ibunya yang sedang menunggunya di depan toko roti bersama Fera. 

"Ayra!" panggil Fera dengan lambaian tangannya penuh kegirangan.

Senyum Fera terus terkembang di ikuti ibu Ayra yang juga berdiri di sampingnya. "Datanglah ke mereka kak, mereka sudah menanti kak Ayra sejak tadi." ucap Nisa mendorongnya memasuki gerbang pemisah antara dunia nyata dan dunia tak kasat mata yang telah menyeretnya.

Ayra segera berlari ke arah ibunya, memeluk erat penuh kerinduan. Kemudian, sinar putih begitu terang membawa keduanya dalam ruangan lain.

"Aku rasa dia telah kembali." ujar seorang pria dan wanita yang sedang melakukan sebuah ritual pemanggilan.

"Apa anakku baik-baik saja?"

"Mari kita tunggu sampai dia sadar."

Ibu Ayra terus menggengam tangan anaknya. Menantinya siuman, namun rupanya butuh waktu untuk Ayra benar-benar mengembalikan jiwa miliknya ke raganya.

( T h e R u n i c )

Teng!

Pukul dua belas malam, Ayra membuka kedua matanya untuk pertama kalinya. "Nak, kamu sudah siuman?" ibunya menghampirinya di samping brankar miliknya.

Ayra terlihat lupa akan semua yang ia alami sebelumnya. Tubuhnya masih terlihat lemas. Tidak ingin mengungkit dulu, ibunya segera memanggil dokter untuk memeriksa kondisinya.

"Syukurlah, Ayra sudah baik-baik saja. kondisinya telah stabil. Kalau sampai malam ini dia terus menunjukkan perkembangan kami akan mencabut beberapa alat bantu napas di badannya.

"Baik Dok, terima kasih."

Ibu Sarah terus menyapu puncak kepala anaknya. Dalam hatinya, dia sangat senang karen kini Ayra telah sadar dan kembali padanya. Asupan makanan kini bahkan sudah Ayra terima dengan baik. Ayahnya pun turut bahagia melihat anaknya telah pulih.

Sore hari, Fera datang. Wanita sebaya Ayra itu tidak bisa menahan tangisnya saat melihat Ayra kini sudah siuman.

"Ra, udah baikan?"

"Eum." sahut Ayra. Syukurlah Ayra mengingatnya.

Lambat laun ingatan Ayra mulai membaik, malam itu seluruh alat medis penunjang kesadarannya telah di lepas. Dokter pun sudah memberikan ijin atas kepulangannya.

Esok harinya, Ayra pulang. Ibu dan ayahnya sudah berkemas, pembayaran rumah sakit telah di selesaikan. Sementara Fera sudah siap dengan mobilnya yang akan memberi tumpangan pada Ayra sekeluarga. Karena belum bisa berjalan dulu, Ayra di dorong menggunakan kursi roda. Di pelataran rumah sakit, Ayra berpapasan dengan sosok pemuda yang membuatnya menghentikan kursi roda yang di dorong oleh Fera.

"Tunggu." tahan Ayra pada sosok pria yang mengenakan pakaian rumah sakit.

Pria itu berbalik dan terasa asing pada Ayra yang tiba-tiba menghentikan langkahnya.

"A-adit?" Ayra memanggilnya dengan nama itu, nama yang terasa begitu dia kenal.

"Ya, t-tapi dari mana mbak tau nama saya? sejujurnya, saya rasa saya tidak mengenal mbak." ujar pria itu merasa aneh

"Aku Ayra. Kamu enggak ingat sama aku?"

"Maaf, tapi saya tidak kenal."

Pria itu berlalu pergi meninggalkan Ayra begitu saja. Sementara Fera langsung bertanya padanya. "Kamu kenal cowok tadi?"

"Rasanya iya. Tapi kenapa dia tidak kenal aku?" Ayra tampak bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

"Mungkin kamu salah orang. Udah yuk, ibu sama ayah kamu udah nungguin kita."

Sesampainya di rumah, Ayra merasa bahagia kini bisa menempati kamarnya lagi setelah sekian lamanya. Mendengar keriuhan di luar yang sangat dia rindukan.

( T h e R u n i c )

Flashback, tepat setelah Ayra pergi ke tempat yang kantornya tuju untuk tes magang, di salah-satu cabang perusahaan, yaitu desa Muji, bus yang Ayra tumpangi mengalami kecelakaan dan masuk ke jurang, beruntung jurangnya tidak begitu dalam sehingga beberapa penumpang dapat terselamatkan. Ayra salah-satu penumpang yang selamat, namun meski selamat, Ayra mengalami koma selama tiga bulan lamanya.

Tak kunjung siuman dan kondisinya tidak menunjukkan perkembangan, para dokter sudah mulai menyerah dengan kesembuhan Ayra. Namun, ibunya tak menyerah, ibu Sarah terus mencari segala cara untuk menyembuhkan Ayra, termasuk dengan mendatangkan orang pintar untuk melihat kondisi Ayra yang terlihat janggal di matanya. Benar, Ayra mengalami koma yang tidak biasa. Jiwanya telah berada di tempat lain yang sangat jauh. Yaitu sebuah tempat bernama desa Muji, sebuah desa tak kasat mata yang berbeda dengan dunia nyata, dimensi lain.

Jiwanya di tarik menuju desa itu seolah raganya masih hidup. Andai saja Ayra tidak cepat di tolong, mungkin Ayra tidak akan kembali selamanya dan akan terus tertahan di alam sana.

Nisa, adalah sosok yang kedua orang pintar suruhan ibunya kirim untuk menuntun Ayra kembali. Nisa adalah sosok yang tak kasat mata, sama seperti para penduduk di desa itu. Tempat kecelakaan itupun memang sangat terkenal angker, sudah banyak yang menjadi korban disana, dan mereka-mereka yang telah di ambil jiwanya akan terus berada di desa itu.

( T h e R u n i c )

Siang itu, Pak Dery beserta beberapa karyawan kantor datang untuk menjenguk Ayra. Pak Dery sangat prihatin dengan kejadian yang telah menimpa Ayra dan merasa bersalah.

Tapi semua yang terjadi telah menjadi kehendak yang maha kuasa, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi kedepannya, dunia nyata dan dunia-dunia lainnya adalah urusan sang pencipta.

To be continued.

THE RUNICNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ