10. Tidak Nyata

109 2 0
                                    

Tinggal seminggu lagi dan Ayra bisa kembali ke Jakarta. Rasanya banyak kenangan yang terukir selama dia tinggal di desa serba misterius itu. Raut wajah lega sudah terpancar di wajah Ayra. Beberapa barangnya pun sudah ia kemas agar saat hari kepulangannya telah tiba dia tidak terlalu lelah tinggal mengemasi sisanya.

Pagi itu Ayra berkunjung ke rumah Pak RT sembari silaturahmi, sekalian pamit dan mengucapkan banyak terima kasih atas semuanya selama dia tinggal di desa itu meski awalnya sempat ada ketegangan di antara keduanya.

"Wah, tidak terasa ya sudah hampir selesai."

"Iya Pak alhamdulillah, sebentar lagi saya pulang."

"Maaf ya jika selama disini kamu enggak betah."

"Ah, enggak kok Pak."

"Kenapa gak menetap saja disini?" ujar bu RT ikut bergabung dalam obrolan keduanya.

"Ah, saya cuma di tugaskan sementara. Setelah kembali ke Jakarta, jabatan saya sudah bukan mengurus beginian lagi." jelas Ayra menolak halus.

"Oh begitu, sayang sekali, padahal alangkah baiknya jika mbak Ayra menetap disini dan mengurus toko."

"Mungkin nanti orang lain yang akan mengurusnya."

"Lalu, mas Adit bagaimana?" tanya Pak RT pada Adit yang sedang asyik menguyah kue kering di mulutnya.

"Saya juga ikut pulang Pak. Saya juga hanya pegawai magang yang di tugaskan untuk mendampingi mbak Ayra." jelas Adit sambil meminum teh hangat yang ada di hadapannya.

"Hm, sayang sekali, desa akan menjadi sepi di tinggal kalian."

Dalam hati Ayra, dia hanya bisa menertawakan situasi aneh itu. Tidak tahu kenapa Ayra melihat semua hanya kepalsuan yang membuatnya sangat muak. Saat dia berada di desa, banyak kejadian dan perlakuan aneh yang dia terima, Suaranya pun tentang laporan akan keanehan yang dia temukan selama tinggal di desa tidak pernah di tanggapi serius, dan sekarang mereka terlihat begitu sangat kehilangan, entah itu sesuatu yang nyata atau hanya kepalsuan.

"Baiklah, kalau begitu saya pamit pulang, mau lanjut ke toko." Ayra beranjak dari duduknya, keluar dari rumah Pak RT di ikuti oleh Adit di belakangnya.

Setelah jauh dari rumah Pak RT, Ayra tidak berhenti mengeluarkan unek-uneknya.

"Huh, pura-pura kehilangan, padahal tiap aku melaporkan hal yang menggangguku dan toko tidak pernah di gubris. Malah mereka menyuruh kita until menetap di desa aneh ini. Ogah banget deh." omel Ayra panjang kali lebar yang membuat Adit tersenyum diam-diam.

"Jangan marah-marah mbak." ujar Adit menenangkan.

"Kesal aku Dit."

Karena minggu depan masa tes Ayra sudah selesai, Ayra sudah berhenti membeli stok barang. Akhirnya setelah penantian selama tiga bulan itu Ayra bisa merasakan kebebasan.

Ponsel Ayra berdering ...

Panggilan dari Fera.

Tampak wajah Ayra sangat senang melihat nama pemanggil di layar ponselnya.

"Ferrrrrrraaaaa!" teriak Ayra kegirangan

"Duh, budek gue."

"Gue rindu banget tau!"

"Iyeh, iyeh. Susah banget hubungin kamu tuh."

"Iya nih, sinyalnya baru bagus. Kemarin aja baru bisa komunikasi bareng ibu aku."

"Minggu depan udah selesai kan?" aku jemput ya."

"Hah? serius?"

"Serius, sekalian gue mau jalan-jalan ke sana. Nanti aku berangkat bareng ibu kamu."

THE RUNICWhere stories live. Discover now