8. Closer

175 33 50
                                    

Fyneen menatap beberapa barang yang berhasil ia kumpulkan. Hampir 4 tahun ia bersama Adit. Selama itu pula barang-barang di hadapannya ini terkumpul. Ya, tiga kardus di depannya ini adalah semua benda saat ia bersama Adit. Kini, sudah saatnya ia menyingkirkannya.

Sekembalinya Fyneen dari liburan singkatnya dari Jogja seminggu kemarin entah kenapa hal yang ingin ia lakukan adalah menyingkirkan segala kenangan tentang Adit. Gadis itu merasa sudah saatnya menutup lembaran lama. Mungkin ia tergelitik dengan ucapan sosok laki-laki yang baru dikenalnya itu.

"Maaf ya, Mbak. Saya kesannya jadi memaksa Mbak ketemu saya," ucap Arka saat Fyneen sibuk dengan kakinya.

"Nggak papa, saya juga mau ngembaliin sapu tangannya kok." Keterangan Fyneen itu membuat Arka yang ingin berkata menjadi mengurungkannya.

"Jadi, nggak ada alasan lagi ya," ucap Arka lirih namun Fyneen bisa mendengarnya.

"Apa, Mas?" Arka tersenyum saat gadis itu bertanya padanya. Lelaki itu tak menjawab.

Fyneen pun maklum, mungkin Arka memang sengaja tak ingin memberikan jawaban. Ia memilih merapikan pekerjaannya.

"Mbaknya mau balik ke hotel? Saya panggilin Bagas dulu," ucap Arka lalu mengambil ponselnya untuk menghubungi Bagas yang tadi pamit ke warung sebelah.

"Mas, ini sapu tangannya. Udah saya cuci. Makasih ya." Fyneen meletakkan sapu tangan Arka di meja. Arka hanya diam menatap benda itu.

"Ya, Mbak. Sebenarnya waktu saya kasih sapu tangan itu, saya nggak terlalu ngarep bakal balik."

"Lho punya orang ya harus dikembaliin."

"Kan saya jadi nggak punya alasan buat ketemu sama Mbak."

"Ha?" Arka tertawa melihat ekspresi gadis di depannya itu.

"Jujur saya tertarik sama Mbak Fyneen. Sejak kejadian di hotel itu sih sebenernya. Saya pikir kita nggak ketemu lagi. Eh, nggak nyangka malah ketemu di IGD. Tapi kayaknya Mbak masih dihantui masa lalu." Fyneen membulatkan matanya.

"Sok tahu!" kesal Fyneen.

"Hehe, maaf. Tapi saya serius soal saya tertarik sama Mbak Fyneen. Kalau Mbak bersedia, saya nggak akan berhenti ngerecokin kamu. Usia saya gak muda lagi, wes gak pantes. Kalau Mbak setuju kita berkomitmen menuju hubungan serius. Maaf, kalau kesannya terlalu cepet. Tapi, saya nggak mau php-in anak orang juga."

Fyneen meremas kedua tangannya. Entah kenapa detak jantungnya ikut berdetak lebih kencang. Ia menarik napas dalam lalu menghembuskan perlahan.

"Gimana ya, Mas. Kita baru kenal. Jujur saya baru saja putus. Hubungan kami bukan suatu hubungan singkat. Malah kami hampir menikah, cuma kendala restu akhirnya kami memilih menyerah. Hampir 4 tahun bersama dan jujur saya nggak tahu apakah saya udah move on dari dia apa belum. Karena setiap langkah saya masih terbayang sama dia. Saya nggak mau Mas Arka kesannya cuma jadi pelarian."

"Take your time. Saya nggak minta buat menikah besok kok. Kita saling mengenal saja dulu tapi mengarah ke hubungan yang serius. Kalau emang nggak cocok ya, udah. Kita selesai. Saya juga nggak peduli masa lalumu, saya kan masa depanmu. Yang sudah berlalu ya, sudah. Tugas saya yang bakal ngisi hari-harimu, eaa. Duh saya malah ngegombal." Fyneen yang tadinya tercengang karena lelaki itu mendadak serius hanya tertawa mendengarnya. Cepat sekali perubahan lelaki ini dari serius menjadi humoris.

"Saya boleh minta waktu?"

"Monggo. Nanti kalau saya udah sembuh saya mau ke Semarang minta jawaban. Saat itu saya harap udah ada jawaban." Fyneen mengangguk, ia tersenyum lembut. Senyum Fyneen menular pada Arka. Lelaki itu tersenyum seraya mengatur detak jantungnya yang seenak jidatnya berkejar-kejaran.

ROSC (Return Of Spontaneous Circulation)Where stories live. Discover now