8. Flashback 2.0

37 9 2
                                    

**

"Kerusakan kornea disebabkan dari ancaman dari luar dan juga beragam. Kerusakan kornea bisa disebabkan oleh bakteri, virus, benda tajam, benda tumpul, jamur, maupun kecelakaan."

Dirga meletakan ponselnya di atas nakas. Mengalihkan atensinya pada Jeno yang tengah berbincang dengan Rendi di dalam kamar rawatnya.

Kamar rawat Dirga memang sangat luas bahkan bisa dibilang mirip Apartment, karena terdapat ruang tamu, dapur dan juga kamar mandi.

Jeno juga sering tidur di sana, meski Dirga selalu mengusirnya tapi dia bebal dan tetap menginap di sana dengan dalih malas pulang, jarak rumah terlalu jauh dan macet.

Jujur, Dirga tidak suka dikasihani oleh orang lain. Dia merasa seperti lansia jompo yang harus kemana-mana dijaga.

"Kerusakan pada kornea akan menyebabkan penglihatan seseorang menjadi tidak jernih lagi. Bahkan risiko yang paling fatal bisa menyebabkan kebutaan. Jika kornea sudah rusak, tidak akan bisa dipulihkan lagi. Akibatnya, penglihatan juga akan terganggu seumur hidup. Hal ini cuma bisa diatasi dengan operasi transplantasi kornea." Lanjut Rendi dengan fokus pada laptop di hadapannya yang terus menyala.

Dirga nampak tertarik dengan obrolan dua manusia dengan jas putih tersebut lalu mencuri pandang sesekali.

"Di Bank mata belum ada pendonor lagi?" itu suara Jeno.

"Ada, tapi belum memenuhi syarat-syaratnya. Sedangkan salah satu syarat donor mata kan harus nunggu calon donornya meninggal baru bisa operasi." balas Rendi. Dahi pria manis itu berkerut, tangannya masih setia menekan tombol cursor dengan gusar. Scrolling laptopnya tanpa henti sejak mereka memulai obrolan tiga puluh menit yang lalu. Bahkan ini sudah pukul sebelas malam, nampaknya obrolan Jeno dan Rendi masih akan terus berlanjut.

Setelah kalimat terakhir yang Rendi ucapkan mereka pun terdiam hampir lima menit tanpa obrolan, padahal Dirga tengah menunggu lanjutan kalimat yang akan keluar dari bibir Rendi.

"Kasihan Josa, ini udah setahun semenjak hari itu."

"Kadang aku merasa jadi laki-laki yang nggak berguna, Jen." Rendi tertawa hambar, diusapnya wajah letih itu dengan kasar. Bahkan posisi jas dan kemejanya sudah berantakan tak karuan.

Jeno yang melihat itu hanya tertawa kecil. Rendi masih sama sejak pertama kali mereka bertemu. Jeno tahu jika Rendi memiliki perasaan lebih dari sebatas sahabat pada Josa. Bahkan hampir seperti obsesi yang tidak ada obatnya.

Sejak tiga puluh menit menguping, Dirga tahu siapa empu yang Jeno dan Rendi tengah bicarakan. Orang itu tak lain adalah Josa, gadis buta yang mengacaukan pikirannya beberapa hari ini. Gadis manis dengan senyum indah namun dibalik senyuman itu terdapat luka yang sulit untuk mengering.

Dirga bangkit dari kasurnya, dengan gontai pria itu berjalan menuju kamar mandi. Sontak atensi dua manusia lain di dalam ruangan itu tertuju padanya.

"Abang mau—"

"Aku bisa ke kamar mandi sendiri."

Baru saja Jeno hendak membantu untuk ke kamar mandi tapi Dirga lebih dulu menolak. Lagi-lagi Jeno hanya menghela nafas pasrah dan kembali duduk di sofa.

Rendi menatap Jeno dan Dirga bergantian. "Gimana perkembangan bang Dirga?" tanya Rendi saat melihat ekspresi Jeno yang terlihat murung. Dia juga dengar kabar kalau kemarin Dirga pingsan lagi.

"Masih sama, walaupun tingkat kesembuhannya kecil. Sebisa mungkin aku akan melakukan yang terbaik." jawabnya.

"—tapi ada yang aneh dari dia akhir-akhir ini." lanjut Jeno, membuat Rendi kembali menoleh.

When You're Gone || Kim DoyoungWhere stories live. Discover now