◖ part 11 ◗

66 15 0
                                    

★»»——>𝕳𝖆𝖕𝖕𝖞 𝕽𝖊𝖆𝖉𝖎𝖓𝖌<——««★

Seorang laki-laki dengan lihainya memainkan papan catur, tengah tersenyum menatap setumpuk lembaran uang berwarna merah yang menjadi taruhan. Beberapa gelas kosong berisi ampas kopi pun menemani waktu sore mereka di pos ronda sebuah komplek perumahan, tempat di mana banyak orang berjudi dan minum-minuman keras tak terjamah razia.

Menganggur, menghambur-hamburkan uang, serta menumpang hidup dengan istri adalah cerminan suami yang menjadi beban keluarga. Bukannya malu, justru Anton bangga dengan posisinya saat ini yang seolah menjadi seorang raja. Tidak bekerja, tetapi memiliki banyak uang.

Sejak semalam ia berada di pos ronda itu bersama teman-temannya pesta minuman keras, karena Melin pergi ke luar kota bersama putri keduanya. Ia pergi ke sana setelah puas menyiksa anak tirinya hingga gadis itu kesakitan, dan meninggalkannya sendirian di rumah. Entah anak itu makan atau tidak, ia tidak peduli. Tidak ada bahan makanan di rumah, bahkan uang jajan dari Melin pun selalu ia ambil.

"Istri lo baik bener, selalu izinin lo buat keluyuran sesuka hati, ditambah dia selalu kasih lo banyak duit," ujar salah seorang dari mereka sembari menyesap secangkir kopi yang tersisa sedikit, dengan ampas yang sudah mulai terlihat.

"Gue pun nggak akan keluar rumah kalau dia ada di rumah. Lagian, gue keluar rumah kalau lagi suntuk nggak tau mau ngapa-ngapain di rumah," sahut Anton membuat teman-temannya bersorak heboh.

"Real cinta ini namanya."

"Iya, dong. Cuma ada satu wanita yang dari dulu sampai sekarang ada di hati gue, walaupun gue bukan yang pertama buat hatinya."

"Bini lo udah punya anak, kan?"

"Iya, yang sulung udah gue siksa habis-habisan, kalau yang satu masih bayi nggak seru jadinya."

"Wah, parah lo! Bocah umur delapan tahun lo kasarin. Dia nggak ngadu emangnya?"

"Enggak, soalnya udah gue ancem."

"Kalau misalnya tiba-tiba anak tiri lo ngadu gimana?"

"Istri gue nggak akan percaya. Dia pernah ngadu aja nggak dipercaya sama Melin."

"Saudara Anton, Anda kami tangkap. Ini surat perintah penangkapannya dan mari ikut kami ke kantor polisi," ujar seseorang mengisi sela-sela percakapan mereka. Polisi itu meborgol tangan Anton, sehingga laki-laki itu protes.

"Yang judi nggak cuma saya, Pak! Kenapa cuma saya yang ditangkap?!"

"Anda ditangkap karena dugaan penganiayaan dan tindak kekerasan seksual kepada anak dibawah umur, Luvia Mayangsari, anak tiri Anda."

Anton membulatkan matanya tak percaya. Ia tidak menyangka, kalau anak itu akan seberani ini untuk melaporkannya kepada polisi. Namun, mengapa laporan anak di bawah umur bisa diterima?

"Fitnah itu, Pak! Anak itu sering berbohong! Saya nggak ngelakuin apa-apa sama dia!"

"Anda bisa menjelaskannya di kantor polisi! Silakan ikut kami! Untuk kalian, jika kami melihat kalian masih berjudi dan pesta miras di sini, kalian juga akan kena tangkap!" Sontak, semua teman-teman Anton, lari terbirit-birit meninggalkan pos ronda, tidak lupa uang yang dijadikan taruhan oleh mereka.

"TOLONGIN GUE, WOY!" pekiknya tidak digubris oleh mereka, sehingga polisi memasukkan paksa tubuhnya ke dalam mobil polisi.

✤✤✤


Melin melangkah lebar menuju ke kantor polisi dengan menggendong Monika. Wanita itu kaget setelah mendapat telepon, jika suami dan anaknya berada di kantor polisi. Di dalam benaknya, ia bertanya-tanya mengapa dan untuk apa mereka berada di sana. Sebenarnya, masih tiga hari seharusnya ia berada di kota, dan terpaksa pulang karena kabar mengejutkan tadi.

"Dengan Ibu Melin?" tanya Oliv saat melihat Melin celingak-celinguk di depan pintu ruangannya, membuat Melin mengangguk.

"Bapak Anton ada di sana. Boleh anaknya saya pegangkan?" Wanita itu mengangguk, dan menyerahkan tubuh gempal Monika kepada Oliv. Segera, ia melangkah mendekati Anton yang sedang duduk dengan pandangan menunduk di depan komandan polisi.

"Mas, kamu ngapain di sini?!" tanya Melin setengah khawatir, membuat laki-laki itu berdiri dan memeluk tubuh istri yang selama ini ia rindukan.

"Aku nggak tau, tiba-tiba aja udah dibawa ke sini."

"Bapak, Ibu, silakan duduk!" titah polisi itu menyudahi pelukan mereka, sehingga keduanya duduk di kursi yang telah disediakan. Melin menatap bingung pada polisi yang sedang meremas bolpoin yang ada di tangannya.

"Pak Anton ditangkap karena dugaan penganiayaan dan tindak kekerasan seksual pada anak di bawah umur, tepatnya kepada Luvia Mayangsari, anak tirinya."

"Nggak mungkin, Pak! Luvia hanya mengada-ada karena dia nggak mau saya tinggal kerja!" sahut Melin tidak terima, membuat polisi itu tersenyum. Ia berdiri untuk mengambil laptop, lalu mencari sesuatu pada laptop itu.

"Polisi tidak akan pernah melakukan penangkapan tanpa adanya bukti, terlebih laporan dari anak-anak. Dia memiliki bukti kuat berupa sebuah rekaman dan bekas kekerasan pada tubuhnya," ujaranya memutar laptop, sehingga layarnya tepat menghadap ke arah Melin. Beberapa menit Melin melihat rekaman itu, matanya melebar tidak percaya laki-laki yang dulu adalah sahabatnya tega melakukan hal sekeji ini kepada anaknya.

Melin memejamkan matanya mencoba memposisikan dirinya sebagai Luvia pada saat itu. Sakit rasanya mengetahui bahwa orang yang menyayanginya, menyakiti orang yang dia sayangi. Melin berdiri, lalu menampar keras pipi suaminya hingga kepala laki-laki itu tertoleh ke samping.

"LAKI-LAKI BIADAB! NGGAK TAU MALU! BRENGSEK!"

"Iya, aku memang brengsek. Tapi, aku ngelakuin semua itu untuk kita, dan aku nggak akan pernah menyesal," ujar Anton santai, disertai senyuman tipis yang terpatri di bibirnya.

"Kita?! Itu semua bukan untuk kita, tapi untuk ambisi dan dendam kamu!"

"Sayang, aku baik, loh mau capek-capek nyingkirin anak-anak kamu biar kita bisa hidup bahagia berdua." Air mata Melin sudah tidak bisa dibendung lagi. Ia tak menyangka, Anton adalah serigala berbulu domba. Dalam otaknya selalu terpikir, bahwa suaminya itu bisa menerima kedua anaknya sepenuh hati dan menyayangi mereka layaknya anak kandung. Namun, belum tentu juga, kan orang yang kita percaya tidak akan pernah mengkhianati dan mengecewakan kita?

"LAKI-LAKI GILA! KAMU PIKIR, AKU MAU HIDUP SAMA ORANG YANG UDAH NGERUSAK HIDUP ANAKKU?! AKU AKAN URUS SURAT PERPISAHAN KITA DI PENGADILAN AGAMA!"

"Nggak, Melin! Aku nggak mau pisah sama kamu! Aku cinta sama kamu!"

"Hukum dia seberat-beratnya, Pak. Bahkan hukuman mati pun tidak akan cukup untuk membalas segala perbuatannya."

.

.

.

.

.

Magelang,  13 Januari 2021

Salam

Dita Lestari

Jumkat : 960

bougenvilleap_bekasi
AraaaaKyuddd
AulRin_09
LintangPansavialysan



Bitter in the Rain (TAMAT) Where stories live. Discover now