◖ part 3 ◗  

79 21 6
                                    

★»»——>𝕳𝖆𝖕𝖕𝖞 𝕽𝖊𝖆𝖉𝖎𝖓𝖌<——««★

Berjalan tanpa menghiraukan Luvia di belakangnya dan masih menenangkan pikirannya, Luky tidak memperhatikan sekitar saat berjalan, sehingga tanpa ia sadari, sebuah motor dengan kecepatan tinggi melesat ke arahnya.

BRAKKK ....

"AYAH!"

Gadis kecil itu berlari mendekati ayahnya yang terkapar tak berdaya di jalanan. Sementara itu, orang yang mengendarai motor langsung melesat pergi begitu saja meninggalkan anak beserta ayahnya yang tengah kesakitan karena ulahnya.

Luvia tidak memperdulikan penabrak itu, yang ia pedulikan saat ini adalah keadaan ayahnya. Dengan susah payah, ia mengangkat kepala Luky yang bercucuran darah ke atas pahanya, lalu mengusap-usap kepala itu dengan lembut.

"Ayah, Pia cari bantuan dulu, ya," ucapnya setengah khawatir, diseratai air mata yang mengalir deras saat melihat darah di kepala ayahnya tak kunjung berhenti menetes. Namun, belum sempat gadis itu meletakkan kepala Luky di jalan, laki-laki itu menahan tangan Luvia, tidak membiarkan putrinya itu pergi.

"A-Ayah nggak papa, Nak."

"Tapi, kepala Ayah berdarah," jawabnya membuat laki-laki itu tersenyum tipis. Ia membawa tangan mungil Luvia ke dalam dekapannya.

"L-Luvia sayang sama Ayah?" tanyanya membuat gadis itu mengangguk. Air mata yang sedari tadi menetes melalui pipinya yang tembam membuat Luky menyeka menggunakan ibu jarinya yang besar.

"Kalau gitu, mau, nggak janji sama Ayah?"

"Pia mau janji sama Ayah, kalau Ayah udah diobatin, ya. Kita obatin kepala Ayah dulu," tolaknya halus, lalu membuka koper yang berada tak jauh dari tubuh ayahnya dan membuka mencari kain panjang yang dapat ia gunakan untuk melilit kepala ayahnya.

"Udah, kan? S-sekarang, Ayah minta kamu buat janji sama Ayah." Luvia mengusap air matanya yang menetes di pipi sang ayah. Ia mengangguk sebagai respon bahwa ia setuju untuk berjanji.

"Tolong, janji sama Ayah, jagain Monik buat Ayah, ya. Buat dia nantinya selalu kenal dan sayang sama Ayah."

Luvia menggeleng, lalu berkata, "Ayah sendiri yang harus jaga Monik. Ayah, kan udah janji mau jemput Pia sama Monik."

"Maaf, Ayah nggak bisa nepatin janji Ayah, Nak." Air di pelupuk mata Luvia kembali menggenang. Banyak pertanyaan yang bersarang di otaknya, salah satunya apakah laki-laki yang berada di depannya ini akan meninggalkannya?

"Kenapa?"

"Ayah harus pergi."

"Kalau gitu, Pia ikut." Luky tersenyum tipis sambil meringis mencoba menahan sakit yang menyerang tubuh, terutama kepalanya. Sebulir air mata keluar dari sudut matanya, membuat Luvia dengan tangan mengelapnya.

"Kalau Pia ikut, siapa yang jagain Monik, hm?"

"Kan ada Ibu," jawabnya melengkungkan bibirnya ke bawah. Melihatnya, Luky mengusap lembut surai anak sulungnya dengan menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara ringisan kesakitannya.

"Dulu, Pia udah janji, kan mau jadi kakak yang baik?" Luvia mengangguk, membuat Luky tersenyum, lalu mengeluarkan sesuatu dari saku bajunya. Dua buah ikat rambut yang sangat cantik bagi Luvia. Tangan kecilnya mengambil dua benda itu dan menggenggamnya.

"Yang warna merah muda untuk kamu dan yang warna ungu, kasih sama Monik saat dia besar nanti, ya."

"Kenapa nggak Ayah sendiri aja yang ngasih sama Monik nanti?" tanyanya dengan isakan hebat sehingga membuat tubuhnya bergetar. Luky memejamkan matanya. Ia tak sanggup melihat anaknya menangis seperti ini.

Bitter in the Rain (TAMAT) Where stories live. Discover now