22. Menikah?

1.3K 142 7
                                    

Setelah kejadian siang itu, Marva dan Jean jadi benar-benar canggung. Saat Marva keluar kamar mandi, Jean sudah tidak ada di kamarnya, malah Hayden yang ada di sana.

"Jean baru aja keluar, Bang. Mana mukanya kusut banget. Marahan lo berdua?"

"Ngga."

Saat pesta malam hari di pernikahan Yudha dan Wian, keduanya benar-benar hampir tak bertatap muka. Setiap mata mereka saling tatap, maka secepatnya mereka akan memalingkan wajah masing-masing. Saat mengobrol, mereka juga tak saling menatap.

"Mau ice cream?"

"Ngga, dingin."

"Oke."

Bahkan sampai mereka sudah kembali dari Skotlandia, mereka masih jarang mengobrol. Jean juga lebih memilih berangkat sekolah sendiri atau bersama Joan dan Juan daripada bersama Marva. Mereka yang sebelumnya sering terlihat bersama di kantin, sekarang hanya ada Jean di sana, Marva lebih memilih belajar di perpustakaan.

Seperti hari ini, Marva memilih membawa bekal daripada makan di kantin. Kelasnya masih ramai karena banyak siswa memilih menyelesaikan soal yang belum terpecahkan di jam pelajaran tadi.

Tiba-tiba, tepat di depan mejanya yang berada di barisan paling depan, sosok Jean berdiri di sana. Menatapnya dengan tatapan tak biasa, tampak kesal tapi juga sedih(?) entahlah. Kedatangan Jean di sana jelas mengundang rasa penasaran orang-orang tentang hubungan mereka.

"Mau sampe kapan?" Padahal Jean hari kemarin kakinya terluka karena terjatuh dari motor saat balapan. Jalannya saja masih pincang, tapi dia bersikeras untuk berangkat meski tidak diperbolehkan oleh Dirga, Papinya. Marva tak tau, karena Jean memang tidak mengabarinya.

Marva menatap Jean lama. Sampai saat Jean berjalan lebih dekat ke arahnya, Marva baru menyadari bahwa Jean berjalan pincang.

Marva mengernyit tak senang. Ia langsung berdiri menuntun Jean agar duduk di kursinya. "Kaki kamu kenapa?!" Ucapnya baru menyadari bahwa ternyata kaki Jean terbungkus perban.

Bukannya menjawab, Jean malah memeluk Marva yang berdiri di depannya. Biarlah, dia tak peduli dengan tatapan kaget banyak pasang mata di sana. Biarlah juga, mereka akan berpikir apa melihatnya bersikap manja padahal dia dikenal seperti preman. Mungkin sekarang orang-orang akan percaya bahwa ia dan Marva benar-benar berpacaran.

"Lo marah ya sama gue?"

"Hmm?" Sambil mengusap rambut Jean, Marva mengernyit. "Kenapa mikir gitu?"

"Lo jarang nemuin gue sekarang."

Marva tambah mengernyit. Sebentar. Ia tidak menghubungi Jean karena ia pikir Jean menghindar karena kesal dan butuh waktu karena kejadian saat itu. Tapi ternyata ia salah? "Aku kira kamu yang marah karena kejadian itu? Jadi aku kira kamu butuh waktu sendiri dulu. Maaf, aku kelewatan waktu itu."

"Iya, aku juga minta maaf pergi gitu aja waktu itu. Bikin kamu salah paham."

Marva tersenyum mendengar ucapan Jean yang sudah menggunakan aku-kamu lagi. Maklum saja, Jean memang sedikit pelupa.

Tapi Marva benar-benar merasa beruntung bahwa Jean menjadi sering bersikap manis sekarang.

Ah! Tidak berubah, tapi Jean sekarang banyak menunjukkan sikap aslinya pada Marva yang sebelumnya hanya ia tunjukkan pada keluarganya.

***

Karena tadi Jean mengeluh sakit di kakinya, akhirnya Marva membawa Jean ke uks. Awalnya Marva akan menggendong Jean tapi ditolak, Jean malu katanya.

Eh tapi, pas baru ngelewatin dua kelas, akhirnya Jean minta digendong. Tadi aja saat ke kelas Marva, Jean juga meminta Joan untuk menggendongnya.

"Jadi?! Gimana bisa kaki kamu begini?!Kamu juga ngga ngabarin aku?!"

MARVA(J/Z)EAN Where stories live. Discover now