16. Lima Keluarga

1K 140 5
                                    

Ini hari Sabtu, besok adalah hari dimana malam puncak anniversarry akan diadakan. Dimulai pukul 7 malam dan sebisa mungkin selesai sebelum tengah malam.

Jean berdiri di pinggir lapangan bersama Marva menatap jalannya persiapan. Suhu saat ini sangat panas, Jean tidak ingin berlama-lama di sini.

Saat akan pergi, Marva menariknya untuk berbaring di rumput, di bawah pohon. Sangat silau saat menatap langit, mata Jean menyipit membentuk bulan sabit.

Perasaan muak muncul dalam dirinya mengingat omong kosong Bu Farrah sampai perkataan Dani tentang nilainya.

Jean mendekat ke arah Marva. "Lo punya rokok?"

"Ngga."

Tanpa Jean ketahui, Marva membuka bungkus lolipop lalu mengarahkannya pada mulut Jean. Jean mengernyit.

"Aaa.. Biar ngga asem mulut lo." Jean menerimanya. Sebenarnya dia lebih menginginkan jelly.

"Ayo pergi." Jean berdiri.

Marva ikut berdiri. "Kemana?"

"Ke mana aja, panas banget."

Cuaca terlalu panas. Saat Jean berbicara, tangannya sambil menggerakkan kerah baju, mengipasi dirinya sendiri. Marva melihatnya, kulit putih dengan tulang selangka yang menonjol.

Jean memang memiliki perawakan yang bagus. Tinggi dengan pinggang ramping, jari-jari lentik, dan kulit putih mulus. Oke stop di sini, mungkin Marva bisa mimisan nanti.

***

Jean sekarang berada di rumah Marva. Karena ajakannya untuk pergi, dia malah berakhir di sini.

Rumah Marva sepi, hanya ada satpam di rumah. Hayden masih di sekolah, Jonas berada di rumah sakit dan Theo berada di butiknya.

Marva masuk ke kamarnya diikuti Jean. Ia mengambil kotak dari bawah tempat tidur, dan mulai mencari sesuatu.

Jean duduk di kursi belajar dan menatapnya. "Apa yang lo cari?" Marva mengabaikannya.

Jean yang bosan menatap sekeliling ruangan yang relatif bersih. Ia pernah tidur di sini, tapi tidak memperhatikan sekitar.

Kamar Marva didominasi warna putih dan abu-abu, tetapi banyak ornamen berwarna biru langit.

"Ngga tau apa itu masih nyala." Marva menyerahkan telepon genggam pada Jean. "Gue ngerekam waktu itu." Jean mengangkat alis.

"Hari itu, di toilet, gue merekamnya. Semua yang dia katakan ada di sana. Untung gue inget."

Cara berpikir seperti ini agak terlalu matang untuk siswa sekolah menengah. Mereka masih dalam usia labil dan disaat mendesak seperti itu, hal seperti ini mungkin tidak terpikirkan. Tapi, reaksi pertama Marva ketika Dani menyeret Rafa ke dalam toilet adalah menghidupkan perekam suara.

Marva berniat memberi tau Rafa tentang bukti ini, siapa tau Rafa membutuhkannya. Tapi reaksi Rafa saat itu yang benar-benar ingin semua orang tidak tau, membuatnya urung. Jika saja saat itu Rafa berani mengatakan, semuanya tidak akan seperti ini sekarang.

***

Marva dan Jean sudah kembali ke sekolah, karena lagi-lagi mereka kena marah anak-anak. Jean sih ngakunya dia diajak pergi oleh Marva. Marva yang mendengar itu hanya pasrah.

"Jadi, buat ANL jadinya tampil di akhir?"

"Iya. Cari lagu yang asik buat penutupan."

"Tenang, masalah lagu biar Hayden yang atur. Eh tapi Der, buat video ditampilinnya kapan?"

"Di akhiran, tapi ditengah-tengah band lo manggung, mudeng ngga? Jadi, kita tampilin video sebelum lagu terakhir."

"Oh, iya mudeng. Nanti sore sebelum mulai kita briefing dulu."

MARVA(J/Z)EAN Where stories live. Discover now