[7] Biru dan Kuning

Mulai dari awal
                                    

Tentunya itu mustahil dilakukan sendiri.

Jadi dugaan bunuh diri itu terpatahkan. Ini pasti percobaan pembunuhan.

Tapi oleh siapa? Mengapa? Dan apakah ini ada hubungannya dengan kasus Tonga beberapa hari lalu?

Entahlah, semua orang di bawah sana masih menyelidiki kasusu ini.


Indonesia masih bergeming di tempatnya. Mungkin sudah lima belas menit dia mendiamkan sunyi. Tidak bicara dan pikirannya melayang entah ke mana. Mungkin juga bayangan Germany yang berlumuran darah masih menghantui mata dan telinganya.

Kerumunan orang meramaikan sayup-sayup ketegangan di bawah pohon. Setidaknya mengisi sedikit hampa di telinganya. Pita kuning penuh tulisan hitam mengelilingi area itu. Indonesia tidak bisa membaca tulisan di sana dengan jelas. Kepalanya lebih kacau dan berputar-putar. Membuat semuanya buram.

“Pak ASEAN memerintahkan kita untuk menutup semua jendela dan pintu.” jelas itu Thailand yang bicara di belakangnya.

“Kita harus kembali ke asrama atau akan ada masalah.” katanya mendekati Indonesia.

“Kau yakin asrama menjamin keamanan kita?” Indo bertanya. Ia menggulirkan matanya dengan gusar. Nampak tak tenang dengan kejadian yang menimpa teman sekamarnya beberapa jam lalu. Dan itu dia lihat di jelas dengan mata kepalanya.

Untunglah mereka tepat waktu. Terlambat satu menit saja, Germany mungkin akan terbang bersama Tonga ke atas sana.

Thailand menghela napas, “Tidak ada janji, tapi kita harus patuh. Kita nggak punya pengalaman untuk ini.” ia menepuk pundak Indonesia, membujuknya.

Indonesia masih kukuh berdiam. Entah dia harus menjawab apa atau bagaimana. Yang ada di kepalanya hanya gambar kabur tentang Germany dan tubuhnya yang mengerikan. Darah merembes keluar dari bekas tusukan-tusukan benda tajam. Jangan lupa berpuluh-puluh sobekan di kain bajunya.

Itu adalah pemandangan paling terkutuk bagi Indonesia.

– ♦ –

Di sisi lain, jauh di keraton, hiruk-pikuk sudah mengisi bangunan bernuansa kerajaan modern itu sejak sebelum matahari terbit. Dayang-dayang(¹) keraton sibuk wara-wiri membantu majikan dan para tamu luar negeri mengurus segala informasi yang mereka miliki. Tentu tidak jauh-jauh dari Akademi Ravenette yang tiba-tiba raib seperti ditelan bumi.

Halaman depan sampai kamar ketiga diisi oleh tamu-tamu luar negeri yang ikut dalam pencarian. Mereka membuat suasana menjadi berisik, seperti berdiskusi dan –mungkin– agak berdebat dengan korps-korps militer lainnya.

Jauh di ruangan lain. Tara masih menghubungkan sinyal telepon dengan handy talkie milik Brimob. Dia sudah tahu cerita menghilangnya Brimob dan Marinir dari TNI. Dan untunglah Brimob membawa handy talkie. Terima kasih karena Marinir yang tanpa sengaja melihatnya di sabuk pinggak Brimob. Jadi mereka mendapat akses untuk mengetahui apa pun yang terjadi di Ravenette.

Radio komunikasi di depan Tara, tombol-tombol siap diaktifkan di atas meja. Radar menampilkan 3 lingkaran di sebuah peta wilayah, lengkap dengan cahaya yang berputar-putar mengelilinginya. Tapi tak ada titik atau apa pun yang terdeteksi. Terhitung sudah dua hari dia masih menetap di depan meja, dengan tidak ada kemajuan sama sekali. Dia tidak memutus jaringan. Takut kalau-kalau ada petaka ketika dia memutus komunikasi bahkan meski satu menit.

Ravenette [New Asrama Cybera] || HiatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang