52. Justice

Mulai dari awal
                                    

Kicau burung terdengar bersama samar-samar suara pria yang arahnya dari anak tangga dermaga. Alaia menoleh, ia memiliki pendengaran tajam tak seperti Langit yang sama sekali tidak mendengar suara itu.

"Dia meninggal di Pantai Irvetta. Tiga bawahan saya berhasil menewaskan dia dengan Revolver dan Raging Bull. Itu pistol terbaik untuk membunuh dalam sekali tembak."

"Tidak, lebih dari sekali. Enam kali tembakan. Dae Lonan mana mungkin bisa bertahan."

"Ini sejarah terbaik untuk kita. Keluarga Lonan mati di tangan kita, hahahaha! Jangan lupa kekayaannya harus kita raup, dan jangan tinggalkan sepeser pun untuk istrinya."

Alaia bergerak ke sumber suara dan Langit mengikuti. Langkah Alaia terbilang santai, tetapi api amarah mengitarinya. Manusia tak bisa melihat simbol merah di lengan Alaia yang mengartikan dia murka.

Di bawah situ, Alaia bertemu empat pria tua berpakaian rapi sambil merokok dan tertawa membicarakan kematian Dae. Mereka adalah penjahat yang tak bisa terima bila keluarga Lonan lebih jaya dari mereka. Orang-orang itu merupakan musuh Aegir, Papa Dae.

"Hai." Alaia berdiri di anak tangga teratas, ia menatap polos empat orang tadi.

Mereka menoleh serempak bebarengan Langit berhenti di belakang istrinya. Alaia turun sambil mengukir senyuman cantik yang membuat mereka tak berhenti mengamatinya terus. Langit tidak akan mengusik acara Alaia, jadi dia bersandar ke pagar dermaga sambil bersiul.

"Apa kalian mau tau sesuatu?" Alaia mengedip imut, ia kini berdiri menghadap mereka.

Salah satu pria menyahut, "Anak kecil jangan ganggu kami. Pulang sana!"

"Hey, biarkan dia dulu. Ada apa?" Satu pria lain menyambar.

Alaia berkata tanpa beban, "Aku dengar semua percakapan kalian tentang Dae Lonan."

Langit menyaksikan tontonan ini dengan serius. Empat pria tersentak dan tidak percaya karena mereka telah memastikan suasana di sini sepi pengunjung, sehingga tak akan ada yang mendengar obrolan itu.

"Sekarang kalian tertangkap! Aku enggak akan bebasin kalian." Alaia berseru senang.

Sedetik setelah Alaia mengucapkan itu, mereka mengeluarkan senjata api yang tersembunyi di dalam saku jas. Mereka kompak mengarahkan pistol ke Alaia dan siap-siap menekan pelatuk. Alaia tidak takut, justru dia maju.

"Go Alaia! Go Alaia! Go Alaia!" Langit bersorak sambil bisik-bisik.

Sambil mengangkat dagu dan bersedekap, Alaia berkata, "Aku enggak takut sama pecundang yang beraninya pakai senjata."

"Katain cupu, Aia," ucap Langit lewat telepati.

"Cupu." Alaia mengejek.

Mereka merasa dihina dan tanpa pikir panjang langsung meluncurkan peluru ke Alaia. Peluru itu menembus dada kanan Alaia, membuatnya meringis kuat dan membungkuk kesakitan. Alaia menyentuh dadanya seraya ia tersungkur ke pasir, membuat pria-pria itu menertawakannya.

Baru saja senang melihat Alaia hampir mati, empat orang tadi tersentak saat Alaia kembali berdiri tegap dan melempar peluru yang semula masuk ke badannya.

Peluru itu jatuh di dekat kaki satu pria yang diperkirakan pemimpin tindak kejahatan dari rencana pembunuhan Dae.

"Not that easy, Losers." Alaia tersenyum miring.

Mereka benci disebut pecundang. Mereka mau dipandang tinggi oleh setiap orang, menguasai segala kekayaan di Bumi, dan menyingkirkan manusia yang membuat mereka rugi.

Dae itu pintar dan sangat-sangat kaya, makanya mereka mengincar Dae setelah berhasil membunuh orang tuanya lebih dulu.

Komplotan Dani memang diisi para bajingan tak berakal dan tidak memiliki hati. Namun, manusia sejenis itulah yang Alaia suka. Suka untuk ia musnahkan.

ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang