44: Home & Hebras

1.3K 268 127
                                    

CHAPTER 44
Home & Hebras

[Playlist: Fara Effect - Secret]

***

Untuk kali pertama, langit meneteskan airnya di musim gugur. Gerimis kecil cukup menyajikan oase teruntuk tanaman yang mulai gundul lantaran ditinggal pergi dedaunan, juga teruntuk tanah-tanah yang mulai tandus, sebagaimana hati perempuan yang kini duduk di ruang makan seorang diri tanpa peneman selain hidangan beraneka ragam yang telah tertata di atas meja.

Kebakaran besar baru saja terjadi di kawasan hati milik Rosé. Mengetahui media di seluruh jagat raya menyiarkan berita perselingkuhan sang suami, Rosé merasakan seperti arang yang telah padam di dalam jiwanya mendadak kembali membara setelah dipatik oleh api tak kasat mata.

Sepasang iris jernih terpaku pada semangkuk sup yang dibiarkan mendingin tanpa sentuhan. Tiada jejak tangis di pelupuk. Ia sama sekali tak mengeluarkan air mata barangkali setetes pun. Mengapa? Pertama, perselingkuhan 'Jaehyun' sudah bukan hal yang tabu lagi baginya. Kedua, karena ia telah berjanji untuk tidak menjadi wanita cengeng yang merepotkan. Marah atau menangis tak akan menimbulkan apa pun, kecuali kekeruhan.

Ketiga, sekali lagi, Rosé tegaskan jika dirinya telah dipenuhi segunung kepercayaan terhadap sang suami tanpa menyisakan tempat untuk keraguan muncul. Ia percaya, itu hanya bagian dari masa lalu yang tidak perlu diungkit lagi sebab sekarang sang suami telah benar-benar menyingkirkan perempuan gelapnya dan berjanji untuk tidak saling bertemu lagi.

Benar. Tidak satu pun manusia di dunia ini yang Rosé percaya selain pria itu. Pria yang tengah ia nanti kepulangannya sejak berjam-jam lalu sejak mendengar informasi bahwa acara seminar dibubarkan petugas keamanan.

Berkali-kali, akal Rosé memproyeksikan sosok yang tadinya nampak begitu gagah dan berwibawa kemudian menjelma menjadi manusia menyedihkan di tengah-tengah kericuhan. Rosé mematikan televisi cepat-cepat karena hatinya merasa tak kuasa melihat itu berlama-lama. Pun, kini, kecemasan semakin ramai saja menghadiri benak Rosé ketika sosok yang ia cemaskan tak kunjung datang.

Suara mesin mobil yang dimatikan terdengar dari luar. Rosé beranjak dari kursi dan mulai mengurai langkah lebar menuju pintu rumah yang lantas terbuka diikuti kemunculan seorang pria berpenampilan amat berantakan. Dasi tak lagi menggantung dengan benar, beberapa kancing kemeja teratas rusak bahkan satu di antaranya hilang, lengan tergulung asalan hingga siku, sementara jas biru tua yang kotor ditenteng dalam genggaman.

Jangan lupakan noda merah pekat seperti darah yang menimbulkan jejak di bagian bahu kanan, kontras dengan warna kemeja putih polos yang Jeffrey kenakan. Rosé jelas tidak tahu, seburuk apa hari suaminya berjalan hingga pulang dalam keadaan sedemikian mengenaskan. Yang Rosé tahu, ia hanya ingin segera memeluk sosok itu.

"Rosé." Bibir yang robek di salah satu sudutnya menguntai satu nama dengan lirih.

Menurut Jeffrey, cukup mengejutkan Rosé masih menyambut kepulangannya setelah mendengar kabar menyakitkan hari ini. Bahkan, lebih mengejutkan lagi ketika perempuan itu berjalan merapatkan tubuh mereka, mendekap sedemikian erat seraya bertanya, "Kamu baik-baik saja, bukan?"

Jeffrey pikir, ia akan kembali terlibat sebuah perdebatan dengan Rosé. Jeffrey pikir, ia akan menemukan Rosé dalam keadaan marah, atau yang paling menyakitkan adalah menemukan perempuan itu mengabaikannya habis-habisan. Ternyata, Jeffrey salah besar.

Setelah kubu 'pergi' dan 'pulang' berkudeta sengit di akal sepanjang perjalanan, nyatanya pulang memang adalah pilihan terbaik. Jeffrey meloloskan jas dalam genggaman hingga benda itu berakhir teronggok malang di belakang kaki Rosé. Kedua tangan Jeffrey segera beralih peran membalas pelukan Rosé, wajah yang tak mampu dikondisikan berupaya mencari tempat persembunyian ternyaman di sela-sela surai kecoklatan.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Where stories live. Discover now