20: Circle of The Game

1.5K 311 55
                                    

CHAPTER 20
Circle of The Game

[Playlist: Safira. K – Way Back]

***

Sebuah topi hitam dikenakan. Senada benda tersebut, jaket pula celana jeans telah melekat apik pada tubuh jangkung seorang pria yang tengah mematut diri di hadapan sebuah cermin, di dalam ruangan berselimut gulita.

Di kala langit sedang pekat-pekatnya sebab malam sedang beranjak menuju pertengahan, dan setelah memastikan sosok perempuan anggun sungguh terlelap nyenyak di atas ranjang, Jeffrey meninggalkan bangunan megah hunian yang ia tinggali selama beberapa waktu belakangan. Sebuah taksi yang Jeffrey pesan telah siaga di persimpangan jalan agak jauh dari gerbang rumah. Jeffrey telah lebih dulu mengayunkan kaki berbalut boots dengan sedikit terburu-buru, menapaki aspal tertimbun es dan menemui senyap juga udara beku sepanjang langkahnya berderap.

Kini pria itu duduk tenang di kursi penumpang, membiarkan tubuh terbawa serta laju roda kendaraan. Lewat celah kaca jendela taksi yang sedikit diturunkan, Jeffrey menemukan pusat kota Seoul masih begitu ramai ditemani kasak-kusuk orang-orang. Gemerlap cahaya lampu dari benda-benda di sekitar kadang kala menerpa wajah Jeffrey, tak cukup membuat mata tajam pria itu menjadi kesilauan. Justru, Jeffrey kian melebarkan netra seiring layar ponsel dalam genggaman yang mana menampilkan peta ibu kota, memberi Jeffrey informasi bahwa ia hampir menjangkau lokasi sasaran.

Sebuah bar mewah yang kerap dikunjungi kaum elit adalah tujuan Jeffrey. Bangunan itu menjulang, berdiri kokoh di tengah-tengah bangunan elok lain dan seakan pongah menantang pusaran angin bertajuk 'persaingan pasar'.

Benar. Bisnis tak akan jauh-jauh dari kata 'persaingan'. Jeffrey banyak belajar dari buku-buku milik Jaehyun yang ia makan setiap ada kesempatan.

Seorang pemuda berdasi kupu-kupu berdiri di lobi bar, bertugas memeriksa identitas setiap pengunjung. Matanya menyipit tatkala membaca kartu dalam genggaman, lalu alisnya memicing begitu mendongak dan menyamakan wajah pria di hadapannya sekarang dengan foto yang tertera di sana.

"Jung Jaehyun."

Ia bahkan bergumam, juga keheranan. Jeffrey yang mendengar segera menyambar kartu identitas di tangan pemuda itu, lalu menggantinya dengan beberapa lembar uang kertas dengan nilai tak sedikit. Sosoknya seketika paham dan lekas membukakan pintu kaca, mempersilakan Jeffrey masuk dengan sopan.

Memencarkan pandang sampai pada sudut-sudut ruangan beraroma alkohol kentara, penglihatan Jeffrey menangkap dua figur manusia tak asing di antara segelintir pelanggan. Dalam hati, pria itu bersorak. Ia menemukan incarannya, Alice Park dan Johnny Suh menghuni sebuah sofa singgasana, tengah berbincang perihal pendapatan perusahan yang merosot tajam.

Jeffrey tahu, bahkan sebelum ia mendudukkan diri di meja yang berdekatan dengan mereka. Malam-malam sebelumnya, Jeffrey telah memeras otak untuk menyusun rencana. Langkah pertama adalah menghimpun sedemikian banyak informasi dari berbagai sumber dan mengikuti perkembangan isu-isu yang menyeret nama dua perusahaan besar di negeri ini.

AA Fashion & Mode mengalami penurunan saham karena kinerja Johnny sebagai pimpinan sementara kelewat berantakan. Pria itu menabur uang pada perkara tak berguna serupa menyewa model mancanegara untuk mempromosikan produk dengan bayaran yang berkali-kali lipat lebih besar dari model lokal. Johnny mengambil putusan itu tanpa sepengetahuan Alice, dan kontrak satu musim yang telah disepakati tak bisa dibatalkan oleh pihak perusahaan jika tidak ingin labelnya tercoreng.

JR Cosmetics & Parfume di bawah pimpinan Alice yang bersifat sementara pula memiliki wacana pengeluaran produk kecantikan baru. Sayangnya, ketika dalam masa pengujian, seorang gadis yang berperan sebagai tester pertama mengalami reaksi parah pada kulit wajah karena adanya kandungan yang salah takar dalam produk. Keluarga korban yang tak sudi menerima kompensasi akhirnya menyebarluaskan berita pada media sehingga warga sejagat negara memberi kecaman. Harga saham anjlok, para pelanggan berlarian, investor satu demi satu menghilang, dan kreditur enggan memberi pinjaman. Kondisi keuangan mulai kacau, pun karyawan mulai resah perihal gaji dan tunjangan. Beberapa dari mereka melakukan aksi mogok kerja sampai upah dibayarkan.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora