13 • Baju pangeran Arab

Mulai dari awal
                                    

Ruza tidak tau pangeran arab yang dimaksud, ia hanya mengangguk menanggapi hal itu. Karena menurutnya rumah Theo mirip istana, bisa jadi Theo adalah pangeran yang dimaksud.

"Rumahnya besar banget, depannya ada kolam sama air mancurnya, satu kamarnya sebesar sekolah kita."

"Wahhh, ceritain lagi dong. Kita pengen tau dalemnya istana."

Saat jam istirahat Ruza tidak pergi jajan, ia sibuk bercerita dan mengarang cerita.

"Kamu nggak bohong kan? Pasti kamu punya barang dari istana."

"Punya kok, besok deh aku bawa."

"Janji ya?"

"Iya janji."

Setelah itu malamnya saat Theo tidak ada di rumah, Ruza diam-diam mengambil baju milik Theo. Bukan mencuri, hanya meminjam. Ruza memilih baju yang ada kancingnya, karena menurutnya harga baju yang memiliki banyak kancing pasti lebih mahal.

Theo sama sekali tidak curiga saat bajunya diambil oleh Ruza. Ruza sendiri tidak hafal dengan bajunya.

Saat sekolah keesokan harinya Ruza dan teman sekelasnya berkumpul di bagian paling pojok kelas.

Ruza mengeluarkan baju Theo yang tadi ia ambil.

"Jadi ini baju pangeran arabnya," ucapnya pada teman-temannya.

"Wahhh."

"Tapi kok kayak punya kakak aku sih Za."

"Nggak mungkin, baju ini satu kancingnya sepuluh juta."

"Kamu pasti ngarang deh Za."

"Nggak," sangkalnya.

"Aku juga pernah liat orang pakek baju kayak gitu. Kayaknya kamu bohong deh. Pangeran arab kan bajunya putih terus pakek kain digulung di kepala gitu."

"Tapi ini beneran punya pangeran."

"Tapi pangeran arab bajunya putihhh. Terus pakek taplak digulung ke kepala Zaaa!!"

"Tapi ini beneran punya pangeran arab!"

"Tapi aku pernah liat baju itu dipakek sama orang dijalan."

"Kakak aku juga punya baju kayak gitu."

"Tapi ini beneran punya pangeran arab yang kaya raya itu."

Teman-temannya tetap menyangkal. Dan mulai hari itu ia sedikit dikatai pembohong.

Pulang sekolah ia sedikit marah, entah ia marah pada siapa.

"Kak!" panggilnya pada Theo yang sedang asik bermain game.

"Baju, baju kakak beneran mahal-mahal?" tanyanya.

Theo mengangguk-angguk menanggapi hal itu.

"Tapi kok Ruza pernah liat orang yang pakek baju sama kayak kakak?"

Theo menaruh ponselnya dan menatap bajunya. "Ohh, kan gue beli di tanah abang. Baju mahal ditinggal semua di rumah kakek."

"Jadi yang ada di lemari kakak itu semua dari pasar tanah abang????"

"Iya, kenapa?"

Ruza menepuk jidatnya sendiri. "Ya ampunnnnn," ucapnya sambil berjalan menuju ke kamar.

"Emang kenapa?" tanya Theo tidak paham.

"Gapapa!!"

Ruza langsung melompat pada kasur dan berkali-kali membenturkan kepalanya ke bantal. "Ruza bodoh, bodoh," ucap Ruza menghina diri sendiri.

__________

"Jadi gini, kita kan udah akur nih antar geng. Udah gaada tuh yang namanya tawuran. Jadi rencananya, karena gue lagi kaya raya, emang selalu kaya sih. Cuman ini lagi kaya raya banget. Jadi gue mau bikin showroom mobil. Pokoknya gue mau bikin PGG ini menghasilkan. Sebagai generasi bangsa yang nggak jelek-jelek banget, sedanglah. Kita harus bisa membangun ekonomi negara, semangat!" ucap Theo, menggebrak meja besar di tengah lapangan.

"Pokoknya kita harus jadi geng kaya raya! Biar kalau kita punya pacar, kita ga perlu cari tempat murah. Gue setuju," ucap salah satu ketua geng lain.

"Gue sih setuju juga, tapi gue ga punya uang buat iuran."

"Tenang-tenang, yang uangnya gue copet, gausah iuran. Gue udah kaya raya, jadi tenang aja. Oke?" Theo menatap seluruh orang yang hadir di lapangan itu.

Sementara 4 teman Theo, hanya bisa diam. Mereka tidak heran lagi dengan Theo yang sombongnya minta ampun. Entah dari siapa sifat sombong itu.

__________
Instagram: @lilylayu.story

© THEORUZ by Lily Layu

THEORUZ: Guarding My Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang