Kupu-kupu Hitam

Start bij het begin
                                    

Gadis itu menggedor pintu toilet,
"Hazel?! Kamu di dalam? Buka zel!"

Pintunya terkunci, Reni harus apalagi, apakah dia mampu membuka paksa pintu tersebut? Sepertinya dia tidak bisa, yang ada nanti Reni juga ikut terluka ketika memaksa membuka pintu toilet itu.

Kemudian terlintas di pikiran Reni tentang sosok yang ditemuinya di green house atap gedung.

Gadis itu menjadi lemas, pandangannya menjadi sayu.
"Kalau..ini kamu, tolong buka pintunya zel.." Lirih Reni.

Kemudian Reni menempelkan telinganya di pintu dan mendengar suara kecil rintihan. Reni membelalakkan mata, tangannya mengepal kuat,

"Hazel....tidak salah lagi ini suaramu..." Pikir gadis tersebut.

Dengan cepat Reni mencoba berulang kali membuka pintunya.

Satu dobrakan

Dua dobrakan

"Tunggu Hazel!" Seru Reni, jengkel karena benar-benar tidak ada orang juga yang datang ke kamar mandi, apakah ini kebetulan?

Reni berfikir semakin lama Hazel disana, maka dia akan semakin merintih kesakitan. Hal ini membuat Reni takut setengah mati, jika terjadi sesuatu terhadap sahabatnya.

Satu bulir air mata jatuh dari pipi gadis tersebut, dalam hati Reni dia sudah panik dan ketakutan bukan main. Dengan segala tenaga yang dia miliki. Akhirnya Reni berhasil mendobrak pintu toilet.

Reni membelalakkan mata, pandangannya menanar, terlihat Hazel terduduk lemas di lantai toilet dengan tangannya yang berdarah.

"Hazu?!" Seru Reni.

Reni duduk di samping sahabatnya sambil melihat tangannya yang berdarah. Reni melihat pandangan sahabatnya yang redup.

"Hazu...ada apa denganmu?" Ucap Reni menahan tangis.

Tentu saja dengan posisi seperti ini dan segala sesuatu yang terjadi di beberapa hari yang lalu. Memukul keras realita Hazel, yang begitu ceria di masa lalu.

Reni fokus memperhatikan tangan Hazel, setelah dilihat lebih dekat. Sesuatu itu seperti terukir, dan Reni menyadari itu bukanlah sebuah sayatan biasa. Itu adalah ukiran simbol yang tidak dimengerti Reni.

Kemudian terdengar isakan kecil dari mulut Hazel, gadis itu telah sepenuhnya sadar. Melihat keadaan Hazel serapuh itu, Reni menyadari sesuatu, Hazel memang menyembunyikan sesuatu. Tangisan Reni pecah, dia memeluk Hazel membuat bajunya ikut tercap noda-noda darah dari tangan Hazel.

Tidak peduli Reni harus berada di sisi Hazel. Gadis itu punya firasat, Hazel di masa sedang benar-benar membutuhkannya kali ini.

.
.
.

Setelah berhasil memanggil beberapa petugas sesama penjaga ruang kesehatan. Hazel berhasil dibawa kembali ke ruangan tersebut. Dengan luka yang telah terbalut dengan kasa, mitela, dan kapas steril.

"Hazel, mau pulang terlebih dahulu? Aku bisa membuatkanmu surat izin." Tanya Reni lembut duduk di samping kasur sahabatnya.

Hazel menggeleng,
"Tidak perlu Reni, jam pulang akan berbunyi beberapa waktu lagi. Aku bisa menunggu, lagi pula tidak akan ada yang menjemput Liam jika aku pulang terlebih dahulu."

Reni melihat gadis tersebut, mukanya kembali menjadi pucat. Raut wajahnya bahkan lebih buruk sesudah dia masuk di kamar mandi itu.

"Dengan keadaan seperti ini kamu mau bersepeda? Kamu masih lemas loh zel. Aku ga menyarankan kamu untuk pergi menjemput Liam sendirian." Ujar Reni sekedar mengingatkan.

When You Lost ItWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu