O6

9 3 5
                                    

Setelah melihat mobil milik Davin menghilang aku langsung memasuki rumahku dengan terburu buru, berlari kecil kearah kamarku, memerhatikan setiap sudut kamar, memastikan apakah ada kamera yang terselip disana.

Aku tidak menemukan kamera sama sekali, jadi bagaimana Davin bisa mengawasi ku? yah, aku juga memperhatikan Davin diam diam sih, tidak ingin pusing aku mengambir laptop ku yang berada diatas meja belajar dan membawa nya ke atas kasur, aku mengambil boneka berukuran besar dan memeluknya erat sambil menyalakan layar laptop ku, bersiap untuk menonton halaman apartemen Davin lagi.

Aku menghitung berapa menit perjalanan dari apartemen Davin sampai kerumah ku, jadi seharusnya 2 menit lagi Davin sudah sampai di apartemen nya.

Aku melihat mobil Davin datang dan mulai memasuki lorong basement, aku tersenyum lega melihat Davin yang sudah pulang.

ayya ya ecimica mico

Aku melirik ponsel ku yang berdering. ck, siapa sih yang telepon? ganggu aja deh.

aku mengambil ponsel ku dan menjawab telepon dari nomor tidak diketahui.

"jadi disitu kamera nya? gue ambil lagi ya."

"Davin?"

"hm."

tut-

Davin langsung memutuskan sambungan nya secara sepihak membuat ku kebingunan, darimana dia tahu nomorku? tidak berapa lama aku melihat Davin yang keluar dari gedung apartemen nya sambil menatap layar ponsel nya berjalan mendekat kearah layar.

Ia berhenti tepat di depan layar lalu ia mensejajarkan wajah nya, menunduk mengetik sesuatu di ponsel nya lalu menghasap kamera kembali, menunjukkan senyum manisnya yang membuat lesung di pipinya terlihat, tak beberapa lama ia menampilkan layar ponselnya kearah kamera.

"yah ketauan deh."

Aku terkejut melihat tulisan yang ada dilayar ponsel nya, seolah tahu aku bereaksi seperti apa Davin langsung tertawa lepas, setelah puas tertawa ia mengacak rambutnya gusar menatap kearah kamera senyum manis nya berubah menjadi seringaian kecil, bukan nya takut aku malah semakin jatuh hati kepada Davin, seringaian nya itu menambah ketampanan nya yang liar.

tangan Davin terulur mendekati kamera, aku masih menatap apa yang akan dia lakukan sampai akhirnya layarku mati, ahh jadi Davin menaruh kamera di boneka ini ya? ini kan boneka pemberian mama.

Aku baru ingat, tadi di depan gudang sekolah Davin menyebut ibuku kan? sekarang aku harus bagaimana? uang jajanku sudah habis untuk membeli dua kamera yang dirusak oleh Davin, aku tidak bisa melihat Davin dari dekat lagi.

aku menghembuskan nafas ku perlahan, mencoba menstabilkan pikuranku dan tetap tenang setelah merasa cukup aku berjalan keluar kamar untuk mengambil korek api, pisau, dan lilin aroma terapi yang mengandung obat penenang milik mama.

***

Aku sudah menyalakan lilin aroma diatas meja nakas, aku mengambil pisau yang tadi kuambil dari dapur lalu memanaskan nya diatas lilin setelah pisau tersebut berubah menjadi merah dan sedikit gosong dibagian pinggir, aku mengambil boneka besar yang tadi kuajak menonton Davin, mencongkel kedua mata boneka itu bergantian.

Benar saja, ada kamera disana, bukan hanya satu namun di kedua bola matanya, aku menghela nafas perlahan, kita impas Davin, kamu rusak dua kamera ku dan aku rusak dua kameramu, aku tidak bisa melihat mu dan begitu pun sebaliknya, kamu tidak bisa melihat aku.

Setelah menghirup aroma lilin yang ku nyalakan, aku merasa sedikit lebih baik dari sebelumnya, jujur saja aku merasa sangat gelisah tadi.

Aku melirik boneka besar berbentuk beruang yang sekarang mata nya sudah hilang dan memperlihatkan busa busa kapas, aku menghela nafas menatap boneka yang sekarang sudah tidak terlihat menggemaskan lagi, padahal itu boneka kesayangan ku karena nyaman untuk dipeluk.

ayya ya ecimica mico

Ponsel ku kembali berdering, aku melirik benda pipih itu sekilas untuk melihat nama yang tertera diatas layar 'Adnan' aku memutar kedua bola mata ku malas, aku sangat badmood sekarang sedangkan Adnan malah mengganggu ketenangan yang sudah susah susah kudapatkan, namun pada akhirnya aku tetap menjawab panggilan darinya itu, kutebak pasti dia ingin bicara hal tidak berguna dan terus bicara sendiri, jujur saja aku tidak suka laki laki yang banyak omong, apalagi feminim seperti Adnan.

"halo, kenapa nan?"

"besok mau temenin gua ambil gitar ga?"

Aku mengernyitkan dahiku bingung, Adnan ini cenayang ya? dia seperti dengar kata hati ku dan langsung berubah, suara nya tidak dia buat buat dan dia berkata langsung ke inti nya, biasanya dia akan berbasa basi sampai membuatku jengkel, yang paling penting suara Adnan sekarang membuat candu.

"boleh, langsung sehabis pulang sekolah?"

"ngga, gua pengen nya kita cabut sekolah, keberatan?"

Aku merenungkan ucapan Adnan, aku bukan anak jenius yang nilai nya diatas rata rata, apalagi poin ku pas pas an kalau aku bolos sekolah besok, poin ku akan dikurangi, bahkan aku tidak akan bisa melihat Davin.

"kalau bolos aku ga bisa nan."

"yaudah pulang sekolah gua jemput."

"maksudnya? kamu mau bolos besok?"

"iya, gua males ke sekolah si. tugas dari pak syai juga belum gua kerjain sama sekali ga enak kalo besok ketemu, ntar gua dihukum gara gara tugas pelajaran dia kosong, lagian-"

"iya iya, nan aku tutup dulu ya mama ngomel dari luar."

Aku langsung memotong ucapan nya dan mematikan sambungan telepon dari Adnan, lihat kan? dia menjelaskan panjang lebar tanpa aku minta, jujur saja itu sedikit menggangguku, aku tidak suka hal seperti itu.

***

Hari ini aku ingin cuek dengan penampilan ku, aku bangun kesiangan karena meremehkan waktu dan sekarang yang aku pikirkan hanya aku tidak akan telat agar Davin tidak melihatku dengan pandangan buruk, aku juga tidak ingin poin ku menjadi minus.

Aku langsung melewatkan ruang makan begitu saja dan bergegas menyalakan sepeda motor ku, melaju dengan kecepatan tinggi hingga lupa bahwa tadi aku belum berpamitan kepada orang tua ku, Aku membunyikan klakson motor setiap ada orang yang berada tidak jauh dari kendaraan ku, aku takut akan terjadi hal yang tidak di inginkan bila kami terlalu dekat.

Akhirnya aku tiba di depan gerbang sekolah, namun sialnya. aku seperti dapat hukuman karena tidak berpamitan dengan kedua orang tuaku sebelum pergi dan sekarang? gerbang sekolah sudah di tutup. jika aku masuk lewat gerbang belakang itu akan memakan waktu dan jaraknya lebih jauh dari kelas ku, yang ada aku tertangkap di jalan sebelum berhasil masuk ke dalan kelas.

"Pak! Tolong bukain gerbang nya ya?" ucapku memohon, lantas pak satpam yang tadi kupanggil melirik motorku sinis lalu mengedikkan bahu nya tidak peduli.

Tin Tin

Aku menoleh kebelakang melihat siapakah yang dengan tidak sopan nya mengklakson diriku? aku sedikit terkejut mendapati bahwa itu adalah Adnan yang pergi ke sekolah dengan mobil sport miliknya, aku langsung bergegas meminggirkan sepeda motor ku, aku menganga tidak percaya saat gerbang sekolah yang terbuka untuk Adnan.

Apa-apaan ini? Diskriminasi karena kendaraan!?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 26, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Toxic LoveWhere stories live. Discover now