O2

26 5 0
                                    

Sesampainya kami dikantin, Lia langsung menyodorkan selembar dua puluh ribu kearah Fika, lalu menyebutkan apa yang ingin dia beli, Fika hanya memutar kedua bola matanya malas, aku tertawa melihat itu. akupun mengikuti apa yang Lia lakukan, merogoh saku yang ada di kemeja ku dan menyerahkan dua lembar uang sepuluh ribu dan lima ribu.

"aku mau nasi goreng extra pedas sama minum nya es jeruk." ucap ku yang diangguki Fika, seketika terbesit pikiran jahil di kepala ku untuk menjahili Fika, kuselipkan kata kata "kembalian nya buat lo aja Fik." ucapku sambil tersenyum tanpa dosa, Fika menatapku jengkel membuatku semakin ingin menertawakan nya, pasalnya uang yang kuberikan itu jangankan ada kembali, malah uang yang ku kasih itu kurang 1000.

Fika berbalik dan berjalan kearah ibu kantin. sedangkan Lia sudah sibuk berkutik dengan ponselnya, aku menggeleng perlahan melihat Lia, aku melihat kanan kiri mencari sosok pria yang selama ini singgah dihati ku. sebenarnya aku dan Davin sama sekali belum pernah berinteraksi, namun aku jatuh hati pada pandangan pertama dengan Davin.

Akhirnya aku menemukan sosok Davin yang tengah duduk bersama kedua sahabat nya, tunggu. siapa perempuan yang menempel kepada Davin? seharusnya Davin tidak punya pacar, tidak mungkin.. aku penasaran setengah mati! siapa perempuan yang disamping Davin?

"itu adik sepupunya." sontak aku menoleh kearah Lia dan mengangguk paham, Lia yang bicara tadi. aku mengernyit sebentar lalu kembali memperhatikan Davin. "kalo lo liatin terus kaya begitu bisa bisa muka Davin bolong." aku terkejut dengan perkataan Lia barusan, lantas aku menatap nya dengan ngeri.

"beneran bisa bolong, Li?" tanya ku sok polos, habis perkataan Lia tidak masuk akal, alasan nya tidak masuk akal. kan tidak mungkin wajah seseorang bolong hanya karena dipandangi terus.

aku melihat Lia yang sudah meletakkan ponsel nya keatas meja lalu menghela nafas seolah memiliki beban hidup yang sangat berat, Lia menatapku intens dari kepala hingga pinggang.

"jan, lo tuh cantik ga perlu ngejar Davin.. yah Davin ganteng sih, tapi lo juga cantik Hujan. cowo yang mau sama lo ngantri, kenapa harus Davin?" aku sedikit tersinggung dengan ucapan Lia, ntah mengapa aku tersinggung, padahal sebelumnya Fika bicara dengan lebih kasar, apa mungkin karena ini menyangkut nama Davin?

"Lia ga akan ngerti! Davin itu spesial Lia! ga bisa di samakan sama laki laki lain." ucapku setengah marah, Lia menatapku miris.. aku terenyuh melihat tatapan nya yang menunjukkan bahwa dia jijik dengan ku.

"A -" baru saja aku ingin berkata lagi, namun Fika sudah datang dengan membawa nampan berisikan pesanan kami dan makanan nya sendiri.

apa aku sudah kelewatan? apa aku mmsegitu menjijikan? mengapa tadi Lia menatapku begitu? apa benar benar menjijikan?

hari itu aku memikirkan nya seharian, memikirkan tatapan Lia terhadapku.

***

Aku terbangun dari tidur ku, ku tebak sekarang masih malam aku menoleh untuk melihat jam dinding yang di gantung tepat di depat kasur. Pukul 23:59
aku menghela nafas perlahan lalu mengambil ponsel ku yang ada di atas meja nakas.

aku membuka Galery lalu tersenyum puas melihat sosok Davin yang aku foto diam diam, Aku memotret beberapa, yang pertama saat Davin berjalan, yang kedua saat Davin sesang mengobrol, yang ketiga saat Davin makan, dan ke empat saat Davin berjalan lagi.

Kuperhatikan foto ke empat, menurut ku Davin terlihat sangat tampan dan jelas disini, karena dia menatap kearahku.

Tunggu! menatap kearahku? Aku memerhatikan wajah Davin dengan intens, mendesah lega saat mengingat bahwa Davin sedang melihat teman nya yang kebetulan tidak jauh dariku, tidak mungkin kan Davin bisa melihat ku padahal aku sudah bersembunyi dengan sangat baik?

Toxic LoveWhere stories live. Discover now