"Paman ikut?" tanya Jisung.

"Tentu saja. Aku harus melihat sendiri Lee Min Hyung bagaimana. Di sana juga pasti ada Lee Donghae."

Haechan datang menengahi. "Anak-anakmu?"

"Ada Yuta Hyung. Mereka juga sering kutinggal karena aku juga bekerja. Walaupun aku tidak lulus SHS. Aku punya bisnis yang besar."

Haechan bertepuk tangan. Temannya ini adalah orang yang hebat, walaupun banyak kesulitan yang dia hadapi. Pantas dia tidak takut dengan Lee Donghae.

"Jangan terlalu lama. Bocah-bocah ini juga butuh Kaa-san."

Haechan memiringkan kepalanya ketika mendengar Xiojun berbicara bahasa Korea.

"Aku tidak lancar bahasa Jepang. Aku membiasakan dia untuk berbicara bahasa Korea denganku." Winwin menjelaskan saat dia melihat wajah kebingungan Haechan.

Pembicaraan berlanjut hingga malam tiba. Waktu untuk berkunjung sudah habis dan Winwin beserta anak-anaknya sudah pulang beberapa menit yang lalu.

"Jisung," panggil Haechan.

"Ya?"

Keduanya duduk bersama di sofa sambil membereskan barang-barang karena besok mereka akan menginap di rumah Winwin.

"Masih ... marah dengan ayahmu?"

Haechan kembali bertanya. Ini adalah ketiga kalinya dia bertanya. Jisung menjawab tanpa melihat ke arah ibunya.

"Masih."

Haechan terdengar melepaskan napas sedih. "Maaf ... Ibu mencintai ayahmu ... padahal dia ... sudah menyakiti Ibu. Dia ... memang jahat ... tapi dia ... juga baik. Sulit menjelas ... kan. Karena Ibu ... yang merasakannya."

Jisung tak merespon apapun. Hanya mendengarkan tiap kalimat ibunya. Dia juga tahu, ayahnya baik. Zero atau Mark, mereka sama-sama peduli pada Jisung, tapi mereka juga sama-sama melukai dia dan ibunya. Jisung benar-benar butuh waktu jika ibunya ingin dia menerima lelaki itu.

"Selesai. Ayo, tidur."

Jisung menggendong ibunya. Membawa Haechan ke atas ranjang untuk menidurkan lelaki itu.

"Jangan bicara lagi atau kita tidak kembali ke Seoul," ancam Jisung ketika Haechan akan membuka mulutnya.

Haechan tak lagi berkata apapun dan menurut. Kemudian Jisung pergi ke sofa untuk mengistirahatkan tubuhnya.

Hari berlalu dengan cepat, meski bagi Haechan berjalan dengan lambat. Dia mengelus perutnya yang mulai terlihat mengembung. Haechan tak bisa menahan bibirnya untuk tersenyum. Memikirkan dia akan bertemu dengan suaminya, Haechan merasa hatinya berdebar. Dia berpikir mungkin anaknya merindukan ayahnya juga sehingga dia tidak sabar untuk bertemu.

"Kenapa tersenyum?" Jisung tiba-tiba muncul di belakangnya, padahal dia tadi bilang akan pergi ke toilet.

"Tidak ada." Haechan menjatuhkan senyumnya. Dia tidak ingin ketahuan sedang merasa bahagia karena akan bertemu Zero.

"Sudah waktunya berangkat. Ayo."

Winwin memanggil dari depan. Haechan dan Jisung menghampiri Winwin dengan koper yang ditarik oleh Jisung.

Mereka berangkat dari jam 8 pagi dan tiba di Seoul pukul kurang lebih 12 siang. Mereka pergi ke rumah Haechan untuk beristirahat.

"Berdebu sekali." Haechan mengipas tangannya di depan hidung.

"Perlu ku panggil ART?"

Haechan segera menggeleng. "Tidak ... Akan kubersihkan ... nanti. Sekarang, ayo ... kita bertemu Mark."

The Twins' Obsession | MARKHYUCK (END)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt