45. The Sea is Calling

Mulai dari awal
                                    

Pesan itu masih tersimpan dalam benak Dae. Kala itu Dae terdampar sehabis menyebur ke laut yang teramat dingin. Alaia menyelamatkan nyawanya tepat waktu sebelum Nyx Reaper datang untuk mengambilnya.

Sekarang Dae tidak ingin membahas pesan itu. Ia terfokus pada sosok Dewi Laut yang sungguh nyata keeksistensiannya. Di hari-hari biasa, penampilan Alaia nampak biasa saja sehingga tak akan ada manusia yang menyadari dirinya seorang Dewi. Di sini, di detik ini, Alaia sangat menawan yang tingkat keanggunannya sulit dijabarkan karena terlalu sempurna.

Kejadian ini mengingatkan Dae pada masa ketika ia memakai jasa seorang paranormal buta, Fe Elata, untuk meracik racun yang akan disebar ke laut. Racun itu guna melenyapkan energi aneh yang membuat kapal selam Dae tak bisa masuk ke laut Irvetta. Dae tidak tahu energi itu adalah perlindungan yang tercipta dari gabungan kekuatan Alaia, Langit, Bintang, Aishakar, Atlanna, dan Kholivar.

Mendiang Fe Elata pernah berkata, laut Irvetta dijaga oleh Dewa dan Dewi, itu memungkinkan racun darinya tak mampu melenyapkan kekuatan mereka. Dahulu, Dae sama sekali tidak memercayai omongan wanita tua itu. Kini, Dae membuktikan bahwa Fe Elata tidak mengada-ngada.

"Jangan melamun." Alaia berkata karena Dae terbengong di tempat.

Dae mengerjap. Ia penasaran akan sesuatu dan segera menanyakannya, "Kenapa Anda hidup di lingkungan manusia?"

"Itu pilihanku." Alaia menjawab singkat.

Alaia telah memantapkan diri untuk tinggal di dua tempat. Laut adalah tanggung jawabnya, begitu pula daratan. Keluarganya ada di dua wilayah yang berbeda tersebut.

Kecintaan Dae terhadap laut menimbulkan rasa kagum yang luar biasa. Ia awalnya tidak percaya dan merasa ini bagaikan masuk ke dunia fantasi yang mustahil bila menjadi nyata. Lantas di menit-menit berikutnya, secara naluriah Dae setengah membungkuk dan kepalanya tertunduk dalam.

Alaia menarik udara di sekitar Dae dan tak menemukan adanya hawa negatif. Sikap Dae yang memberi hormat pada Alaia membuat seluruh cahaya pada simbol di tubuhnya berpendar makin terang. Ini mengartikan Alaia melihat kebaikan yang tulus dalam diri Dae. Bahkan laut menjadi tenang.

Dae kembali berdiri tegap seraya memandangi Alaia. Ia berucap, "Saya suka laut."

"Kenapa waktu itu kamu bawa kapalmu menyelam secara ilegal?" tanya Alaia.

"Saya penasaran dengan Sumber Intan." Dae bertutur. "Maaf, ternyata itu mengusik Anda."

"Dari mana kamu tau soal itu?"

"Papa," kata Dae.

Alaia mengernyit, tapi raut bingungnya segera ia sembunyikan agar tak menimbulkan tanya dari lawan bicaranya. Ia bingung karena ada manusia yang mengetahui tentang Sumber Intan di laut Irvetta. Padahal, Sumber Intan terletak sangat-sangat jauh dari permukaan air laut yang bisa dilihat manusia secara langsung. Dan lagi, tak ada satupun manusia yang pernah melihat bagaimana wujud Sumber Intan.

Kecuali ada penghuni laut yang membocorkan soal itu. Hmm, apakah ada?

"Apa yang kamu incar dari Sumber Intan? Itu bukan hal yang harus dicampurtangani manusia," lugas Alaia.

Dae menyahut, "Tentu ini bukan soal harta. Papa takut lautan dan segala isinya musnah kalau Sumber Intan meledak."

"Papa bilang, di bawah sana ada penangkalnya. Ada yang harus dibenahi supaya Sumber Intan jinak," tutur Dae.

"Penangkal Sumber Intan bukan sesuatu seperti yang kamu pikir. Kamu mau cari sekeras apapun di bawah sana, enggak akan ketemu. Ini bukan wilayahmu, Dae Lonan." Alaia berkata.

Sesaat Dae tertegun. Ia paham ini bukan perkara yang mudah ia hadapi. Dirinya hanya manusia biasa yang ingin mewujudkan keinginan terbesar mendiang ayahnya. Dae akan menyanggupi semua itu demi orang yang ia cinta. Tapi, tidak semua hal bisa Dae tangani.

ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang