Back

10 2 0
                                    

Semenjak itu, gue sama Arteri hampir gak pernah ada kontak lagi. Sampe hampir 2 minggu kemudian semuanya masih sama. Kita kayak lagi break gitu, tapi secara implisit. Gue sendiri makin bingung sama perasaan yang gue rasa sih. Semakin ke sini semakin penasaran sama Aries, tapi kita hampir gak pernah papasan kecuali pas osjur. Itupun kalo gue izin ke kamar mandi dan lewatin ruang panitia doang. Kenapa sih dia gak pernah nongol-nongol lagi?

Hari ini rangkaian pemilihan jobdesk. Ada 3 pilihan yang dikasih dari yang paling dipengenin sampe yang biasa aja. Gue pertama pengen jadi sutradara. Sok-sokan aja sih pengen jadi sutradara yang membuat film dari awal sampe akhir wkwkw. Kedua pengan jadi penulis naskah. Ya hampir sama lah kayak sutradara. Naskah adalah jantung film. Lalu ketiga gue pengen jadi astrada 2 yang ngurusin talent. Yah, untuk film pendek, mirip-mirip jadi acting coach gitu lah ya.

Hari ini juga Arteri ajakin ketemuan katanya mau ngabarin sesuatu. Sekarang sih Rabu malem, besok libur dan Arteri juga masuk siang, tapi gue gak mau nginep atau main ke apartnya. Kita masih dalam masa percobaan. Jadi hang out aja cukup.

Setelah rangkaian selesai, Arteri suruh gue nunggu di parkiran belakang Fikom, tapi karena gelap dan sepi, gue nungguin di selasar gedung 4. Tumben banget dia bilang otw dari tadi, tapi belum nyampe juga. Masih ada beberapa panitia yang baru bubar dari ruang kelas. Gak lama, gue liat Aries juga keluar kelas dan menuju ke parkiran belakang. Karena tujuan kita sama, jadi gue pura-pura papasan aja. Gue jalan di samping dia dan negur dia.

"Eh, Aries! Halo!" Gue disuruh panggilnya Aries doang kan? Gak pake 'Kang'?

"Halo, Vena! Gimana kabarnya? Aman aja kan osjurnya?" Awww dia sampe berhenti dan menghadap ke gue sepenuhnya gitu.

"Aman kok! Makasih banyak ya udah belain aku dan udah bantuin selesain masalah hehe."

"Iya, Ven. Itu bagian dari tanggung jawab aku kok."

"Iya. Kalo butuh apa-apa bilang ke aku aja, Res."

"Eh? Justru aku yang harusnya bilang gitu haha. Hanif gak ganggu lagi kan?"

"Enggak kok. Gak pernah ada sangkutan apa-apa lagi."

"Bagus lah kalo gitu. Arteri--"

"TIN TIN!" Tiba-tiba ada klakson mobil dengan cahaya lampu sorot yang langsung menyinari gue dan Aries. Pas gue nengok ke sumber cahaya, ternyata ada mobil Mazda 6 berwarna merah cerah di depan kita. Pas dibuka pintunya, ternyata itu Arteri. WOWWWWWW! ITU MOBIL SIAPAAA? Atau jangan-jangan... dia menang olimpiade?! Katanya kali menang olimpiade dibeliin mobil kan??!

"Hoiii!" Arteri berjalan ke gue, terus dia tosan sama Aries. Anjirrrrr gue jadi canggung banget deh. Gue jelasin apa ke Arteri nanti?!

"Eh, Ar. Apa kabar?"

"Baik, baik. Sendirinya gimana?"

"Alhamdulillah baik juga."

"Ini osjurnya udah selesai?"

"Udah dari tadi sih. Ini malah baru bubar panitianya."

"Oh oke. Mau balik sekarang gak, Ven?"

"Yuk. Duluan ya, Res."

"Iya. Hati-hati kalian!" Duh senyumnya bikin gue bimbang HAHA! Bisa-bisanya salah fokus sama cowok lain pas di samping cowoknya sendiri.

Arteri tarik tangan gue ke arah parkiran mobilnya. OIYA GUE HARUS NANYA INI MOBIL DARI MANA!

"EYYYY!! MOBIL SAPA NIIYYY!" Gue senggol-senggol Arteri di jalan.

"Haha apa sih. Kan udah dibilang kalo menang olimpiadenya dibeliin mobil."

Arteri dan VenaKde žijí příběhy. Začni objevovat