38: Night We Took Off The Clothes

Начните с самого начала
                                    

Perbendaaan teronggok di mana-mana mereka suka. Sepatu-sepatu berserakan, buku-buku berjatuhan dari rak, beberapa vas bunga roboh, peralatan makan yang terbuat dari keramik kini menjelma pecahan-pecahan runcing.

Di tempatnya berdiri, Jeffrey tercekat. Sekali lagi ia menatap foto pada ponsel dalam genggaman, mencoba memastikan bahwa matanya tak sedang dikelabuhi ilusi. Tiga detik. Jeffrey butuh tiga detik untuk menjadi benar-benar kelimpungan. Kunci mobil di tangan MIngyu segera dirampas Jeffrey.

Mingyu yang ditubruk seribu satu pertanyaan hanya bisa mengikuti ke mana Jeffrey pergi. Sosoknya teramat nampak gelisah, mengoperasikan ponsel guna melacak keberadaan Lucas saat ini. Mobil dipacu sebegitu kencang, melesap di antara puluhan kendaraan lain yang berlomba-lomba sampai tujuan.

Berkali-kali Jeffrey meneguk saliva sendiri hingga tenggorokan terasa kering. Nalar pria itu bercerai berai tak mampu memikirkan apa pun lagi selain secepatnya menemukan Lucas. Ponsel kembali bergetar. Jeffrey menyambungkannya pada fitur mobil sehingga Mingyu bisa melihat siapa sang pemanggil dan mendengar apa yang mereka perbincangkan.

"Jka dalam lima menit kau tidak datang kemari menyerahkan semua informasi yang kau curi, maka Tikus Kecil ini akan segera membusuk di dalam peti."

"Di mana kau sekarang?!"

Gelak tawa menyambut pertanyaan gemetar Jeffrey.

"Bukankah seharusnya kau tahu? Kau bahkan menyadap ponselku berbulan-bulan ini, Sialan!!! Ah, berkat Tikus Kecil ini, alat penyadapnya sudah terlepas. Meskipun begitu, aku masih sangat bernafsu untuk membunuhnya jika kamu tidak segera datang."

"DIMANA KAU SEKARANG, BRENGSEK?!"

Pantas saja, sedari tadi Jeffrey mencoba membuka aplikasi sistem penyadap, ia tak kunjung menemukan titik akurat keberadaan Johnny. Ternyata pria itu bergerak lebih cepat melumpuhkan rencana Jeffrey. Entah bagaimana bisa Johnny menemukan jejak Lucas, Jeffrey sungguh tak habis pikir.

Sambungan diputus, pesan singkat berisi sebuah alamat masuk ke ponsel Jeffrey. Di sebelah pria itu, Mingyu hanya bisa membisu, bahkan di saat nyawanya seperti dibawa menembus batas sebab Jeffrey berkendara selayak pembalap kelas dunia.

Mereka tiba di daerah antah-berantah. Sebuah bekas pabrik tekstil kumuh yang tak terjamah tahun-tahunan. Dindingnya penuh dengan tanaman merambat dan coretan cabul. Tanpa senjata, Jeffrey menemui lembabnya tanah. Mingyu sempat menahan keluarnya pria itu dari mobil lantaran kelewat cemas. Namun, sejatinya Jeffrey adalah manusia keras kepala.

Berbekal sebuah diska lepas di tangan, pria itu memasuki kendang lawan. Dua bilah pintu lebar dari baja didorong sekuat tenaga. Langkah kian berderap gagah. Jeffrey menghampiri komplotan berpakaian serba gelap. Matanya lantas terpaut pada sosok pria tak berdaya yang didudukkan di atas kursi besi berkarat dengan tangan dan kaki terikat. Jeffrey tak tahu pasti, sebanyak apa pukulan yang telah diterima Lucas hingga sepasang bibirnya terkoyak mengucurkan darah, pun wajah tiada bisa dikata rupawan lagi sebagaimana terakhir ia menemui.

Tangan Jeffrey terkepal erat di kala perasaan murka merambat sampai kedua mata. Menghela napas pelan, Jeffrey melemparkan diska lepas yang sedari tadi digenggam kepada salah seorang pria jangkung. Ia berjongkok, melepaskan seluruh ikatan yang melilit Lucas. Namun, ketika hendak memapah Lucas menjauh, sebuah pukulan menghantam punggung Jeffrey kuat.

Mencoba bangkit, Jeffrey menangkis balok-balok kayu yang diarahkan padanya. Satu dua lawan berhasil dipadamkan Jeffrey dengan hantaman tangan. Balok yang tergelatak di atas tanah dipungut untuk kemudian dilemparkan pada kepala para komplotan yang tengah menyeret Lucas kembali. Ketika hendak menghampiri, gaung suara tembakan mematikan pergerakan Jeffrey telak.

SILHOUTTE: After A Minute [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя