310 - Masih Berada di Dalam Kota?

28 8 1
                                    



Gahyeon tidak memedulikan apakah aspal di sana kotor atau tidak, rasa lelah membuatnya membaringkan tubuh terlentang di sana. Handong sendiri masih merasakan rasa sakit yang bisa dikatakan terlalu berat untuk ditahan manusia biasa.

“Aku menyerah, aku kehabisan tenaga.” Gahyeon bergumam pelan di tengah napasnya yang terengah-engah.

“Bocah ini, bukankah dia sangat payah? Tapi bagaimana bisa dia melakukan itu semua?” Handong berbicara dalam benaknya saat memperhatikan Gahyeon sesaat, ia kemudian menunduk melihat kabel yang di dalamnya berupa jalinan kawat kuat, bobot kabel itu sendiri cukup berat apabila manusia biasa yang mengangkatnya.

“Dia memang merahasiakan sesuatu. Sialnya, bahkan dalam keadaan terdesak pun masih saja tetap menyimpan rahasianya.”

Handong beranjak duduk lalu menangkap drone yang melayang, ia menyinari daerah sekitar yang benar-benar gelap. Ia kemudian melemparkan drone itu agar bisa menyinari daerah gelap yang ingin Handong lihat.

“Apa yang kamu lempar barusan?” Gahyeon buru-buru duduk, ia sadar bahwa drone miliknya hilang. “Jangan-jangan itu adalah ... itu adalah ....”

“Dronemu.” Handong menyambung cuek.

“Ahhhh! Kenapa bayiku kamu lempar?!” teriak Gahyeon yang langsung beranjak berdiri, ia mendekat ke arah Handong sambil memasang wajah kesal.

“Aku perlu melihat apa saja yang ada di sana.” Handong menunjuk ke arah di mana saat ini drone berada, benda itu sedang menyinari daerah reruntuhan kota.

“Bukan seperti itu caranya! Aku bisa membuatnya memperluas radius dan jangkauan cahayanya!” Gahyeon membentak.

“Oh, kenapa tak bilang dari tadi?” balas Handong yang masih cuek dan terlihat tak bersalah setelah apa yang dirinya perbuat.

“Kenapa kamu tidak bertanya?” balas Gahyeon yang kini sedikit menurunkan nada bicaranya.

“Kau yang harusnya berinisiatif memberitahu tanpa harus ditanya.” Handong malah balas menyalahkan Gahyeon. Padahal sudah jelas di sini ialah yang salah karena bertindak seenaknya.

“Kamu ... kamu menyebalkan, kenapa tidak mengakui salah saja lalu minta maaf. Ini malah menudingkan semuanya padaku.” Gahyeon memprotes tak terima dengan apa yang Handong katakan.

“Itu karena kau yang salah.” Handong membalikkan menyalahkan Gahyeon.

“Kamu menyebalkan, tidak pernah mau merasa bersalah.”

“Aku tidak pernah salah.”

“Tidak pernah salah pantatmu, memangnya ada orang yang selalu benar?” Gahyeon ingin meneriakkan itu, tapi ia tahu bahwa hal itu akan memperpanjang percekcokan dan akibat lainnya Handong mungkin akan menyakitinya. Maka dari itu ia hanya bisa meneriakkannya dalam benaknya.

Sebagai gantinya, Gahyeon memilih mengalah lalu membuat drone di depan sana bersinar lebih terang dari sebelumnya sehingga jangkauan penerangannya lebih jauh dan lebih luas, hal itu membuat mereka bisa melihat keadaan sekitar lebih jelas.

“Ini adalah kota. Apa kita masih berada di kota tempat perang?” tanya Handong saat memperhatikan keadaan reruntuhan yang tersinari oleh cahaya dari drone.

“Entah, sepertinya kita sudah berjam-jam berada di bawah sana. Mungkin saja kita sudah berada jauh dari tempat perang, meski kita masih berada di kota yang sama.” Gahyeon langsung berasumsi. Mengingat perjalanan mereka sudah ditempuh dalam waktu lama, perkiraannya adalah mereka sudah meninggalkan tempat perang.

Gahyeon kemudian memandang Handong. “Sepertinya kita sudah bebas.”

Handong menggeleng memasang ekspresi serius. “Kupikir tidak, jika mereka menganggap kita terlalu berharga, maka mereka tidak akan menghentikan melakukan pencarian.”

Handong menjeda sesaat sambil menoleh ke arah drone yang tampak sedang bergerak menuju ke tempat Gahyeon berada, tugas menyinari daerah reruntuhan sudah selesai.

Handong kembali memandang Gahyeon. “Kemungkinan saat ini dilakukan pencarian menyeluruh ke setiap penjuru kota, kita belum aman.”

“Ah, menyebalkan! Kukira kita sudah lepas dari mereka!” teriak Gahyeon yang frustrasi.

“jangan berteriak, bodoh, suara kita bisa terdengar siapa saja!” Handong menyergah membentak Gahyeon. Tahu apa yang mungkin terjadi akibat teriakannya, Gahyeon membungkam mulutnya menggunakan dua tangan.

Selama beberapa detik tidak ada yang berbicara sebelum kemudian Gahyeon menurunkan tangan dari mulutnya.

“Bagaimana sekarang? Kita sudah keluar dari tempat perang, tapi kita masih belum aman, bukan?” balas Gahyeon yang agak takut apabila ada yang mengejar mereka.

“Kalau dihitung dengan jarak yang sudah jauh, maka kita seharusnya sudah keluar dari wilayah perang. Kecuali kota sialan itu sangat luas dan di bawah sana kita hanya berputar-putar saja.” Handong membalas memperkirakan.


“Ini tidak baik, kalau sampai ditemukan, maka perjuangan yang kita lakukan akan sia-sia.”

“Maka dari itu, kupikir sebaiknya kita bergerak. Tidak mungkin kita berada di sini lebih lama lagi.”

“Aku tidak bohong soal tenagaku yang sudah habis, aku perlu beristirahat.” Gahyeon kembali mengutarakan bahwa ia berada dalam keadaan kelelahan saat ini, ia kembali duduk dengan gerakan yang lemah.

Handong ingin memarahi Gahyeon karena mereka sudah terlalu sering beristirahat, tapi karena ia memaklumi perjuangan Gahyeon seperti apa, maka ia memutuskan untuk memaklumi, apalagi oa memang melihat bahwa gadis itu memang terlihat kelelahan sungguhan.

“Setidaknya kita cari tempat yang lebih layak, berada di daerah terbuka seperti ini sangat mudah untuk dilihat.” Handong mengusulkan. Pada saat itu drone sudah menerangi daerah sekitar mereka dalam radius yang cukup luas. Entah mengapa malam ini terlalu gelap, seolah cahaya sudah dilahap habis oleh kegelapan malam. Entah dikarenakan adanya asap yang sebelumnya Gahyeon buat atau dikarenakan cuaca hari ini memang membuat malam hari terlalu gelap.

“Aku tidak bisa bergerak. Beri aku waktu untuk beristirahat.” Gahyeon bergumam pelan mempertegas bahwa kondisinya benar-benar tidak bisa bergerak.

“Yang benar saja.”

“Meski kamu menyiksa aku, aku tidak bisa bergerak sama sekali. Otot-otot tubuhku menegang dan ini rasanya sangat sakit.” Gahyeon menambahkan membuat pernyataannya semakin tegas bahwa ia tidak mau bergerak.

“Ini buruk. Apa aku akan mati bersama bocah ini?” Handong berucap dalam benaknya, Saat ini ia tidak bisa melakukan apa-apa selain ikut berdiam diri mengistirahatkan tubuh bersamanya. Ia hanya berharap bahwa mereka akan aman tanpa ada robot-robot yang muncul melakukan serangan tiba-tiba yang mana hasilnya jelas mereka akan kalah telak.

Selama beberapa lama mereka hanya diam membisu. Waktu berjalan terasa sangat lambat, ditambah tidak ada suara apa-apa di sekitar sana sehingga kebosanan benar-benar melanda. Andaikan Handong tidak mengalami cedera, maka ia sudah menggerutu lalu sudah pergi sejak tadi.

Dikarenakan cedera itu juga memaksa agar Handong beristirahat, maka ia memanfaatkan waktu mereka untuk diam dan mencoba meringankan rasa sakit. Tulang-tulang yang remuk sangat lambat untuk meregenerasi, karena tanpa bantuan cairan energi itu, pemulihan berjalan jauh lebih lambat dari yang diharapkan, meski memang pemulihannya beberapa puluh kali lipat dari tubuh manusia biasa.

“Apa kau sudah bisa bergerak lagi?” tanya Handong setelah cukup lama mereka beristirahat. Gahyeon segera berdiri lalu menepuk-nepuk pakaiannya yang kotor.

“Aku sudah bisa berjalan lagi, meski tenagaku yang hilang belum kembali,” balas Gahyeon.

“Intinya kita sudah bisa pergi dari sini?”

“Anggap saja seperti itu.” Gahyeon segera mendekat pada Handong lalu mengangkat tubuh gadis itu di punggungnya. Gahyeon lanjut menggendong Handong lalu berjalan menyusuri kota. Drone yang terbang di atas mereka seperti bukan hanya menjadi sumber penerangan saja, tapi benda itu juga menuntun jalan, Gahyeon benar-benar mengikuti pergerakan drone itu.

“Hei, kau tak perlu berpura-pura lemah, untuk saat ini kemampuanmu yang diandalkan, kecuali kau mau kita mati bersama, aku tidak bisa membuat perisai lagi sekarang.” Handong tiba-tiba buka suara. Ia seperti ingin memberitahu bahwa Gahyeon harus benar-benar memperlihatkan kemampuannya, jangan menyimpan rahasia, ia tidak ingin kejadian sebelumnya terulang lagi. Apabila ada bahaya, Handong tidak akan bisa melakukan apa-apa.

“Aku ....”

“Aku akan tutup mulut,” sela Handong buru-buru. “Dengar, tidak ada gunanya memberitahu yang lain mengenai apa yang bisa kau lakukan.”

“Apa yang kamu katakan? Aku tidak mengerti.” Gahyeon malah membalas seperti itu sambil tersenyum.

Handong segera membenturkan keningnya pada kepala belakang Gahyeon.

“Aduh, ini sakit, teganya kamu!” Gahyeon memprotes sambil meringis.

“Aku tidak percaya kalau kau itu lemah. Semua orang sudah memperlihatkan kemampuan masing-masing kecuali kau, sangat meragukan apabila ada satu yang cacat dari kita semua.” Handong berucap tegas. Gahyeon mungkin belum bertemu Siyeon, tapi Handong sudah sehingga ia sudah tahu bahwa semua gadis memiliki kekuatan mereka masing-masing, selama ini hanya Gahyeon saja yang benar-benar tidak memperlihatkan kekuatannya, hanya kemampuan dalam komputer dan sistem saja yang ditonjolkan.

Sementara JiU, meski tidak melihat secara langsung, Handong tahu bahwa JiU bisa berbuat sesuatu yang berguna menggunakan kemampuannya.

“Tapi aku sungguhan tidak punya kekuatan apa-apa.” Gahyeon tetap menyangkal. Ia masih berjalan dengan langkah yang normal mengikuti ke mana pergerakan drone itu.

“Pembohong.”

“Aku bersumpah, aku rela menjadi imut seumur hidup kalau berbohong.”

“Mana ada sumpah seperti itu?!” sergah Handong.

“Ehehehe. Tapi aku berkata jujur.”

“Lalu kenapa kau bisa mengendongku?” tukas Handong yang membuat Gahyeon bungkam selama beberapa detik.

“Ini murni usaha dan tenaga aku.” Gahyeon akhirnya memberi alibi.

“Untuk ukuran manusia, tubuhku berat, mustahil bocah cengeng dan lemah mampu mengangkat tubuhku, selain itu, kau bahkan tidak terlihat kelelahan, padahal kau sudah bergerak jauh membawaku.” Handong mengungkapkan bahwa Gahyeon tidak mungkin terlalu normal untuk menggendong tubuhnya.

“Ow, tumben kamu berpikir dan bisa mengasumsikan itu. Kukira kamu bodoh dan tidak pernah menggunakan otakmu.” Gahyeon malah berceletuk seperti itu disertai nada ejekan.

“Kau bocah sialan!” Handong yang mendengar itu langsung menghantam keningnya lagi lebih kuat dari sebelumnya. Gahyeon bahkan sampai terdorong hampir tersungkur ke depan.

“Aaaahhhhh! Sakiiiit!” teriak Gahyeon yang suaranya sangat keras. Handong sendiri memasang wajah kesal karena Gahyeon benar-benar susah untuk dibuat mengaku.

Pada saat itulah Gahyeon tersandung bongkahan reruntuhan yang langsung membuatnya terjatuh saat itu juga.

***

Gahyeon dan Handong duduk di atas potongan puing, saat ini Gahyeon meniupi lututnya yang lecet karena barusan terjatuh, Handong sendiri menahan sakit yang bertambah akibat tadi dadanya tertekan ketika Gahyeon terjatuh.

“Sepertinya aku melakukannya terlalu berlebihan. Aku tak menyangka kalau dia akan jatuh.” Handong berucap dalam benaknya. Meski mengakui ia salah, Handong tetap tidak mau meminta maaf. Saat ini ia memperhatikan Gahyeon yang mengolesi lecetnya dengan ludah di telunjuknya.

“Kau jorok! Apa yang kau lakukan?!” sergah Handong. Gahyeon menoleh ke arahnya ketika selesai.

“Air liur bisa mempercepat pemulihan loh.”

“Sejak kapan?! Jangan mengada-ada, kau jorok!” Handong meninggikan suaranya, ia tidak percaya dengan apa yang Gahyeon katakan.

Gahyeon menggembungkan pipinya.  “Aku serius, ih.”

“Terserahlah. Yang penting jangan memegangku kalau tanganmu masih ada liurnya.”

“Hanya di telunjuk aku saja kok, dan ini sudah bersih, lihat.” Gahyeon mengarahkan telunjuknya ke arah Handong, tapi Handong menepisnya.

“Sepertinya ini percuma saja. Bocah sialan ini tidak akan membuka rahasianya.” Handong berucap dalam benaknya. Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan memaksa agar Gahyeon berterus terang, biar dia sendiri yang melihat situasi yang terjadi nanti.

“Kita akan ke mana?” tanya Handong yang kini memulai pembahasan baru, sejak mereka melanjutkan perjalanan, Gahyeon sama sekali tak mengatakan mereka akan pergi ke mana, sepertinya ia memang harus ditanya agar memberitahukan hal-hal yang harus diketahui.

“Aku sedang mencari sinyal bayi-bayiku.” Gahyeon membalas meski ia masih meringis kesakitan.

“Bisakah kau hentikan menyebut dronemu bayi? Itu benda bulat seperti bola mata, sama sekali tak mirip bayi.” Handong menggerutu. Gahyeon malah tersenyum manis.

“Tapi mereka sangat imut, tampak seperti bayi mungil bagiku.” Ia membalas seperti merasa gemas.

“Dungu.” Handong mencibir.

“Jadi, kau sudah mendapatkannya? Maka dari itu kau berjalan mengikuti drone itu?” tanya Handong melanjutkan pembahasan sebelumnya.

Gahyeon langsung mengangguk mengiyakan. “Sinyalnya lemah, tapi aku mendapatkan lokasinya.”

“Bagaimana caranya?”

“Aku mengaktifkan sinyal darurat dari bayi yang Kakak cantikku bawa, laptopku juga mengarahkan bayi lain menuju ke sana, sementara empat yang ini juga akan bergerak ke sana setelah mendapat sinyalnya. Barang-barang kalian ada bersama dengan laptopku.” Gahyeon mengungkapkan.

“Oh.”

“Ayo pergi!” Gahyeon kemudian beranjak berdiri lalu berlari. Tapi tiba-tiba saja sebongkah bantu memelesat tepat di samping telinganya lalu membentur sebuah dinding yang berada tepat di depan. Gahyeon mematung seketika karena kaget luar biasa. Ia menoleh ke arah Handong.

“Kau mau pergi begitu saja, idiot? Sudah lupa dengan keadaanku yang cedera?!” bentak Handong karena Gahyeon malah meninggalkannya.

“Mana mungkin orang cedera bisa melempar batu sebesar itu sampai menghancurkan dinding reruntuhan?! Lagi pula, apa kamu berniat membunuhku? Tubuhku bisa hancur menjadi banyak potongan jika aku sampai kena tadi.” Gahyeon langsung memprotes karena perbuatan Handong barusan sangat berbahaya.

“Kau masih hidup bukan? Kemari dan bantu aku!” bentak Handong yang lagi-lagi tak mau disalahkan.

“Ya ampun, bisakah meminta dengan cara baik-baik? Aku tidak mau menggendong kamu lagi kalau masih kasar padaku,” gumam Gahyeon yang berjalan kembali menuju Handong berada.

“Aku tak akan meleset kali ini.” Handong meraih ban mobil yang masih terpasang pada mobilnya. Tentu saja Handong akan melemparkan mobil itu pada Gahyeon.

Karena mereka memang berada di tengah jalan, wajar apabila ada satu atau dua mobil yang berserakan di sana.

“Baiklah, baiklah. Jangan lakukan itu, aku akan menggendong kamu lagi.”

***

Nightmare - Escape the ERA 3rd Stories (DreamCatcher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang