Halaman 10

19 3 2
                                    

14 Februari 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

14 Februari 2021

Tercapainya tujuan, jangka pendek maupun panjang, ternyata tidak menjadi tolok ukur kegembiraan Keisha dan Jona saat ini.

Meski dengan uang seadanya, lapar yang harus diakrabi, dan kamar mandi umum yang kurang layak, tiga hari yang bebas itu Keisha jalani dengan senang. Ya, dia memang merasa berdosa karena kabur dari rumah dan bolos sekolah, tetapi rasa itu jauh lebih ringan dari yang semula ia perkirakan. Dalam 72 jam bersama Jona, ia melakukan apa pun yang mungkin agar suasana new normal dan perasaan positif merendam mereka, meresap sampai tidak bisa dibasuh, lalu menyisipi mimpi.

Oh, dan jangan khawatir ada yang mencuri satu-dua sentuhan nakal. Dua sejoli ini telah mengadaptasi protokol wabah dalam dunia baru, termasuk physical distancing, jadi mesra-mesraan mereka hanya berhenti di kata-kata, atau aksi tanpa kontak. Sebenarnya, ini agak menjengkelkan karena dalam kebebasan, mereka malah lebih terkekang. Namun, tanpa kontak pun, metode Keisha tetap berhasil mengubah bagian-bagian kecil mimpi mereka menjadi lebih bahagia.

Ketika 72 jam mereka berakhir, Keisha dan Jona tidak berpindah, tidak juga memperoleh petunjuk baru tentang letak 'pintu keluar'. Mereka gembira, tetapi tak bergeser sedikit pun mendekati rumah lama. Jadi, sesuai kesepakatan awal, mereka berdua harus 'pulang' ke rumah di dunia ini.

"Kita cuma pulang, bukan nyerah. Pasti nanti kita bisa bikin mimpi yang sempurna buat pulang," tegas Keisha. Sekarang, ia dan Jona merupakan satu-satunya penumpang di angkot yang memasuki Sawojajar kampung.

Bukannya menanggapi Keisha dengan sama serius, Jona malah menyenandungkan lagu lawas Noah sebelum ganti nama: 'Mimpi yang Sempurna'. Keisha menggembungkan pipi.

"Nggak ada lagu yang lebih lawas?"

"Base Jam." Jona tergelak saat Keisha mempertemukan ujung jari tengah dan jempolnya, hendak menyentil. "Ya, ya, aku nangkep, kok. Caramu sejauh ini memang yang paling berhasil, jadi ayo dicoba bareng."

"Nah, gitu, dong."

Kendaraan berbelok di perempatan Jalan Sulfat saat Keisha bersandar dengan perasaan puas ke jendela angkot. "Rasanya tiga hari ini sueneng. Senengnya itu beda sama waktu kita pertama kali ketemu soalnya kita kayak wis beneran pulang. Ke mana-mana pake masker, engap bareng, terus dikit-dikit nyari wastafel sampe diliatin orang," kekehnya sembari mengenang keseharian mereka selama kabur. "Aku jadi yakin kita bisa ngulang semua kejadian tiga hari ini di new normal walaupun ... keadaan kita di new normal 'kayak gitu'. Aku sudah berdoa bolak-balik."

Tidak perlu diperjelas, Jona tahu 'kayak gitu' yang bagaimana yang Keisha maksud. Mereka sempat menyinggung alasan perpisahan di dunia lama pada hari kedua kabur, tetapi hanya sejenak karena begitu pahit. Mereka kan butuh berbahagia untuk menunaikan 'misi'? Maka, Keisha membiarkan bagian puncak dari pengungkapan Jona menjadi misteri, mengalihkan emosi keduanya kembali ke jalan kebahagiaan yang lurus.

Happy Hypoxia ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang