18 : Jadi Seperti Sahabat

67 15 0
                                    

Reygan Shargawara Point of View...

Entah sejak kapan gue memiliki perasaan untuk Kanaya. Yang gue tahu, sejak makan bareng dia, gue makin ingin memiliki sosok rapuh itu.

Sayangnya, mood gue hancur seketika saat gue mendengar rumor tentang Kanaya dan Arsa. Semakin hancur ketika Kanaya diam saja dan tidak protes banyak saat Arsa seenak jidat mengclaim bahwa dia dan Kanaya menjalin sebuah hubugan. Pacaran, katanya.

Sepanjang perjalanan pulang, gue hanya bisa memandangi Kanaya yang tertidur pulas. Gue ingin bertanya banyak mengenai kejelasan hubungannya dan Arsa. Tapi, entah kenapa ketika Arsa terus menerus menatap Kanaya, gue merasa seolah ada dinding yang keduanya bangun untuk membatasi gerak gue agar nggak terlalu dekat dengan wanita itu.

Akhirnya, dalam keheningan gue berdoa agar Kanaya akan baik-baik saja setelah ini. Karena gue tahu seberapa banyak orang yang menyukai Arsa dan seberapa banyak orang yang mendukung hubungan Arsa dan Chelsea kembali seperti dulu.

Semakin hari, gue semakin merasa jauh dari Kanaya. Ya memang, gue nggak sedekat itu. Tapi entah kenapa, rasanya aneh ketika gue nggak bisa ngobrol santai sama dia. Gue juga memperhatikan bagaimana Vansa perlahan menjaga jarak semenjak Arsa dan Kanaya berpacaran.

Sesekali, gue akan menjaga Kanaya, waspada kalau-kalau Chelsea dan antek-anteknya mengganggu gadis itu. Untungnya, sampai sekarang gue melihat Kanaya masih baik-baik saja. Dia dan Arsa juga semakin dekat dan gue dengan sendirinya mundur secara perlahan.

•••

Gue dan perasaan gue hanya menikmati bagaimana keduanya semakin dekat. Walau tiap hari hati gue rasanya sakit melihat kedekatan mereka, gue cukup tahu diri. Gue bukan siapa-siapa.

Termenung di dekat kolam renang adalah hobi lain gue ketika gue merasa dunia melawan gue. Dunia nggak berpihak. Tapi, gue nggak pernah menyangka bahwa Chelsea akan menemukan gue dan bahkan mengajak gue berbicara.

"Galau, gan? I know what you feel, by the way," dia berujar dan tanpa permisi duduk di samping gue. Sok akrab.

"Jangan sok tahu."

"Bukan sok tahu, gue emang tahu, kok. Lo, suka sama Kanaya, kan? Gimana kalau kita kerja sama? Gue balik sama Arsa dan lo bakalan dapetin Kanaya." Sesuai tebakan, pembicaraan Chelsea nggak pernah jauh dari Arsa. Hanya Arsa Danadyaksa yang ada di otaknya.

"Sayang banget tebakan lo salah. Gue nggak suka sama Kanaya," ucap gue.

Gue sayang sama dia. Kalimat yang nggak akan pernah gue perdengarkan kepada siapapun.

"Lo nggak asik. Kalau gitu biar gue aja yang bergerak sendiri."

Chelsea memang kayak gini. Nggak jelas jadi manusia. Tapi, entah kenapa kepergian Chelsea justru membuat gue merasa dua kali lebih khawatir sama Kanaya.

Chelsea, gue harap dia nggak melakukan apa-apa.

•••

Sayang sekali, tebakan gue selalu benar. Hari ini, di hari pertama ujian, gue melihat Kanaya ditarik oleh dua orang yang nggak jelas siapa mereka.

Sialnya, Maurel langsung menarik gue tanpa sempat berkata bahwa adiknya dalam masalah.

Sepanjang kelas gue merasa Khawatir. Jadi, karena guru belum datang, gue memutuskan berlari secepat mungkin untuk memastikan Kanaya baik-baik saja.

ALDYAKSA (SELESAI)Where stories live. Discover now