24

193 23 22
                                    

_____

From: Semi
To: (Y/n)

Hari ini lu bisa dateng nggak, kitaorang ada acara manggung tempat biasa.

_____

(Y/n) masih menatapi ponsel di tangannya dengan pesan dari Semi yang masih terpampang di sana.

(Y/n) sudah hampir dua minggu tidak pernah bertemu dengan Semi semenjak kejadian dengan Suna itu, dia benar benar berusaha memutus hubungan akan semua yang berkaitan dengan orang itu bahkan jika harus merelakan teman lamanya.

Dan sejak dua minggu inilah, Semi berkala mengiriminya chat, sekedar percakapan ringan atau tawaran datang ke pertunjukan band-nya, seperti yang kali ini.

(Y/n) benar benar rindu bercengkerama dengan temannya yang satu ini, bukan baru sebulan dua bulan mereka menjadi teman tapi hampir lima tahun dihitung sejak mereka SMA.

Dan jika boleh jujur, dia pun merindukan Suna. Hatinya mengatakan dia merindukan orang ini tapi, otaknya selalu mengingat hal pahit yang membuatnya ragu pada kata hatinya. Belum ada setengah tahun mereka kenal tapi, mengapa keberadaan orang itu cukup mempengaruhi kehidupannya?

Kembali fokus pada ponsel di tangannya, (Y/n) bersiap membalas pesan dari Semi itu.

_____

From: (Y/n)
To: Semi

Sorry, Sem. Gua masih ada tugas nih.
Lain kali deh ya..... ^^ "

Send

_____

Ada rasa bersalah setelah mengirimkan pesan penuh kebohongan itu tapi, ia rasa itu adalah hal tepat yang harus dia ambil saat ini. Dirinya tak ingin membenci Suna lebih dari ini.

Dengan cepat dia menyimpan ponsel di tas selempangannya dan melanjutkan langkah yang sempat terhenti di gerbang pemakaman.

Sudah beberapa lama (Y/n) merindukan sang kakak. Hanya dengan melihat dari secarik foto tidaklah memuaskan rasa rindunya tapi, jika datang ke rumah baru sang kakak dia yakin semua rasa rindu itu akan hilang dalam sekejap.

Kali ini dia datang sendiri, tanpa Osamu ataupun orang lainnya yang mengantar. Hanya dirinya.

Setiap langkah yang ia ambil semakin mengikis jaraknya dengan sang kakak. Hingga saat berada di satu titik, langkahnya terhenti. Tepat saat dirinya hanya berjarak beberapa langkah dari makam sang kakak.

(Y/n) terdiam, matanya menatap tepat pada sosok yang tengah bersimpuh di samping makam sang kakak. Dia merasa tidak asing dengan punggung itu, punggung lebar yang terlihat tengah menahan beban berat.

Ayah?

Pikirannya campur aduk. Otaknya seakan berhenti beroperasi. Matanya menatap lekat seseorang di sana. Tubuhnya diam terpaku. Kulitnya bahkan tak lagi merasakan panas menyengat mentari di siang hari kali ini.

Dia hanya lah ayah yang tak pernah memikirkan anaknya sendiri dan mementingkan pekerjaannya. Pikir (Y/n)

Ya! Dia hanya lah ayah yang tak pernah memikirkan anaknya sendiri dan mementingkan pekerjaannya.

Dan kalimat itu terus menerus berputar di kepalanya bersamaan dengan dia yang perlahan lahan mulai menjauh dan pergi dari pemakaman.

.

.

.

.

.

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Where stories live. Discover now