9

101 33 43
                                    

Pintu terbuka bersamaan dengan dentang bel yang mengiringi langkah (Y/n). Mata menyisir sekilas, namun iris (Y/e) itu tak menemukan seseorang yang dicari.

Belum datang? Batin (Y/n) sembari melirik arloji di tangannya. Masih ada beberapa menit sebelum waktu yang telah mereka tentukan.

(Y/n) kembali melangkahkan kakinya menuju meja paling pojok, tempat paling nyaman di matanya, Sepi dan jauh dari keributan dunia luar. Mood-nya cukup jelek hari ini jadi dia memilih menjauh dari keramaian.

Salahkan panggilan masuk dari sang ayah yang merusak pagi indahnya. Anggaplah dia kekanakan tapi, rasa kesal dan kecewanya tidak bisa ia kesampingkan untuk yang kali ini.

"Balik lagi ni?" suara seseorang di belakang membuyarkan lamunan. Dengan cepat (Y/n) menoleh dan menemukan Kawanishi yang tengah menuju ke arahnya.

(Y/n) mengangguk setelah Kawanishi duduk di seberangnya. "Mungkin tempat lu bakal jadi basecamp kitaorang."

"Bagus deh!" kata Kawanishi antusias dan menyandarkan kepala pada tangannya yang bertumpu di meja. "apa perlu gua siapin tempat khusus buat lorang?" guraunya dengan senyum jahil.

"Mending lu buatin pesenan gua aja, gih." Dengan tangannya seakan mengusir.

"Lu ngusir gua ceritanya ni?" tanya Kawanishi dengan alis terangkat.

"Lah kan yang punya kafe, elu. Masa iya gua berani ngusir." Jawab (Y/n) merendah, melupakan yang terjadi beberapa detik yang lalu.

"Yaudah iya deh." Kata Kawanishi akhirnya. Kembali dalam posisi tegak, dia membuka buku kecil di tangannya. "pesen apa nih?"

"Vanilla latte sama Cheese cake," (Y/n) berpikir sejenak. "buat Suna basing lu deh. Nggak tau gua dia suka apaan."

Selesai mencatat semua, Kawanishi mengangguk dan melambai sebelum beranjak meninggalkan (Y/n) kembali ke posisinya.

Lagi, (Y/n) melirik arloji di tangannya, sudah lewat dari jam yang ditentukan. (Y/n) mulai memikirkan hal hal negatif, mengontaminasi pikirannya dengan racun. Pasalnya Suna tidak biasanya terlambat, selama ini dia selalu datang beberapa waktu lebih cepat tapi, sebelum racun itu menggerogotinya lebih lanjut, dia menarik kembali pemikiran rasionalnya.

Namun, bukan berarti (Y/n) tak lagi mengkhawatirkan orang itu. Matanya sibuk mencari keberadaan Suna di balik jendela nan jauh di seberang kemudian beralih ke ponsel di tangannya.

Sayang sekali, sang empu belum menampakkan batang hidungnya. Alih alih menangkap keberadaan Suna, sudut matanya justru menangkap sosok perempuan bersurai blonde yang tengah menatapnya.

Apa orang itu nyangkanya kalo gua ngeliatin dia?

Mengumpulkan keberanian, (Y/n) menoleh ke arah perempuan itu dan matanya langsung bersirobok dengan manik hijau di seberang. Walau samar tapi, Senyum manis yang ditangkap (Y/n) segera menarik ingatannya.

"Alisa!" sapa (Y/n) dengan sesekali melambai.

Yang di panggil ikut melambai sebelum membereskan barang miliknya dan beranjak dari tempatnya.

Alisa merupakan mahasiswi jurusan seni yang berbakat, blasteran Rusia, memiliki paras elok nan rupawan dan murah senyum. Seperti itulah yang (Y/n) dengar dari orang lain.

Titel satu kelas tidak membuat (Y/n) bisa akrab dan mengenal baik siapa pun. Mengenai Alisa, (Y/n) tahu mereka berdua bagaikan dua kutub magnet yang berbeda jadi, tak pernah terlintas di pikirannya untuk mengenal lebih jauh sang primadona ini.

"Lagi nunggu orang, ya?" kata Alisa sembari duduk di seberang, tempat Kawanishi sebelumnya.

Melihat dengan mata kepalanya sendiri, (Y/n) tahu jika kabar yang beredar tentang orang ini sama sekali tidak ada yang dilebih lebihkan.

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Donde viven las historias. Descúbrelo ahora