17

88 28 39
                                    

Sinar mentari perlahan menyelinap melalui celah gorden, (Y/n) yang masih mencari kehangatan dalam selimut perlahan terusik. Bulu mata lentiknya bergetar sebelum menampakkan manik (Y/e).

Bulu matanya bergetar, menarik kembali fokus penglihatan seraya ingatan (Y/n) kembali membawanya pada kejadian semalam. Namun, tak satu pun dari dirinya yang mempercayai itu. 

Duduk di sisi ranjang, gadis itu mengumpulkan nyawanya sebelum beranjak menyibak gorden, menampilkan kamar yang penuh dengan kekacauan.

Manik indahnya menyisir sekeliling. Beberapa bungkus makanan ringan berserakan di sana sini, kain kotor penuh dengan bekas cat, dan hasil kerja kerasnya yang tersandar di dinding, layaknya berlian indah diantara tumpukan sampah.

Beranjak dari tempatnya, (Y/n) segera menggapai handuk yang tergantung tak jauh dari kamar mandi sebelum memulai ritual paginya dan keluar dengan wajah yang lebih enak di pandang.

Memoles sedikit wajah gabakal bikin gua telat, kan? Dia berusaha untuk tidak perduli dengan hal kecil seperti itu, sedangkan masih ada hal yang lebih penting.

Merasa cukup, dia beranjak dari kamarnya ke kamar sang kakak.

Otaknya menolak tapi tangannya tetap mencengkeram gagang pintu dengan erat. "Kak..." panggil (Y/n) pelan sembari membuat celah di pintu.

Melihat tak ada respon, langsung saja dia membuka celah lebih lebar dan masuk.

Matanya segera di sambut pemandangan yang mencengangkan. Sang kakak yang tengah tertidur pulas di ranjang, pakaian Osamu yang tergeletak sembarang, ember berisi muntahan.

Dengan tatapan sendu (Y/n) menatap Osamu. Dia benar benar tak ingin mempercayai ingatannya tapi, apa yang terpampang nyata saat ini menepis keyakinannya.

Tanpa memedulikan Indra penciumannya yang tak nyaman akan bau alkohol, (Y/n) duduk di samping Osamu. Matanya menelisik tiap detail wajah sang kakak. Sama sekali tidak ada yang berubah tapi, mengapa dia seakan melihat orang lain?

Dia benar benar seakan melihat orang lain dalam diri Osamu semalam, dan itu benar benar mengusik pikirannya. Apa selama ini dia terlalu terfokus pada rasa sakitnya tanpa menoleh pada sang kakak?

Paham tak akan mendapat jawaban, (Y/n) tetap mengutarakan pikirannya.  "Kak..."  Kedua tangannya menangkup milik sang kakak. "kakak kenapa? Gabisa cerita sama aku tah?" dan menarik tangan Osamu, membawanya ke pipi untuk sekedar merasakan kehangatan nyata sang kakak.

beberapa menit berlalu dengan cepat tanpa (Y/n) sadari dia tak ingin beranjak dari tempatnya. ingin terus menggenggam tangan sang kakak sampai mata hitam itu menemukannya dan mengatakan apa yang ingin dia dengar dan melewatkan kelasnya. Namun, dia yakin hanya akan mendapat teguran dari sang kakak. 

"Aku berangkat kak." Dan melepas genggamannya dari tangan Osamu.

Aku harap kakak mau cerita tentang semua hal.

Kembali ke kamarnya, (Y/n) segera mengambil tas dan lukisan yang tertutup kain putih sebelum keluar dari kamarnya.

Oke, batin (Y/n). kek mana cara gua ke kampus?

Melirik benda di tangannya sekilas, tanpa pikir panjang dia berjalan menuju pintu depan. Bagaimanapun caranya, dia yakin pasti ada jalan.

"Ayah anter." Suara berat dari belakangnya seakan menjadi jawaban dari semesta akan keresahannya.

Kenapa?!

"Gausah." Jawab (Y/n) enteng dan kembali melangkah keluar. Dengan apapun terserah asalkan tidak dengan sang ayah. Tidak!

𝙰𝚗𝚊𝚕𝚐𝚎𝚜𝚒𝚔 || Sunarin ✔Where stories live. Discover now