"Kalau gitu Papi balik ke rumah sakit, ya?" ujar Akram pada Zidny membuat Zidny merengut kesal.

"Ih Papi. Papi makan bareng Nini." Zidny mulai merengek, meminta agar Akram ikut makan bersama mereka.

"Ada Om Ares kok yang nemenin Nini. Abis makan nanti, kita pergi main, gimana?" Sahutan dari Ares membuat Zidny menoleh. Kedua mata gadis cantik itu berbinar dan segera mengangguk.

Suara kursi ditarik membuat mereka menoleh ke arah tersebut. Akram kini duduk di sebelah Ares yang memicing tidak suka. Sementara Akram tersenyum lebar pada Zidny. "Ya udah Papi ikut makan." Zidny semakin berbinar, berseru senang.

Sementara itu, Odit duduk kaku di tempatnya. Merasa canggung. Memang ia dan Akram serta Zidny sesekali makan bersama, tapi tetap saja ia merasa canggung. Apalagi sekarang ditambah dengan kehadiran Ares.

Odit berdehem pelan, ia membuka buku menu. "Nini mau makan apa?"

Kepala Zidny melongok untuk melihat buku menu yang berada di hadapan Maminya. Ikut membaca nama menu lalu menyebut pesanannya. Usai pramusaji mencatat pesanan mereka masing-masing, pramusaji tersebut undur diri.

Meninggalkan meja tersebut yang didominasi dengan kecanggungan oleh tiga orang dewasa. Sementara Zidny menatap ketiganya saling bergantian. "Kok semuanya diem?"

"Di sekolah tadi, Zidny belajar apa?" tanya Ares manis pada Zidny. Gadis kecil itu mulai menceritakan kegiatan sekolahnya hari ini. Mulai dari diantar oleh Papinya, bermain sebentar bersama teman-temannya sebelum bel masuk berdenting, mengerjakan tugas dari guru, membantu temannya yang kesulitan mengerjakan tugasnya dan kegiatan lainnya hingga kembali dijemput Papi dan berada di sini.

Akram melirik tidak suka pada Ares yang sok akrab pada putrinya. Dari dua tahun akhir-akhir ini, pria itu sangat kentara ingin medekatkan diri pada Zidny. Bahkan mengajak Zidny untuk berpergian.

"Zidny pintar menggambar?" tanya Ares setelah mendengar Zidny yang dengan bangga memamerkan jika tugas menggambarnya mendapat nilai A.

"Pintar. Nini selalu lihat Mami menggambar terus coba-coba sampai Nini bisa " Zidny tersenyum cerah, ia melirik Maminya yang ikut tersenyum. "Tapi sekarang Mami gak pernah menggambar. Mami sibuk nulis eh bukan nulis kan Mi, tapi mengetik?"

Odit mengangguk pelan. Ketiga orang itu mulai berceloteh tentang menggambar. Zidny yang minta dibelikan drawing tablet yang langsung diiyakan Odit.

Suara sendok jatuh mengalihkan perhatian mereka pada Akram. "Sorry," ujar pria itu pelan lalu memanggil pramusaji untuk mengambil sendok baru.

Tatapan Odit bertemu dengan Akram.

"Jadi, Om Ares mau nemenin Nini main kan?" ujar Zidny pada Ares membuat Akram memutus pandangannya dari Odit.

"Ja ..."

"Bukannya Nini punya tugas sekolah? Kerjain itu dulu ya baru main."  Akram menyela Ares membuat Ares mendelik kesal pada pria itu.

Zidny berubah cemberut, tapi tetap mengangguk. "Sore nanti bisa Om? Kalau Nini udah selesai ngerjain tugas?" Zidny masih berharap Ares mengajaknya keluar jalan-jalan.

"Gak bisa, Om Ares sibuk. Biar Papi yang nemenin Nini." Akram yang menjawab, Zidny tersenyum cerah.

"Papi gak ada kerjaan lagi?" Akram mengangguk pelan. Padahal ia masih harus stay di rumah sakit hingga sore. Tapi, ia tidak akan membiarkan putrinya keluar bermain dengan Ares. Tidak akan membiarkan pria itu menarik perhatian Zidny.

Ares memicing tidak suka menatap Akram. Tapi ia tidak bisa melakukan apapun karena Akram, papinya Zidny.

●•••●

CERPENWhere stories live. Discover now