Kedua tangan Odit yang berada di atas pangkuannya terkepal kuat, ia menatap tajam Akram. Merasa perkataan Akram menyindir dirinya jika ia tega meninggalkan Zidny. Tidak bertanggung jawab sebagai seorang ibu.

"Oke fine! Setelah aku dari Bali, aku berhenti jadi blogger!" akhirnya itulah keputusan yang Odit ambil.

Memilih menjadi novelis. Bermain dengan imajinasinya hingga meluncurkan lima novel dalam karirnya dua tahun ini yang terbilang sukses. Dikenal menjadi selebgram membuat novel-novel miliknya laris manis. Bukan hanya karena itu tentunya, alur serta tokoh-tokoh yang ada di novelnya selalu banyak disukai para pembaca dan ber-genre romantis. Apalagi semua novelnya happy ending.

Karena, cukup kisah cintanya yang berakhir sad ending.

Menghela nafas pelan, Odit bangkit dari duduknya. Melamun, membuatnya terlempar sebentar ke masa lalu.

Ia merapikan buku catatannya serta alat tulis yang biasa ia gunakan untuk mencatat hal-hal yang penting.

Memadamkan lampu ruang kerjanya tersebut lalu keluar yang langsung terhubung dengan kamarnya.

Kening Odit mengernyit saat melihat gundukan besar di tempat tidur. Juga suara berbisik lirih. Yang pasti itu suara Zidny.

Menggeleng pelan, kenapa pula anaknya itu bangun, padahal tadi ia sudah menemaninya tidur. Apalagi sekarang sudah tengah malam.

"What are you doing?" Suara pelan Odit menyentak Zidny yang posisinya duduk dan menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Nothing Mami ... em I'm sleep."

Odit menahan diri agar tidak tertawa mendengar suara Zidny yang begitu imut teredam selimut yang masih membungkus tubuh mungil anaknya itu.

Segera ia menarik selimut hingga terlihat Zidny yang menyengir.

Kening Odit mengernyit saat melihat dua tangan Zidny berada di balik punggung anaknya itu. Seakan menyembunyikan sesuatu.

Gadis berusia enam tahun itu menampakkan senyum polos. "Mami udah selesai?"

"Udah. Nini sembunyiin apa?" Odit naik ke atas tempat tidur. Zidny menggeleng kepalanya pelan.

"Nothing."

Mata Odit semakin memicing curiga. "Nini ..."

"Dek, are you there?" Mata Odit membulat, cengiran Zidny semakin lebar.

"Papi ...," ujar Zidny pelan seraya mengarahkan ponsel milik Odit ke depan.

"Adek udah ngantuk, ya?" Akram bersuara lagi di seberang sana. Pengeras suaranya menyala.

"Udah. Mami udah selesai kerjanya. Ya udah Papi. See you."

"Iya Nak. See you!"

Odit pun mengambil kembali ponselnya lalu menaruhnya di nakas. Kemudian menyelimuti tubuh Zidny yang telah rebah.

"Tadi Nini udah tidur, kan? Kenapa bangun, Nak?" tanya Odit lembut seraya menepuk pelan paha Zidny.

"Nini bangun pipis terus tadi ngintip lihat Mami masih kerja. Karena Nini gak bisa tidur lagi, jadi Nini telepon Papi." Gadis kecil itu merubah posisi menghadap ke arahnya lalu memeluknya. "Papi ajakin Nini pergi."

"Pergi ke mana?"

"Rumah Eyang. Kata Papi nginap di sana."

"Kapan?"

"Hari Sabtu."

"Oke, Nini pergi." Tangan Odit naik membelai rambut panjang Zidny.

"Mami gak ikut?"

CERPENWhere stories live. Discover now