CERPEN : CITRA

Mulai dari awal
                                    

Dadanya terasa sesak menyaksikan kondisi anaknya yang begitu lemah, begitu rapuh. Juga dengan kondisi Citra yang belum sadarkan diri.

Kedua matanya memanas, ia mulai beranjak dari sana seraya mengusap kedua matanya.

Sementara itu di dalam ruangan NICU. Arga mengamati sosok bayi di hadapannya. Sosok yang berpengaruh besar merusak masa depannya membuat orang-orang menilai dirinya buruk. Melukai sosok yang begitu ia cintai.

Kalau saja bayi ini tidak ada, pastinya hidupnya tidak berantakan.

Arga menghela nafas pelan, ia tidak boleh menyalahkan bayi yang tidak tau apapun ini. Semua yang terjadi, biarlah berlalu. Arga hanya pasrah dengan namanya takdir. Menerima apapun apa yang akan terjadi ke depannya dan menjalaninya dengan lapang dada.

Bayi di hadapannya tersentak pelan membuatnya juga tersentak, suster yang menemaninya di dalam sana memberitahunya jika itu hal yang biasa bagi seorang bayi.

"Bapak boleh kok sentuh anaknya."

Arga menatap suster tersebut lalu kembali menatap bayi di hadapannya.

Tangannya yang menggunakan sarung tangan khusus bergerak dengan pelan menuju bayi mungil tersebut. Menyentuh jari mungilnya dengan lembut dan seringan mungkin.

Tanpa sadar Arga tersenyum, apalagi saat kepalan tangan mungil itu terbuka lalu menggenggam jari telunjuknya.

Tangan kiri Arga terangkat untuk mengusap air mata yang menetes, mengalir di pipinya. Ia tidak tau kenapa ia menangis. Karena perasaannya saat ini tak karuan sehingga tak bisa ia mendeskripsikan.

Apa seperti ini perasaan Bunda saat ia lahir?

Ia teringat akan sosok Bundanya yang berjuang dengan sendirinya. Mengandung dan melahirkan dirinya.

Air mata Arga mengalir dengan deras, ia menunduk dalam. Merasakan dadanya tiba-tiba sesak.

Hal yang paling membuatnya sakit adalah ....

Sama sekali ia tidak mengingat kenangannya bersama Bunda.

Arga tersentak saat tangan mungil yang menggenggam jarinya terlepas dengan lemas. Ia menatap suster yang  menyuruhnya keluar, dan suster lainnya segera memanggil dokter.

Tatapan Arga kosong serta pendengarannya berdengung. Kedua tungkainya terasa lemas hingga ia jatuh terduduk. Menatap dalam diam Mami yang menangis histeris saat satu pengumuman dokter pada mereka tentang bayi Citra. Juga Papi yang menitihkan air mata memeluk Mami.

Tatapannya beralih pada Faras yang kembali mendekat, pria itu menatap kosong dinding kaca tempat bayi Citra. Terlihat seperti orang linglung.

Arga menaikkan lengan kanannya untuk menutupi matanya, mulai menangis tersedu-sedu.

Hal yang sangat ia hindari adalah perasaan bersalah. Sehingga secara perlahan berdamai dengan keadaannya. Tapi, tetap saja perasaan bersalah itu muncul.

Harusnya ia tidak membiarkan Citra sendirian sehingga wanita itu tidak akan kehilangan anaknya.

Teringat akan Citra membuat Arga semakin tidak bisa menahan tangisnya. Apa yang akan terjadi pada wanita itu?

Meski awalnya ia tau Citra tidak menginginkan bayi itu, tapi namanya juga seorang ibu pastinya akan sangat merasa kehilangan. Apalagi Citra begitu antusias dengan kelahiran anaknya. Bahkan telah menyiapkan semua peralatan bayi, pakaian hingga kamar yang bernuansa berwarna baby pink karena anaknya berjenis kelamin perempuan.

Ingatan Arga berkelana pada suatu malam saat ia terbangun dan berada di atas ranjang seorang diri. Saat mencari Citra di kamar mandi, ia tak temukan. Hingga memilih keluar dari kamar.

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang