40. Chaotic

Mulai dari awal
                                    

"Serem, aku jadi ngebayangin ada monster gede banget di dalem laut. Hiii, ngeri." Atlanna bergidik.

Karena ini berhubungan dengan laut, maka Bintang menelepon Langit untuk segera datang bersama Alaia. Bintang yakin, Alaia tau sumber suara misterius tadi. Alaia tau segalanya tentang lautan.

Sembari menunggu Langit dan Alaia tiba, Bintang mengajak Atlanna ke Star Food & Bar untuk rehat sejenak. Istrinya tidak boleh terlalu lelah apalagi mereka baru saja selesai pemotretan.

"Appa, aku mau jujur. Dari tadi di tepi pantai aku ngerasa diperhatiin seseorang, tapi pas aku nengok, enggak ada orang di sana." Atlanna berucap saat mereka masuk ke restoran.

Bintang melihat makhluk yang Atlanna maksud, bahkan bukan hanya sekali ia memergokinya.

Tidak semudah itu menangkap makhluk tersebut karena dia bergerak gesit dan transparan, sehingga Bintang sulit menangkapnya. Lamun dengan begitu Bintang tau harus bertindak bagaimana dan ia akan mendiskusikannya bersama Alaia.

Hel, bersiap-siaplah mati untuk yang kedua kali.

Kira-kira setengah jam telah lewat. Mobil Langit terparkir berdekatan Jeep milik Bintang. Ia keluar duluan, disusul Alaia yang tengah menggulung rambutnya tinggi-tinggi agar nanti rambut panjang itu tidak berkibar-kibar tertiup angin.

"Suara yang Bintang maksud itu pasti sama kayak yang aku denger beberapa waktu lalu," ujar Alaia.

"Dari jantung laut?" Langit bertanya.

"Lebih jauh dari jantung laut, Angit," ungkap Alaia.

Langit merinding. Ia masih mengingat jelas semengerikan apa keadaan di jantung laut. Lantas bagaimana situasi dan kondisi bagian yang lebih jauh dari itu?

"Kamu mau nyelem lagi?" tanya Langit.

Alaia mengangguk. "Aku harus ke dasar. Enggak sekarang, tapi dalam waktu dekat. Angit jangan ikut."

"Kenapa aku enggak boleh ikut?" Langit memandangi Alaia yang jalan mendahuluinya mendekati buih laut.

"Ini lebih berbahaya. Kalau aku salah sedikit aja, Irvetta bisa hancur." Alaia bertutur ragu.

Langit mencerna ucapan Alaia, tapi sama sekali tak menemukan titik terang. Ia tidak mau diam saja sementara istrinya berjuang menyelamatkan lautan. Langit memiliki harapan besar agar Alaia mengizinkan Dewa dan Dewi lain untuk ambil bagian.

"Kalo Evil Realm aja bisa kamu kalahin, yang ini juga pasti bisa. Semangat, Sayang." Langit berujar.

Alaia mengapresiasi segala dukungan yang selalu Langit beri untuknya. Sehebat dan sebesar apapun kekuatan Alaia, tetap akan melemah tanpa adanya Langit di hidup dia. Ini menjadi alasan Alaia harus lebih berani menghadapi segala persoalan.

"Aia bakal semangat. Demi kamu, demi anak-anak kita, demi keluarga besar kita, demi Malverone dan Savarna." Alaia mengukir cengiran lebar.

Langit pun merentangkan tangan dan membiarkan Alaia menyelinap masuk ke pelukannya. Hangatnya pelukan itu memberi rasa tentram di hati mereka berdua. Rasanya damai meski masalah besar sedang menganga untuk menelan mereka bulat-bulat.

Setelah puas mendekap satu sama lain, Alaia mundur dan berbalik menghampiri air. Sebelum terfokus ke sumber intan, ada satu hal yang mesti Alaia benahi. Sosok ini terlalu kecil dan sama sekali tak sebanding dengan kedudukan Alaia.

Ketika simbol-simbol Alaia sudah menyala, di situlah Amatheia siap berulah.

"Laut ...," bisik Alaia. "Bawa Hel ke hadapanku sekarang."

ALAÏA 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang