Desa Kencana?

1.2K 220 16
                                    

"Kalau gitu, aku ikut."

"Enggak! Aku gak izinin kamu ikut," bantah Kak Satya. Aku menatap Kak Satya kesal.

"Oke, aku juga gak akan izinin kamu buat pergi," ucapku tidak mau kalah. Kak Satya menghela nafas sembari menatapku. Lalu ia memelukku.

"Aku gak mau kenapa-napa. Lagian tempat itu bahaya," ucap Kak Satya lebih pelan. Ia masih memelukku.

"Aku bakalan baik-baik aja. Kan ada kamu yang jagain aku," ucapku membalas pelukan Kak Satya. "Kamu gak akan biarin orang lain nyakitin aku sama calon anak kita, kan?"

"Aku gak akan biarin itu. Tapi, kalau kamu dan calon anak kita di sini. Jauh lebih aman," ujar Kak Satya.

"Iya memang keadaan di sini jauh lebih aman. Tapi, pikirian aku yang sama sekali gak aman. Aku yang terus mikirin kamu yang jauh di sana. Setidaknya, kalau aku ikut kamu. Kita bisa saling jaga, kan?" ucapku meyakinkan Kak Satya.

Kak Satya diam. "Aku tahu kamu khawatir sama kondisi aku dan calon anak kita. Kamu ingat, kan? Aku bisa jaga diri aku. Kita bisa saling jaga."

Aku memeluk Kak Satya, "Kamu itu suami aku. Di mana pun kamu berada, harus ada aku di sebelahnya."

Kak Satya menghela nafas. "Oke, kamu boleh ikut. Dengan syarat kalau terjadi apa-apa kamu harus hubungi aku."

"Iya sayang," ucapku sembari mengeratkan pelukan ku ke Kak Satya.

"Jadi kapan kita berangkat?"

***

Pagi ini, aku menutup koper yang sudah berisikan baju-baju. Kami membawa dua koper, masing-masing punyaku dan Kak Satya.

"Kamu yakin mau ikut aku?" Aku menatap Kak Satya kesal. Entah sudah berapa kali ia menanyakan kalimat yang sama. Mungkin Kak Satya pikir aku hanya main-main.

"Kamu berharap aku berubah pikiran, ya?" tanyaku. Aku berdiri dari tempat duduk.

"Hati-hati," ucap Kak Satya membantuku. "Aku cuma memastikan. Karena feeling aku gak enak."

"Sekarang aku tanya, berapa kasus kematian yang udah kita alami?" tanyaku.

"Dua?"

"Kamu dua, aku tiga," jawabku dengan bangganya. "Dan aku bisa melakukan semua itu. Malah sekarang aku penasaran sama Desa itu."

"Kita ke sana mau kerja. Jangan ngelakuin hal yang aneh-aneh. Ingat kandungan kamu, calon anak aku! Anak kita!"

"Iya-iya. Aku juga bakalan utamain keselamatan mereka kok," balasku. "Kalau gitu, ayo berangkat!"

Aku berjalan keluar rumah lebih dulu. Lalu di susul Ka Satya yang membawa dua koper kami. "Kita mampir ke rumah Mama dulu kan? Buat pamitan?"

"Iya," jawab Kak Satya sembari memasukkan koper kami ke bagasi mobil.

Aku masuk kedalam mobil. Setelah itu, Kak Satya masuk dan kami mulai perjalanan ke rumah Mama.

15 menit kemudian. Kami sampai di rumah Mama. Aku turun lebih dulu, dan segera masuk kedalam rumah.

"Assalamualaikum.... " ujarku sembari masuk kedalam rumah.

"Wa'alaikumsalam... loh tumben kesini gak nelpon dulu?" ucap Mama.

"Iya Ma, Papa mana?" tanyaku.

"Ada di kamar, mau Papa panggilkan?" Aku pun mengangguk Mam bangkit, dan memangil Papa. Kak Satya masuk kedalam dan duduk di sebelahku.

Papa dan Mama keluar kamar dan duduk di depan kami. "Ma, Pa, Satya mau izin bawa Sera keluar kota."

"Loh kok dadakan?" ucap Mama kaget.

DEATH 4 (Misteri Desa Kencana) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang