MISTERI TUSUK KONDE

Start from the beginning
                                    

"Bi, kami keluar dulu, ya. Kalau perlu sesuatu, silakan panggil saja kami." Jefri pun meninggalkan ruang kamar.

"Baik, Tuan ...," jawab Darmi sembari menoleh sekilas.

Semburat arunika terasa sangat singkat dalam menjilat kulit manusia, perginya lentera dunia itu lamat-lamat membuat nuansa yang tadinya nyaman dan damai, berubah menjadi sangat mencekam. Bagaimana tidak, suara burung hantu menghadiri tiap detiknya wilayah tersebut, nyanyian itu sejurus dari luar.

Dari lubang ventilasi, semilir angin datang seakan ingin memboyong hujan. Namun, sudah hampir satu jam tidak membawa rintik-rintik sama sekali. Akibat dari cuaca itu, listrik pun padam seketika, hanya dimar ublik yang menjadi lentera mereka. Semburat kecokelatan seakan mondar-mandir dari ambang pintu kamar, Darmi pun penasaran siapa gerangan orang di luar sana.

Sehabis salat magrib, dia mencoba untuk membuka pintu kamarnya dan membuang tatapan sejurus pada ruangan minimalis di hadapan. Kamar mandi adalah sasaran utamanya memandang, dia seakan merasa bahwa ada orang yang sedang mandi, karena kecipak bunyi shower dan keran tak kunjung berhenti.

Tanpa ada rasa gemetar sedikit pun, Darmi mencoba mendekat ke ambang penglihatan, dia meletakkan daun telinganya di pintu kamar mandi. Hiruk pikuk yang kian membesar membuat jiwanya gelenyar, ditimpali suasana temaram seluruh ruangan. Dimar ublik pun seperti tertiup angin, padahal udara di sekitar sangat netral tanpa ada terpaan.

'Yang lagi bernyanyi itu siapa, ya? Kok, seperti seorang wanita gitu?' tanyanya dalam hati.

Karena Darmi tak ingin terlalu kepo, dia pun beringsut meninggalkan kamar mandi. Rasanya sangat kurang ajar jika membuka pintu itu, bisa jadi di dalam sana adalah kedua pemilik rumah mewah tempatnya bekerja.

Sesampainya di ambang pintu kamar, Darmi tercengang dengan penampakan sesosok wanita berambut sepinggang tengah menyisir dengan menghadap membelakangi. Dalam sekelebat penglihatan, dia pun meletakkan badannya tepat pada permukaan dinding. Degup jantung tak lagi netral, keringat bergerak sejurus membasahi badannya.

'Perempuan itu siapa, ya? Kalaupun dia adalah ibu dari Tuan Jefri, ngapain di kamar aku?'

Selesai bersenandika, wanita beranak dua itu kembali menoleh secara perlahan. Tepat pada tatapan semula, sosok wanita berambut sepinggang itu telah tiada, kemudian dia mencoba untuk memasuki kamar dengan tapakan gontai.

Tepat di atas dipan, Darmi pun mendapati sebuah tusuk konde berwarna kuning keemasan di atas ubin, dia seakan tertarik untuk mengambil benda tajam itu. Secara saksama, wanita berbaju merah itu membolak-balikkan benda yang baru saja dia dapatkan.

"Tusuk konde, cantik juga. Kalau aku pakai di rambut pasti tambah cantik," ujarnya seraya memperaktikkan.

Dengan dibantu cermin, wanita berusia 26 tahun itu memakai tusuk konde di rambutnya. Ketika dia mengerling, wajahnya seakan berubah menjadi sangat pucat seperti mayat.

"Tidak ...!" Darmi pun berteriak ketakutan hingga membuat badannya terpental di atas lantai.

Wanita bersuara parau itu kerasukan sesosok arwah melalui tusuk konde yang tadi dia dapatkan.

"Ha-ha-ha ...," teriaknya sembari tertawa sangat kekeh.

Suara itu mengundang seisi rumah menjadi sangat heran, Jefri dan Siska pun melompat dari atas ranjang seraya berlari kencang menuju lantai satu. Tepat di pusat kejadian, Darmi—pembantu mereka telah kerasukan makhluk gaib.

"Pa, panggil Diman di luar," suruh Siska.

"I-iya, Ma." Jefri pun berlari keluar rumah seraya memanggil dua orang penjaga pos yang sedang bercokol dan bermain catur.

Dengan napas ngos-ngosan, Jefri pun akhirnya tertegun di depan Diman dan Aryo.

"Tuan, kenapa lari-lari? Mau ikutan lomba marathon?" tanya Diman—penjaga pos.

"Di rumah, tolong saya. Darmi," titah Jefri terbata-bata.

"Kalau ngomong yang jelas, Tuan ...." Aryo pun mengubah posisinya sedikit mendekat ke pemilik rumah.

"Darmi kesurupan, tolong saya!" tambah Jefri ngegas.

Mereka pun akhirnya menuju rumah tersebut. Dari ambang pintu, suara teriakan ditimpali tawa kekeh menggelegar dan menggema di setiap sudut ruangan. Sementara Diman dan Aryo sangat gemetar untuk memasuki kamar Darmi.

"Kalian ngapain masih di sini!" pekik Jefri memutar posisi badan.

"Siap, Tuan!" Aryo pun menarik tangan Diman untuk segera memasuki dapur.

Setibanya di ruangan itu, mereka sangat ketakutan melihat Darmi yang berteriak tanpa henti. Sesekali dia terkekeh seraya menatap cermin. Lamat-lamat, kedua penjaga pos itu memasuki kamar dan membelenggu tangan beserta kaki wanita beranak dua itu.

"Tuan, panggil ustaz yang ada di kampung seberang. Mungkin dia bisa membantu kita," ujar Diman.

Setelah Jefri melangkah pergi, suara kumandang azan isya terdengar. Lamat-lamat, Darmi pun tak lagi berteriak dan dia mulai tenang. Listrik yang tadinya padam, telah menyala seperti semula. Akibat kejadian barusan, seisi rumah menjadi seperti diteror makhluk halus, padahal menurut pengakuan Daniel, rumahnya itu tak pernah terjadi hal-hal yang berbau mistis.

Malam itu, sepasang suami—istri bercokol dalam ruang tamu. Mereka seakan tak henti-hentinya merumuskan pertanyaan yang membutuhkan jawaban. Namun, sejak awal kedatangan mereka di rumah itu, sudah disambut tidak baik dengan berbagai penemuan benda-benda aneh.

Akibat dari rasa penasaran Jefri pada lukisan-lukisan di setiap pojok ruangan, dia seakan tak mampu untuk menolak tawaran Daniel—penjual yang saat ini telah dikabarkan meninggal dunia dengan menabrak tiang listrik.

"Pa, baru tiga hari kita di rumah ini, rasanya seperti ada yang aneh." Tiba-tiba, Siska mencetuskan apa yang dia rasakan.

"Mama, jangan terlalu dibawa-bawakan kali. Mungkin cuma perasaan Mama aja kali," jawab Jefri menengahi perseteruan.

"Mungkin saat ini Papa enggak pernah menjumpai hal ganjil, tapi mama. Sudah merasa sangat aneh ketika awal datang ke rumah ini," tegas sang istri.

"Rumah ini sudah kita beli dengan harga yang lumayan mahal, Ma. Enggak mungkin, 'kan, kalau kita jual lagi." Jefri semakin mengernyitkan dahinya.

"Terserah sama Papa aja, pokoknya kalau terjadi apa-apa, jangan salahin mama." Siska pun meninggalkan ruang tamu dengan melangkah menuju kamar.

Tepat di atas kursi sofa, Jefri diruntuk kegelisahan. Pasalnya, dia tak mendapati keanehan apa pun di rumah tersebut. Meskipun rumor dari berbagai kejadian mulai tampak jelas, lelaki berkumis tipis itu seakan tidak terlalu yakin dengan adanya makhluk gaib.

Tepat di samping ruang tamu, Aurel dan Radit—anaknya masih bermain gembira. Mereka seakan tak merasakan keanehan seperti yang lainnya. Padahal, anak-anak lebih peka dengan kehadiran makhluk yang seperti itu.

Jefri pun beringsut menemui kedua anaknya yang saat ini masih betah bermain. "Sayang ... kalian enggak tidur?"

"Lagi seru mainnya, Yah," jawab Aurel.

"Emang seseru apa, sih? Perasaan kalian cuma dorong mobil-mobilan aja," titah Jefri.

"Kami ditemani sama tante, Yah."

Deg—

Mendengar pernyataan itu, Jefri tercengang. Padahal, dia tak mendapati siapa pun di sekitar anak-anaknya saat ini.

"Sayang ... sekarang tidur, ya, udah malam. Mainnya disambung besok lagi," ucap Jefri sembari mengelus rambut kedua anaknya.

"Iya, Yah ...." Secara serempak, Aurel dan Radit menjawab.

Mereka bertiga pun menaiki anak tangga lantai dua sembari bergurau, sementara tepat di samping mainan kedua anak-anak, seorang wanita telah duduk bersila sembari menemani Aurel dan Radit sedari tadi.

Pengantin KutukanWhere stories live. Discover now