AWAL UNTUK AKHIR

61 2 0
                                    

"Jin, setan dan seluruh pengganggu rumah ini. Keluar ... tunjukkan di mana kalian bersembunyi." Dalam posisi mendudukkan badan, paranormal itu membakar kemenyan.

Aroma kemenyan dan bunga kantil berpadu di dalam rumah. Hiruk pikuk yang tadinya sempat terdengar, spontanitas menjadi hening. Sementara di pojok ruangan, Jefri, Mirna, Diman, dan Darmi menatap sejurus ke arah paranormal itu.

Karena suasana rumah kembali biasa saja, lelaki berkumis tebal itu mengambil kerisnya dan meletakkan benda tajam tersebut di atas bakaran kemenyan. Desas-desus kembali hadir, tepat pada kamar mandi berukuran minimalis. Plafon rumah pun seakan ikut ambil andil dalam bagiannya.

Sejak awal paranormal itu membuka keris, tapakkan demi tapakkan bergerak ke sana dan ke mari dari atas plafon rumah. Sembari mendongak, Jefri pun menoleh Mirna—ibunya.

"Bu," panggil Jefri singkat.

"Iya, ada apa, Jef?" Dalam posisi saling tukar tatap, mereka pun berkata sedikit berbisik.

"Aurel di mana?" tanya Jefri.

"Tadi, dia ada di dalam kamar."

"Ngapain, Bu? Kenapa enggak diajak ke sini aja," ujar Jefri sekenanya.

"Tadi dia tidur. Udah, biarkan saja." Mirna pun mengakhiri percakapan dengan membuang tatapan menuju kamar mandi.

Paranormal itu kembali mengambil kerisnya dengan gagang berbentuk naga, cahaya yang dikeluarkan juga tidak main-main. Jika terkena netra orang biasa, paparan kemerahan itu membuat pedih.

Dari pintu kamar mandi terdengar seperti ada yang hendak keluar. Namun, sedari tadi tak kunjung mau hadir. Karena penasaran, paranormal itu membangkitkan badan seraya berjalan menuju kamar mandi. Sesampainya di pusat tujuan, pintu pun terbuka sendiri tanpa disentuh.

Lelaki yang mengenakan seragam serba hitam itu memasuki kamar mandi dan tertegun menatap cermin, dengan diikuti keempat penghuni rumah, mereka pun saling celingukan dari ambang pintu.

"Pak Jefri, saya akan berbicara dengan sosok penunggu rumah ini. Tolong tanggapi apa yang saya katakan nantinya," pinta paranormal itu.

"Baik, Pak," jawab Jefri.

Sekitar satu menit menunggu, paranormal pun seperti tengah kerasukan sesosok makhluk gaib, karena tingkahnya berubah menjadi sangat menyeramkan.

"Ach ...," teriak paranormal itu.

"Pak, kau tidak apa-apa?" tanya Jefri.

Dengan tatapan tajam, paranormal yang sudah dirasuki oleh sesosok makhluk gaib menatap Jefri dengan sangat tajam. Tampak dari ekspresi yang dia buang sangat membuat gemetar sekujur tubuh. Secara perlahan, Jefri pun mendudukkan badan di atas lantai, saling berhadap wajah pada paranormal yang sedari tadi hanya menadahkan kepala.

"Siapa yang mengundangku ke sini!" pekik paranormal itu.

"Jadi begini, Mbah. Kami sengaja mengundang kamu, karena kami ingin berdamai agar tidak ada lagi kematian tak wajar di rumah saya," titah Jefri.

"Kau mau tahu kenapa saya melakukan ini padamu, Jef!" pekiknya lagi.

"Kenapa, Mbah?" sambar Jefri.

"Kau sudah lupa dengan aku, Jef? Kalau aku adalah Kasih—calon istrimu lima belas tahun yang lalu."

Deg—

Tiba-tiba, suara paranormal itu berubah menjadi lembut. Padahal, perawakan si paranormal tadinya sangat seram. Sementara nada suara lelaki itu sangat menggambarkan suara Kasih—calon istri Jefri.

Pengantin KutukanWhere stories live. Discover now