RUANG KANTOR YANG MENDADAK MISTERIUS

41 3 0
                                    

Hari berganti dengan hari. Pagi itu, Jefri akan mulai bekerja seperti biasanya. Dengan menggunakan mobil sport berwarna putih, dia beringsut meninggalkan rumah dan masuki area jalan lintas. Di sepanjang perjalanan, lelaki beranak dua itu berkutat dengan kejadian yang terjadi belakangan hari, suasana rumah seperti tidak lagi bersahabat dengannya.

Sekitar memakan waktu setengah jam, Jefri pun sampai di depan kantornya. Suasana itu terasa sangat berbeda, karena sudah tiga minggu, dia tak menapakkan kaki di tempat bekerja. Semua urusan pun telah diserahkan oleh Dimas—asistennya. Dengan langkah yang kian gontai, kedua kakinya terasa sangat berat untuk memasuki pintu.

Alhasil Jefri tertegun dan menarik kakinya yang sangat berat. 'Haduh ... kaki aku kenapa, ya? Kok, berat sekali.'

Selesai bersenandika, Jefri pun memandang para karyawan yang lalu lalang di samping kanan dan kiri. Yang mampu menarik perhatiannya adalah, wajah-wajah para karyawan tampak sangat pucat seperti mayat. Meskipun ramai, tak satu orang mau membantu.

"Gery!" Jefri pun memanggil satpam kantor.

Akan tetapi, pemuda bertubuh tegap itu tak memedulikan panggilkan tersebut. Dengan santainya, dia berjalan melintasi bos besar sebagai pemimpin di tempatnya bekerja saat ini. Tiba-tiba, seorang wanita bercadar hitam datang melalui akses depan, dia pun menoleh ke posisi Jefri dan memberhentikan langkahnya.

"Maaf, Anda direktur bank ini, ya?" tanyanya.

"I-iya, saya adalah pimpinan di sini."

"Sebentar, Pak, saya akan bantu untuk melepas kaki kanannya. Sebelumnya, mohon maaf. Saya izin dulu," titah wanita itu.

"Oke, silakan." Jefri pun menatap aksi wanita bercadar hitam itu, dia seperti membaca sesuatu dan mendekatkan telapak tangannya di pergelangan kaki lawan bicara.

Dalam hitungan detik, napas yang tadinya terengah-engah berubah menjadi netral. Sementara kaki kirinya terasa sangat ringan dan mudah untuk digerakkan, entah siapa wanita itu, yang pasti Jefri merasa senang karena ada yang membantunya saat ini.

Posisi keduanya saling berhadapan, akan tetapi tak satu pun perkataan bisa mereka katakan. Sebagai rasa terima kasih, Jefri merogoh kantong celananya dan mengambil beberapa lembar uang kertas.

"Mbak, ini sebagai ucapan terima kasih saya." Jefri menyodorkan uang itu.

Wanita di hadapan tak mau mengambil, dia pun menepis dengan telapak tangannya saja, "maaf, Pak, saya membantu dengan ikhlas. Lain kali, kalau mau ke mana-mana baca basmallah, agar setan enggak mendekat."

Mendengar ucapan itu, Jefri merasa seperti tengah tertampar keras. Pasalnya, sejak menikah dengan Siska, dia tak pernah lagi beribadah. Padahal ketika masa lajang, Jefri sangatlah taat menjalankan kewajiban sebagai umat Islam. Namun, setelah menikah, dia hanya teropsesi dengan uang dan material bangkai dunia lainnya.

Lamat-lamat, wanita itu pun permisi dan beringsut meninggalkan lokasi percakapan. Jefri memahami kalau wanita dan pria yang bukan muhrim, dilarang untuk berbincang terlalu lama. Apalagi di tempat itu tidak ada siapa pun, takutnya malah setan yang menjadi orang ketiga.

Setelah beberapa menit berjalan, sampailah Jefri tepat di ambang pintu ruangan kerjanya. Tampak dokumen-dokumen yang sempat ditinggalkan penuh dengan debu membandel, serta secarik kertas berserakan ke sana ke mari. Dengan meletakkan koper secara perlahan, Jefri mendapati sebuah benda yang kerap terlihat itu.

Tusuk konde pun hadir kembali di atas meja kerjanya, kali ini tidak main-main, berjumlah tujuh dan sangat membuat gemetar sekujur tubuh. Dengan aksi cepat, Jefri pun mengambil telepon dan menghubungi pembersih kantor.

Pengantin KutukanWhere stories live. Discover now