(5) A Day With Him 2

4 0 0
                                    

"Okay okay this is so weird," ujar Cilla di sisa tawanya.

"Yeah it is," Vernon masih tertawa kecil.

"Okay i'll go first," ujar Vernon membenarkan duduknya.

"I was born in Sydney 21 years ago. Tapi 4 tahun terakhir gue beberapa kali bolak balik Indonesia karena ada beberapa keperluan. I have one sibling she's my older sister. Yang kemarin gue bilang adek gue itu anaknya. Bisa dibilang gue menolak tua dan selalu panggil dia adek gue," Vernon tertawa.

Cilla ikut tertawa, ia membayangkan betapa menyenangkannya keluarga Vernon.

"Your turn," ujar Vernon memalingkan wajahnya ke arah Cilla.

"I was born 18 years ago and lived that long here. Gue kuliah di kampus yang ga jauh cafe tadi karena itu gue sering banget ke sana. I have one sibling, he is my older brother. He's 25 years old and he got married two months ago," ujar Cilla tersenyum.

"Wow congrats for your brother," 

"Thanks," Cilla dan Vernon tersenyum.

"Anyway, since when do you like coffee?" tanya Vernon kembali menghadap ke arah Cilla.

"You can say that I'm too young for that. Gue mulai suka minum kopi umur 10 tahun,"

"No way!"

"Yeah, but that's the truth. Honestly, it's just because some accident. My brother leave a cup of coffee in the table and I think it's hot chocolate that my brother made for me. Dan lo tahu apa yang terjadi selanjutnya," Cilla terkekeh.

"Gue mulai suka kopi umur 17 tahun. Tepat saat gue ulang tahun. My girlfriend at time came to my party dan dia minta gue buat coba minum kopi yang waktu itu dia bawa kopi americano. Semenjak itu gue jadi sering minum kopi. Almost all kind of coffee I taste it. But my favorites are latte and americano," jelas Vernon.

"That's why you said 'actually' when I asked about americano?" Vernon mengangguk pelan.

"But, why you so sad at time?" tanya Cilla lagi yang membuat Vernon menghembuskan napasnya kasar.

"She's gone a year after that party. She had car accident when her ex kidnapped her. Itu kejadian juga tepat saat ulang tahun gue yang ke-18,"

Vernon menengadahkan kepalanya berusaha sekuat tenaga untuk tidak mengeluarkan air mata.

"I'm sorry this just so emotional," Vernon terkekeh pelan.

"No no. I'm sorry for asking that. I think it's very hard for you to go through it all," Vernon tersenyum menatap Cilla.

Selanjutnya mereka berbincang ringan untuk mengenal satu sama lain. Hingga matahari mulai menenggelamkan dirinya membuat mereka tersadar bahwa mereka sudah terlalu lama berada di sana.

"Let's go," Vernon bangkit dan mengulurkan tangannya pada Cilla.

"Kemana?" tanya Cilla sambil meraih tangan Vernon dan berdiri.

"Somewhere," Vernon hanya terkekeh dan berjalan meninggalkan Cilla.

"Vernon, lo ngga bakal nyulik gue kan? Terus mutilasi gue?" Cilla memincingkan kedua matanya menatap Vernon.

"Apa muka gue keliatan kriminal?" Vernon menaikkan kedua alisnya.

"Ya ngga juga," jawab Cilla pelan.

Sepanjang perjalanan hanya ada keheningan di antara mereka. Cilla sangat penasaran namun ia tahu jika ia bertanya kemungkinan terbesarnya Vernon tidak akan menjawab pertanyaan tersebut.

"Ini mau kemana sih?" tanya Cilla.

"Somewhere,"

Nah kan bener.

Cilla hanya menghela napasnya kasar dan kembali menatap jendela. Sampai saat Vernon mulai memarkirkan mobilnya ke sebuah tempat yang lagi – lagi membuat Cilla membelalakkan matanya.

"Come on," ujar Vernon sembari keluar dari mobilnya disusul oleh Cilla.

"Biasanya orang kalo diajak ke bukit suka, diajak ke pantai kemungkinan besar juga bakal suka," Vernon berlari kecil mendekati sebuah bangku panjang yang terletak di sana.

Cilla pun berjalan pelan mendekati Vernon dan duduk di sebelahnya. Cilla menatap Vernon yang tersenyum menikmati terpaan angin di wajahnya. Cilla mengalihkan pandangannya dari Vernon. Giliran Vernon yang menangkap air muka sedih milik Cilla.

"Hey, what happened?" tanya Vernon.

"No, it's okay," Cilla berusaha tersenyum dengan pandangan yang masih lurus kedepan.

"No, it's not," Cilla kini menatap Vernon.

"It is. Gue cuma keinget sesuatu. It's not a big deal," jelas Cilla Kembali menatap ombak – ombak yang berlarian.

"Makan di sana yuk. Laper," ajak Cilla sembari menyengir lebar.

Vernon hanya terkekeh kemudian mengikuti Cilla.

Cilla pun meraih tangan Vernon dan bangkit dari duduknya.

***

"Can I get your number? I mean maybe we can get another hangout later," ucap Vernon setelah mereka sampai di depan rumah Cilla.

"Sure," Cilla tersenyum dan memberikan nomornya pada Vernon.

"Thank you for today. Lo nyelamatin gue dari stress kuliah," Cilla menghembuskan napasnya kasar membuat Vernon tertawa.

"Good luck for tomorrow. Jangan sampe lo di keluarin dari kelas lagi," mereka pun terkekeh bersama.

"Bye and take care," Cilla melambaikan tangannya

"See ya," Vernon melajukan mobilnya.

"Siapa?" sebuah suara cukup mengejutkan Cilla saat memasuki ruang tamu.

"Temen," ujar Cilla santai ketika mengetahui siapa yang berbicara padanya.

"Kemana aja? Kenapa sampe malem? Jadwal kuliah kamu hari ini juga cuma dua kan?"

"Ada yang salah?" kali ini Cilla benar – benar malas berdebat.

"Mama kamu khawatir dari sore. Itu yang jadi masalah," laki – laki itu mendekat ke arah Cilla dengan secangkir kopi di tangannya.

"Dimana mama? Biar aku yang bilang mama," saat Cilla hendak beranjak laki – laki tersebut menahan lengan Cilla.

"Jawab pertanyaan saya dulu," tatapan laki – laki tersebut menajam.

"Denger ya tuan Danillo. Anda tidak berhak tahu apa urusan saya. Anda bukan ayah dan tidak akan pernah menjadi ayah saya dan saya tahu anda bertanya tentang urusan saya semata – mata hanya untuk terlihat perhatian di mata mama saya. Terimakasih. Selamat malam tuan Danillo," Cilla melepaskan lengannya dari genggaman laki – laki bernama Danillo tersebut.

"Cilla, kamu udah pulang?" seorang perempuan paruh baya terlihat menuruni tangga.

"Udah ma. Mama apa kabar?" Cilla segera memeluk perempuan tersebut erat.

"Mama baik. Kamu darimana? Kok ngga bilang kalo pulang malem?" Rissa, mama Cilla membawa Cilla untuk duduk di ruang tamu.

"Tadi ada urusan sebentar ma sama temen. Maaf ya ngga ngabarin mama. Handphone Cilla juga tadi mati,"

"Sama Gibran? Kok tumben ngga masuk?" tanya Rissa lagi.

"Bukan Gibran ma," Risa hanya mengangguk paham.

"Yaudah Cilla ke atas dulu ya. Mau mandi sama beres – beres,"

"Inget ya-"

"Jam 7 harus sudah di ruang makan," potong Cilla sambil terkekeh.

Cilla mencium pipi Rissa dan segera beranjak menuju kamarnya untuk membersihkan diri.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Boy "Friends"Where stories live. Discover now