Pertemuan dengan Vita

453 40 7
                                    


...

Ternyata menjaga hati itu berat sekali. Saat hati sudah saling terpaut namun dilarang untuk saling bertemu apalagi bercengkrama berdua. Ya Allah benarlah jika ujian terbesar seorang lelaki adalah wanita. Saat ini Alvin bahkan tiap detik mencoba menahan dirinya untuk tidak sering-sering membayangkan tentang Faya.

Ini bukan lagi memikirkan Faya yang membuat dada sesak, tapi membayangkan hal-hal yang membuat aliran darahnya menderas. Ini juga alasan kenapa orang yang sudah siap menikah itu harus dipercepat. Lelaki siapa yang bisa tahan melihat wanita yang dicintai. Setiap malam Alvin bahkan gelisah, ingin kirim pesan atau telepon namun selalu ia urungkan niat karena ingat pesan Faya untuk menjaga hati.

Oh Tuhan, bagaimana bisa di luar sana lelaki dan wanita bisa tahan pacaran bertahun-tahun? Jika dirinya saja baru tiga hari berlalu tapi sudah gelisah.

"Ibu sudah membicarakan waktu yang tepat untuk khitbah. Insya Allah minggu depan, jadi kamu harus minta cuti kerja." Kata ibu sambil menata makanan di meja makan.

"Kenapa tidak langsung menikah saja?"

What???
Mata Mariam terbelalak kaget dan seketika dia dan suaminya tertawa.

"Ya Allah, Yah. Lihat anakmu. Ia bahkan tidak bisa bersabar barang sebulan saja. Padahal dia bisa tahan selama setahun."

Dokter Hendra hanya tersenyum menggelengkan kepala melihat tingkah anak istrinya.

"Apa kamu sudah sangat ingin menikah? Sampai melewatkan proses khitbah?" Tanya Mariam sedikit menggoda.

Alvin menghela napas.

"Aku kan hanya bertanya. Apakah khitbah itu wajib jika sudah siap menikah sekarang?"

"Lihat dirimu? Kamu bahkan tidak malu bertanya begitu sama Ibu." Seru Mariam lalu tertawa.

"Apa kamu sudah tidak sanggup menjaga hati?" Kali ini ayah Alvin yang ikutan menggoda, membuat wajah Alvin memerah malu.

"Tidak Ayah, tadi kan aku hanya bertanya. Ini bukan permintaan, hanya pertanyaan." Tegas Alvin, tak mau jadi bahan guyonan pagi ini.

Ayah dan ibunya tertawa.

"Kamu sudah banyak berubah, Vin. Dulu rumah ini sepi seperti kuburan, dan kamu jarang sekali mau terbuka dengan kami, apalagi tertawa seperti ini. Syukurlah, Ayah ikut bahagia." Komentar  ayah sambil tersenyum, lalu melanjutkan sarapan paginya.

"Ya gak papa jika itu yang kamu mau. Lagian juga sudah saling kenal dan cocok. Langsung nikah saja tanpa perlu khitbah. Dulu Ibu juga punya teman yang prosesnya begitu, jadi saat khitbah berlangsung disambung ijab kabul. Satu kali dayung dua pulau terlampaui." Jelas Mariam, lalu kembali tertawa. Sejujurnya ia sedang menertawakan Alvin.

Alvin menghela napas sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ibunya selalu gagal mencerna pertanyaan yang ia ajukan.

"Ketahuilah, sayang. Alvin sudah tidak sanggup menahan diri. Jadi percepat saja!" Gurau ayahnya yang disambut dengan anggukan dan tawa dari Mariam.

...
-----------

@@@@

Vita sedang menyisir rambutnya di depan cermin. Melihat dirinya, juga memikirkan pernikahan sebulan lagi membuatnya ingat kembali tentang Faya. Ingin sekali di hari bahagia itu Faya datang, memeluk dan mendoakan. Sungguh ia sangat rindu.

Jika ada kesempatan untuk bertemu ia akan jelaskan banyak hal, bahkan membawa undangan itu sebagai bukti bahwa dia telah bahagia, telah move on dari Alvin dan menemukan lelaki yang tepat. Tapi di mana dia bisa bertemu? Jika nomor handphone Faya yang lama sudah tidak aktif.

Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai) Where stories live. Discover now