Takdir Kita Bukan di Emergency

304 33 3
                                    


...

Poli General Check Up

Setelah mengganti kerudung yang kotor karena muntahan pasien UGD beberapa menit yang lalu, Faya meminta izin untuk melakukan check up di Poli Umum. Ia ingin tau kondisi kesehatannya secara laboratoris. Sejak kepergian ibunya, kondisi kesehatannya memang mengalami penurunan, ditambah serangan asma berat yang pernah terjadi.

Ia duduk menunggu antrean di kursi tunggu umum, seperti pasien pada umumnya. Beberapa kali ia menarik napas sejak pertemuan dengan Alvin beberapa saat lalu, juga ibu yang tak sengaja muntah di kerudungnya. Semua kejadian itu membuat dadanya sesak. Begitu berat melampaui biasanya. Tiap kali mengingat sosok Alvin, dadanya seperti diremas.

Bagaimana aku bisa melupakanmu jika kita bertemu setiap hari.

Fokus pandangan Faya pecah saat sebuah tangan mengulur di depannya. Tangan itu menggenggam sebuah botol bening berisi kapsul berwarna kuning keruh. Ia pun mengangkat kepalanya, melihat siapa sosok yang sedang berdiri di depannya.

Alvin, lelaki itulah yang sedang berdiri di sana. Menatapnya penuh kekhawatiran.

“Kamu butuh vitamin untuk mempertebal imun-mu, setidaknya untuk saat ini setelah kamu terkena muntahan pasien di UGD,” terang Alvin berharap besar Faya memahami kekhawatirannya.

Faya diam menatap botol bening berisi vitamin itu. Seperti dugaan Faya, Alvin masih mendekat dan masih akan terus memperlakukannya dengan cara yang sama selama mereka masih saling bertemu. Dan perasaan itu tidak akan hilang jika tidak ada yang mundur salah satu.

Lantas bagaimana kondisi bisa membaik jika terus-terusan seperti ini? Faya banyak sekali memikirkan kemungkinan yang terjadi, pun resiko macam apa yang bisa diterima Alvin jika tetap mempertahankan perasaannya. Tidakkah lelaki itu sadar siapa Faya dan semua sisi kelam hidupnya?

“Aku tahu kau marah, bahkan mungkin membenciku setelah apa yang kau ketahui tentang diriku. Tapi untuk saat ini, aku mohon terimalah bantuanku. Aku hanya tidak ingin terjadi sesuatu dengan kesehatanmu. Aku tidak mau melihat serangan asma itu terulang kembali atau apa pun itu yang melemahkan imun dalam tubuhmu. Jadi untuk saat ini saja, terimalah!” nampak ketulusan dari sorot mata Alvin.

Faya menarik napas dalam-dalam, lalu berdiri dari duduknya.

"Aku baik-baik saja, Anda tidak perlu khawatir." Kata Faya mencoba bersikap biasa saja meskipun amat sulit.

Kini Alvin menarik kembali tangan kanan yang tadinya terulur di depan Faya. Ia genggam erat botol kecil berisi vitamin itu untuk menahan getaran yang merambat di tangannya.

"Aku sudah dengar semua dari Vita, tentang perjodohan kalian yang gagal. Aku tidak ingin marah apalagi membenci Anda. Setiap orang punyak hak untuk menyukai siapa pun, dan perasaan itu tumbuh juga bukan karena keinginan kita. Hanya saja, saya tidak ingin dokter kesulitan di kemudian hari karena perasaan itu."

Mata Alvin berkaca-kaca, mendadak tenggorokannya tercekat. Ia mengangkat wajahnya, melihat wajah di depannya yang nampak layu. Ia tahu kemana arah pembicaraan itu.

“Apa maksudmu berkata seperti itu?" Alvin memberanikan diri bertanya.

Faya mundur dua langkah, menjauhkan tubuhnya dari Alvin.

“Aku tidak ingin kondisi ini semakin rumit, pun aku tidak ingin lebih banyak yang tersakiti. Sampai di sini saja semua kebaikan dokter pada saya. Perlakukan saya seperti rekan kerja atau pasien Anda pada umumnya.”

Alvin terdiam kaku. Sekujur tubuhnya memanas seketika.

“Apa aku mengusik hidupmu?”

“Tidak, dok. Bukan seperti itu. Saya hanya memposisikan diri. Pun melihat siapa Anda dan semua hal yang sudah terjadi. Sungguh saya tidak ingin setiap perhatian Anda justru menjadi kesalahpahaman. Juga, saya ingin menjaga hati Vita."

Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai) Where stories live. Discover now