Kenyataan Pahit

291 31 4
                                    

...

Vita membuka pintu ruangan Alvin untuk memberikan laporan kerja minggu ini. Karena Alvin tidak ada di ruangan, ia pun menaruh setumpuk laporan itu di meja.

Pandangannya mendadak terfokus pada selembar kertas yang terselip di antara tumpukan laporan lain. Merasa penasaran ia pun mengambil kertas tersebut dan betapa terkejut Vita membacanya.

Kertas itu adalah slip pelunasan hutang Faya senilai 45 juta pada rumah sakit. Ada tanda tangan Alvin di pojok bawah. Mendadak tangan Vita gemetar, ada luka yang begitu terasa sakitnya.

Ia berusaha tidak mempercayai apa yang ia lihat, namun ternyata begitu sakit untuk mengabaikan. Untuk apa Alvin melakukan semua itu? Apa sungguh ia menyukai Faya? Begitu banyak pikiran buruk berkecamuk membuat napasnya begitu berat.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Alvin baru saja masuk dan terkejut melihat Vita.

"Ini apa, dok?" Vita mengangkat kertas tersebut, membuat sesaat Alvin terkejut dan segera merebut kertas itu dari Vita, mencoba menyembunyikan meskipun gagal.

"Anda melunasi semua hutang Faya? Untuk apa? Kenapa dokter lakukan itu?" Suara Vita gemetar, masih tidak percaya.

Alvin memilih diam. Sedang Vita masih menatapnya nanar. Jelas sekali ada kesedihan dari matanya.

"Apa, kau menyukai Faya? Apa benar semua alasan pertolonganmu itu, juga kau menolak perjodohan denganku? Semua karena Faya?" Vita sudah tidak mampu lagi menahan diri. Ia bukan gadis bodoh yang buta, perasaan Alvin pada Faya jelas sangat kentara, hanya saja Vita masih berusaha bersabar.

Sedang Alvin masih memilih diam. Ia tidak menyangka jika akan serumit ini. Pada akhirnya Vita pun tahu alasan dirinya menolak perjodohan itu.

"Aku merasa begitu bodoh dan tidak tahu diri. Kau menyukai Faya, tapi aku masih berdiri di sini mengharapkan dirimu." Air mata itu tumpah.

Ya Tuhan, kenapa Alvin harus melihat satu lagi wanita menangis karena dirinya.

"Maafkan aku Vita."

Vita mengalihkan pandangan mengusap wajahnya. Rasa sakit itu masih meradang  membuatnya begitu bodoh.

"Aku akan percaya jika kau jujur dari awal. Kenapa tidak kau katakan saja pada keluargaku bahwa kau menolak perjodohan itu karena kau menyukai orang lain. Dengan kau jujur begitu mereka tidak akan kecewa, dan aku tidak perlu lebih lama mengemis padamu."

Kini Alvin tertunduk, bagaimana mungkin ia mengatakan semua itu pada keluarga Vita. Kesalahan memperlakukan Faya sudah cukup menjadi cambuk baginya, sungguh ia tidak ingin semua semakin rumit.

"Katakan dengan jujur, aku ingin mendengar sendiri darimu. Apa kamu menyukai Faya?" Vita mendesak, ia tidak ingin percaya jika bukan Alvin yang mengatakannya.

Alvin mengangkat wajahnya, memberanikan diri menatap Vita yang sudah bengkak dan merah wajahnya.

"Iya, aku menyukainya." Tegas Alvin.

Satu langkah mundur, terasa begitu berat. Dulu, ia ingin sekali egois jika memang masih ada kesempatan untuk merebut hati Alvin. Tapi hari ini, ia bahkan sudah tak punya senjata untuk berperang.

Slide-slide kehidupan Faya yang sulit mendadak berhamburan di kepala Vita, membuat pertahannya runtuh. Bagaimana pun ia adalah sahabat Faya, seseorang yang mencintai Faya melebihi saudaranya sendiri. Faya tidak salah, dirinyalah yang terlalu mengemis.

"Baiklah, aku mengerti. Aku kini tahu perasaanmu. Dengan begitu aku bisa perlahan mundur." Vita kembali mengusap air matanya, dan tanpa mengatakan apa pun lagi ia berjalan keluar ruangan itu.

Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai) Where stories live. Discover now