Rasa Terdalam

272 24 0
                                    

Koridor Hemodialinsa

Koridor di sebelah ruang Hemodialinsa itu nampak sepi, bisa dihitung berapa perawat yang lewat di sana. Vita tertunduk tak berani mengangkat wajahnya di depan Alvin. Ia tidak tahu apakah keputusan untuk jujur pada Alvin adalah baik, pun Alvin, mungkin sudah saatnya ia jujur pada dirinya juga pada Vita.

“Aku minta maaf jika keputusan itu mendadak. Aku tidak bermaksud mengecewakan kamu dan keluargamu, atau bahkan orangtuaku. Tidak sama sekali, hanya saja aku tidak bisa memenuhi permintaan mereka dalam hal ini.” Alvin menarik napas berat, ia berharap Vita mengerti sekalipun ia tahu bahwa gadis itu terluka.

Vita mengangkat kepalanya. Menatap Alvin penuh harap. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan perasaannya, terlalu dalam untuk ia sembunyikan seorang diri.

"Boleh aku tahu kenapa kau menolak? Apa aku tidak cukup menarik untukmu?" 

Sejenak Alvin diam membalas tatapan Vita. Dari sorot mata itu Alvin sadar betul bahwa Vita menyimpan perasaan begitu dalam untuknya, sorot mata yang  membuatnya kini memilih mengalihkan pandangan.

"Kenapa, Dok? Aku ingin tahu alasan Anda menolak? Katakan dengan jujur agar aku bisa merelakan perasaan ini. Sungguh aku tidak mau tersiksa setiap hari, berharap dan menyukai Anda seperti orang bodoh." Kini air mata itu kembali membanjiri pipi Vita.

Ia membiarkan airmata itu terus mengurai, biarkan Alvin tahu bahwa ia sungguh mencintainya dengan cara sebodoh itu. Hanya saja Alvin masih membisu. Ia bahkan tak punya kalimat yang tepat untuk menjawab.

Alasan menolak itu tidak mungkin ia utarakan pada Vita untuk saat ini, ia tak ingin melukai Vita lebih dalam lagi. Tidak untuk saat dirinya pun masih bingung dengan perasaannya sendiri. Ia tidak ingin bersikap ceroboh seperti kapan hari pada orangtuanya, alasan menolak yang justru jadi bumerang yang menyerangnya.

"Apakah kau menyukai orang lain? Kenapa kau diam saja?" Kali ini suara Vita sedikit lebih lantang, pun ia sudah membuang rasa malunya. Seperti kata Chairin, sejak awal ia telah menjadi pengemis, lalu kenapa harus ditutupi.

Kini Alvin memilih tertunduk. Jujur ia bingung harus bagaimana. Haruskah ia bicara jujur di saat Vita menangis di depannya? Tidak mungkin, ia tidak bisa melakukan itu, tapi ia juga tidak bisa menjelaskan kenapa ia pun tidak bisa bertahan.

Mengatakan secara jujur jika ia menyukai Faya jelas akan melukai Vita lebih dalam. Apalagi hingga detik ini ia belum mengutarakan perasaannya pada Faya. Kenapa semua mendadak jadi serumit ini?

"Aku menyukaimu, Dok. Sedalam ini perasaan itu, hingga aku tidak tahu malu mengemis di depanmu. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku butuh jawaban kenapa kau tidak bisa menerimaku? Kenapa menolak rencana perjodohan itu?"

Kini Alvin pun memberanikan diri melihat kembali mata Vita yang penuh kecewa.

"Maafkan aku Vita, aku tidak bisa mengatakannya sekarang."

Vita terkejut.
"Kenapa?"

Satu tarikan napas berat.
"Aku dan kamu sudah cukup dewasa untuk menyikapi semua ini. Kita punya pilihan untuk menerima atau menolak. Perjodohan itu masih sebatas rencana, dan aku memilih menolak karena aku tidak siap."

Vita mengusap air matanya. Ia masih tidak bisa menerima jawaban semudah itu.

"Kenapa tidak siap?" Suara Vita goyah.

Sesaat Alvin diam. Ia mungkin tidak bisa jujur akan perasaannya, tapi ia bisa jujur dengan keputusannya.

"Karena aku tidak menyukaimu. Maafkan aku."

Vita terdiam. Pada akhirnya ia pun mendengar pernyataan menakutkan itu. Alvin tidak menyukainya, itulah alasan dia menolak. Tapi kenapa seperti ada alasan lain yang ia sembunyikan? Dan kenapa Vita tidak bisa menerima alasan itu.

Cinta Selalu Punya Cara Untuk Pulang (Selesai) Where stories live. Discover now