🔥Sadness🔥

4.6K 234 19
                                    

Jangan lupa Vote & Comment ya!
Selamat Membaca🐣

.

.

.

.


Menatap kedua mata cantik Mew yang tertutup rapat. "Kenapa belum sadar? Ini sudah dua minggu" Merasa sedikit cemas karena Mew belum membuka matanya sama sekali sejak tak sadarkan diri dari cambukkan Gulf. Tangannya menelusuri tubuh Mew yang penuh jahitan panjang akibat daging terbuka saat Gulf mencambuknya dengan sekuat tenaga.
"Apa dia mati?" Tangannya beralih ke lobang hidung Mew.

.

TOK TOK TOK

.

"Gulf,, ini aku"

"Masuk!"

.

CCEKKLEK

.

Membuka Pintu kamar lalu menutupnya kembali. "Masih belum sadar?" Melenggang menuju ranjang Mew. Menggeleng pelan sebagai jawaban. Matanya tetap fokus pada wajah Mew.
"Kenapa kau tidak mau membiarkannya untukku rawat dirumah sakit? Mungkin dengan begitu, dia akan cepat sadar karena banyak peralatan memadai serta perawat yang mengontrolnya disana"

Menatap Singto dengan tajam. "Sudah ku katakan padamu berkali-kali, aku tidak mau!" Melirik Mew kembali.
"Aku takut dia akan dibawa Paman saat aku tidak berada disampingnya"

Mengangkat sebelah alisnya. "Maksudmu? Kenapa Pamanmu mau membawa nya?"

"Karena aku lah orang yang membuat nya jadi seperti ini" Terdiam sebentar.
"Dari awal aku sudah janji pada Paman untuk menjaga Mew dengan baik. Dan waktu itu, aku memang kelewatan pada Mew dan saat ia tahu Mew terluka karenaku, dia langsung datang ke mension dan hampir membawa Mew pergi. Untung saja aku membawanya kabur dulu sebelum dia sampai ke mension dan yah,,, dia masih disini, di genggamanku" Telunjuknya dengan lembut membelai pipi Mew lalu menyingkirkan helai rambut yang menghalangi wajah cantiknya.

"Oh, jadi itu juga alasan mengapa kau buru-buru menarik ku untuk pergi dari mensionmu sampai ke apartement ini?" Gulf mengangguk sebagai jawaban.

"Tapi, bagaimana Paman mu bisa tahu kalau Mew terluka saat itu dan langsung datang ke mension?"

"Karena dia menyimpan mata-matanya di mensionku" Singto hanya dapat menghela nafas lalu menatap iba tubuh Mew yang penuh luka robek hingga 80%.
*Kalau aku jadi Paman itu, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama* Mengamati tubuh Mew.
*Tapi, Pria itu kuat juga. Kalau orang lain, pasti sudah langsung mati* Mulai mengeluarkan stetoskop.
"Aku akan memeriksanya" Mulai mengecheck nadi, detak jantung, tekanan darah, hingga memberi obat pada  luka yang baru kering 50% itu.
"Syukurlah luka nya sudah kering walau hanya 50%" Ucapnya.

Gulf hanya diam. Ia sebenarnya tidak peduli dengan luka-luka bodoh itu. "Kapan dia sadar?" Melirik ke arah Singto.

Melirik ke arah Gulf. "Aku bukan Tuhan, Gulf. Aku tidak bisa memprediksi kapan dia akan sadar. Tapi berdoalah agar Tuhan tidak memanggilnya lebih cepat" Mengemas peralatan.
"Urusanku sudah selesai. Aku harus pergi untuk menjemput adikku di kampus. Kabari aku kalau ada perubahan baik darinya"

Mengernyit. "Adik mu sekarang sudah kuliah?"

Mengangguk. "Hm,, kampusnya pun dekat sini" Melirik jam tangannya.
"Aku pergi" Gulf hanya diam, enggan untuk menjawab.

Kill Me, Heal Me 🔞⚠️ || GULFMEW Where stories live. Discover now