Diaz membalik badannya menjadi terlentang. Dipandanginya langit kamarnya. Menarik nafas berat, Diaz mencoba membesarkan hatinya. Diaz sudah mendapat jawaban tentang hubungan El dan Billy. Dengan terang-terangan Diaz mengucapkan selamat. Berharap El menjelaskan bahwa semua tidak benar.

Namun tidak ada sanggahan atau bantahan dari El. Wanita itu hanya diam. Hal itu sudah menjelaskan segalanya. Sakit memang. Tapi mau bagaimana lagi. Ia tidak memiliki kuasa untuk marah. Mungkin memang nasib percintaannya tidak semulus orang lain.

"Huft... Baiklah, lupakan semua mari kembali kekehidupan awal" Gumam Diaz seorang diri.

Lalu beranjak dari kasur menuju kamar mandi. Untuk saat ini, biarlah cerita cintanya ia kesampingkan. Diaz yakin ada saatnya cinta akan datang dengan sendirinya.

🌺🌺🌺

"Ck, hampir saja lupa" Decak El setelah beberapa langkah keluar dari tempat kerjanya. El memutar balik langkahnya kembali ke tempat ia bekerja.

El bergegas mengambil apa yang tadi tertinggal. Setelah dirasa tidak ada lagi yang tertinggal, El segera keluar dari tempat kerjanya. Namun langkahnya mendadak berhenti ketika seseorang yang sudah lama tidak dilihatnya berada tepat dihadapannya.

Wanita paruh baya didepan El menatap putri kecilnya dulu penuh kerinduan. Tidak bisa dipungkiri, sebesar apapun wanita paruh baya itu menekan kerinduannya. Nyatanya saat berhadapan langsung, dia ingin mendekap erat putri yang lahir dari rahimnya itu.

Perlahan, kaki tuanya mendekat kearah El. Tidak terasa, tetes demi tetes air mata membasahi pipinya yang mulai keriput. Tangannya terulur menggapai wajah sang putri. Bersyukur El tidak menolak. El hanya diam tanpa beraksi apa-apa.

"Eleanor..." Suara itu tercekat. Masih tidak percaya bahwa kini ada anaknya berdiri tepat didepannya.

El hanya diam. Antara percaya dan tidak melihat ibunya ada disini. Sudah bertahun-tahun El keluar dari rumahnya. Meninggalkan ibunya seorang diri. Bertahun-tahun pula ibunya tidak mengetahui keberadaannya. Namun saat ini, wanita yang melahirkannya itu ada disini.

El tidak tau harus bereaksi seperti apa. Bukan tidak rindu. Tapi karna begitu besar rasa rindunya hingga untuk menggerakkan tubuhnya pun sulit.

"Ibu merindukanmu, Eleanor" Ibu El memeluk El erat. Melepas kerinduan yang terpendam selama ini.

"Pulang nak, ibu ingin kau tinggal dengan ibu lagi. Ma'af atas semua salah yang pernah ibu lakukan"

El terenyuh mendengar perkataan sang ibu. Lalu dipejamkan matanya meresapi pelukan sang ibu yang dirindukannya. El mengangkat tangannya. Membalas pelukan sang ibu dan mengelus punggung rapuh itu.

"Tidak apa jika kau belum memberikan ibu ma'af tapi ibu mohon ikutlah pulang bersama ibu. Ibu kesepian tanpa kehadiranmu. Ibu kehilangan orang-orang yang ibu cintai" Ibu El masih sesenggukan dalam pelukan El.

El mengurai pelukan itu. Menatap sendu wajah sang ibu yang penuh air mata. Diusapnya pipi sang ibu yang basah karna air mata.

"Eleanor akan ikut ibu pulang"

Raut wajah ibu El berubah sumringah. Rasa hangat menjalari ruang hatinya.

"Tapi..." Kalimat selanjutnya membuat ibu El kembali muram.

Love For EleanorWhere stories live. Discover now