16 - SMA Himekara

Start from the beginning
                                    

"Jika kau siswa, seharusnya kau memakai seragam. Jika kau siswa, seharusnya aku selaku penanggung jawab gerbang hari ini mendapat kabar tentangmu. Tanpa dua hal itu, sesuai peraturan yang ada, kau tidak bisa masuk," kekeh pemuda penjaga gerbang itu.

"Kalau gitu, coba lo tanya kepsek deh. Kemarin manager gue dah urus berkasnya," negosiasi gadis itu.

"Maaf, Ibu Margaretta saat ini sedang rapat di dinas pendidikan."

"Argh .... Intinya gue itu murid baru. Jadi biarin gue masuk."

"Membiarkan orang tidak jelas masuk ke area jurusan merupakan pelanggaran berat. Aku tidak ingin mendapat masalah. Jadi sebaiknya kau yang pergi," Tegas pemuda itu final.

"Ck, kepala batu. Minggir sekarang, sebelum gue bener-bener bunuh lo."

"Siswa dilarang melakukan tindak kekerasan di luar arena duel, jadi jangan harap aku akan meladeni gadis berwatak bebal sepertimu."

Ctas!

Alamak. Ini akan rumit. Gadis itu, Yolanda, lagi-lagi tidak bisa mengontrol emosinya. Kilat raksasa itu kembali muncul, meninggalkan retakan di antara keduanya. Pemuda di hadapannya tidak terlihat kaget, tapi Yolanda tidak peduli. Emosinya sudah berada di puncak, yang artinya dia tidak akan berhenti sebelum ada alasan yang kuat.

"He, kau seorang Magician rupanya. Mari kita lihat. Dalam radius 500 meter di sekeliling kita tidak ada non-Magician rupanya. Syukurlah, itu artinya masalah ini tid—,"

Bugh!
Zssst!

"Argh! Pukulan dengan tegangan tinggi? Boleh juga."

Zras!

"Argh! Pedang petir? Hei, ini kelewatan, kau akan menyesal."

Mulut pemuda itu bergumam. Perlahan, lukanya menutup sendiri, membuat Yolanda semakin murka. Belum juga Yolanda berhasil bergerak untuk menyerang, pemuda itu sdah terlebih dahulu mengangkat tangannya, kemudian menggenggamnya perlahan sambil menggumamkan password.

"Veegis Hysteria."

Sebuah bola api seukuran kepalan tangan orang dewasa melesat cepat, menghantam punggung Yolanda. Berhubung gadis itu terkejut, dirinya tidak sempat menghindar, sehingga terciptalah luka bakar cukup serius di sana.

"Ah, sial. Pak Direktur bakal marah kalau lihat nih luka," gerutunya.

Tangan Yolanda terulur ke depan, bersiap menyerang balik.

"Kre—,"

"Berhenti, ini perintah."

Sihir kedua remaja itu langsung lenyap tak bersisa. Dari arah gedung utama, Sarah muncul bersama ketiga kawan setianya. Raut wajahnya datar, matanya menyorot tajam.

"Jelaskan."

Tanpa ekspresi, tanpa nada. Meski begitu, ucapannya lebih dari cukup untuk menyiutkan nyali keduanya. Pemuda yang menjadi penjaga gerbang itu berusaha menjelaskan walau suaranya terdengar bergetar ketakutan.

"B-begini, Ketua. Gadis ini mengaku sebagai siswa baru dan memaksa untuk masuk. Saya sudah berusaha menjelaskan baik-baik, tapi gadis ini malah menyerang terlebih dahulu."

"Enak, aja! Gue udah bil—,"

"Kau Yolanda Gutenberg?"

"Iya."

Ah, kesalahpahaman ini akhirnya mencapai titik temu. Sarah geleng-geleng tak habis pikir. Bisa-bisanya ada miskomunikasi hingga menciptakan perkelahian?

"Apa kau sudah memeriksa kotak surat di pos gerbang?" tanya Sarah.

"Sebelum bertugas, saya sudah memeriksanya. Tidak ada surat apapun yang kau atau Bu Margaretta tinggalkan."

"Jam berapa kau memeriksanya?"

"Jam 5 pagi."

"Peeters, coba kau periksa kotak suratnya."

Reinnais pergi memeriksa kotak surat sesuai perintah Sarah. Benar saja, ada selembar kerta yang sepertinya baru dimasukkan beberapa waktu lalu.

"Ketua, ada surat."

"Tentang apa?"

"Siswi baru bernama Yolanda Gutenberg. Tidak memakai seragam karena stok seragam khusus Magician sedang kosong. Yolanda diijinkan masuk."

Pemuda yang bertugas itu terkejut bukan main. Tanpa disuruh, dia membungkuk pada Yolanda, meminta maaf.

"Maafkan aku. ini murni kelalaianku karena tidak memeriksa kotak suratnya lagi. Kau boleh hukum aku."

Yolanda memejamkan matanya sejenak. Setelah emosinya stabil, gadis itu baru menjawab, "Tak apa. Salahku juga yang kelepasan. Jadi, aku boleh masuk?"

"Tentu. Mari kuan—,"

"Biar kami yang urus," potong Skyle.

"Benar. Hari ini penjaga gerbangnya hanya satu, kan? Kau harus tetap di sini, Kak. Serahkan saja pada kami," imbuh Reinnais.

"Baiklah. Tolong, ya."

"Kami pergi dulu. Ayo."

1105 kata
12 Okt 2021

==============<⟨•⟩>==============

School: Magician [Tamat]Where stories live. Discover now